Gercin Indonesia Nilai Pemprov Papua Dalam Kondisi Memprihatinkan
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Rakyat Cinta (Gercin) Indonesia, Hendrik Yance Udam menilai Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, saat ini sedang berada dalam kondisi yang memprihatinkan.
"Keprihatinan itu antara lain adalah kasus penangkapan Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe yang berujung pada kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan untuk dilakukan proses hukum, sehingga dipandang sebagai tindakan negara yang tidak mempertimbangkan aspek kemanusian, kemudian belum selesainya operasi pembebasan pilot Susi Air yang menjadi sandra kelompok kriminal bersenjata (KKB), masalah beasiswa unggul papua (SUP) yang dikelola oleh BPSDM Provinsi Papua, yang semuanya cukup menyita perhatian publik," kata dia dalam rilis pers pada Jumat 25 Agustus 2023.
Masalah-masalah ini ujung-ujungnya berdampak pada stabilitas daerah dan keresahan yang dirasakan masyarakat sebagai akibat dari lambannya upaya penyelesaiannya.
"Oleh sebab itu publik perlu bersuara sehingga berbagai masalah ini perlu disuarakan oleh media sehingga ada pemikiran-pemikiran kritis yang bisa dijadikan referensi untuk menyelesaikan persoalan-persoalan dimaksud," sambung dia.
Pada sisi yang lain, menurut Udam, publik juga perlu bersuara dan mempertanyakan beragam kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi papua, melalui program-program yang dikerjakan dan dibiayai dengan anggaran yang demikian besar.
"Pertanyaan publik itu, tentu wajar saja karena berkaitan dengan kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka sebagai wakil rakyat yang dipercayakan untuk menjalankan amanah publik melalui jabatan-jabatan strategis.
Sayangnya, dalam perjalanan kepemimpinan hari ini melalui pelaksana tugas Gubernur Provinsi Papua atau mantan Sekretaris Daerah Provinsi Papua (yang) dipandang telah melakukan penyimpangan terhadap kekuasaan yang diperolehnya," kata dia.
Penyimpangan itu dianggap telah melakukan pemanfaatan anggaran daerah melampaui batas kewenangan yang ada padanya. Publik merasa perlu untuk mempertanyakan hal ini, karena berdasarkan PP No 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Negara.
Sehingga kecurigaan itu, menurut Hendrik Udam, harus dialamatkan karena publik memandang perlu klarifikasi oleh Pelaksana Tugas Gubernur sebagai Ketua Tim Pengelola Anggaran daerah (TAPD) Provinsi Papua.
"Apalagi sesuai hasil pemeriksaan BPK dan terlihat bahwa Pemerintah Provinsi Papua mendapatkan penilaian Wajar Dengan Pengecualian (WDP) bukan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Konteks ini, tentu menjadi masalah serius, karena sebelumnya Pemerintah Provinsi Papua telah delapan kali mendapatkan penilaian WTP dari BPK RI," ujar dia.
Kondisi ini, lanjut Udam, menimbulkan macam-macam pertanyaan publik, sehingga wajar saja, perlu diklarifikasi dan diberikan kepada publik papua.
"Tentu saja asas praduga tak bersalah tetap dikedepankan, namun yang jelas, upaya konfirmasi dan pencarian informasi oleh para jurnalis menjadi prosedur tetap dan baku, sehingga isu ini perlu dijadikan isu yang hangat dan menjadi trending topik, karena terkait dengan penggunaan keuangan negara oleh pemerintah daerah, dalam hal ini pemerintah provinsi papua," sambung dia.
Ketua Umum Gercin Indonesia ini juga menilai bahwa penganggaran keuangan daerah Provinsi Papua senilai Rp 1, 5 T dipandang keliru, karena telah membelanjakan kebutuhan yang tidak sesuai dengan ketentuan (pasal 69 dst) PP N0 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Negara, sehingga perlu dipertanyakan kepada Ketua TAPD sebagai pihak yang bertanggung jawab.
"Pelaksana tugas Gubernur Papua dipandang keliru memanfaatkan anggaran daerah dengan dasar hukum “Peraturan Gubernur” . Dalam posisi apa pejabat Gubernur bisa menggunakan anggaran dengan dasar hukum peraturan gubernur sampai melampaui jumlah anggaran tahun sebelumnya," kata dia.
Jajaran TAPD bersama ketuanya, menurut Udam, dianggap keliru dan menjadi temuan BPK yang dari aspek penganggarannya, dipandang tidak memenuhi ketentuan yang diperuntukan untuk membiayai kepentingan yang mendesak, dan emergency dan darurat seperti yang tertuang dalam PP No 12 Tahun 2019 pasal 69 dan seterusnya, tentang pengelolaan keuangan negara.
"Jadi belanja-belanja wajib itu dianggap menyalahi ketentuan yang ada. Karena DPRD tidak bersidang maka kewenangan penggunaan anggaran ada di TAPD dan penggunaannya harus dengan nilai tahun sebelumnya," tutur dia.
Udam melanjutkan, kesalahan penggunaan anggaran akhirnya berdampak pada munculnya hasil penilaian BPK dengan memberi opini WDP bukan WTP. Padahal, telah beberapa kali Papua mendapat opini WTP tapi dengan kepemimpinan yang ada saat ini menjadi WDP.
BPK, menurut dia, hanya melakukan pemeriksaam sampel pada sekian OPD yang diperiksa untuk mewakili keseluruhan.
"Penggunaan kekuasaan oleh pelaksana tugas Gubernur Papua dianggap telah melampaui batas kewenangan, sehingga PERLU diingatkan agar tidak terulang," tutup dia. (DPN Gercin Indonesia)