Catatan Refleksi Kepemimpinan Strategis Dalam Pembangunan Papua dan Empat Daerah Otonomi Baru di Papua
pada tanggal
Thursday, 24 November 2022
Indonesia merupakan negara kesatuan dan segala urusan tentang pemerintahan merupakan tugas yang dipercayakan kepada seorang Presiden yang dipilih secara demokrasi. Namun, Presiden tidak mungkin menjalankan tugasnya sendiri sehingga didukung oleh seorang wakil presiden, dan dibantu oleh kementrian serta Lembaga terkait dengan tugas dan fungsi yang diberikan secara khusus. Sedangkan, untuk tingkat daerah Presiden mendelegasikan kepada Gubernur dan Bupati.
Indonesia bagian timur, yaitu Papua dan Papua barat, semenjak terintegrasi kembali pada tanggal 1 Mei 1963 memiliki beberapa kekhususan yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat, seperti kekhususan yang dituangkan didalam Resolusi 2504 tahun 1969, yaitu :
“Nothing that the Government of Indonesia, in implementing its national development plan, is giving special attention to the progress of West Irian, bearing in mind the specific condition of its population, and that the Government of the Netherlands, in close cooperation with the Government of Indonesia, will continue to render financial assistance for this purpose, in particular through the Asian Development Bank and the institutions of the United Nations”.
Resolusi 2504 adalah resolusi yang lahir setelah dilakukan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di delapan daerah di Irian Barat, semenjak tanggal 14 Juli hingga tanggal 02 Agustus 1969. Dalam PEPERA yang dilaksanakan tersebut, masyarakat Papua sebanyak 1.024 orang memilih untuk tetap bersama NKRI dan mengakui kedaulatan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
Setelah resolusi 2504 lahir tahun 1969, 32 tahun kemudian, lahirlah Otonomi Khusus yang diberikan kepada Papua sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk memberikan perhatian khusus kepada kondisi masyarakat Papua.
Otonomi khusus lahir melalui undang-undang nomor 21 tahun 2021. Papua diberikan keistimewaan memilih pemimpin, mengatur daerahnya termasuk diberikan anggaran untuk membangun dan membawa perubahan bagi masa depan masyarakat Papua sendiri.
Kekhususan yang didapatkan oleh Papua juga dirasakan beberapa daerah lain di Indonesia yaitu DKI Jakarta sebagai ibukota negara, Daerah Istimewa Jogjakarta, dan Aceh yang latar belakangnya sama dengan Papua yaitu adanya potensi konflik.
Papua diberikan otonomi khusus untuk mengatur dan mengurus, namun ada kondisi yang belum berjalan dengan baik yaitu penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang masih kurang serta pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang tidak adil.
Persoalan Papua selalu menjadi perhatian, semenjak tahun 2001 hingga tahun 2021, Papua dan Papua barat mendapatkan anggaran dari Otonomi khusus sebesar 132,2 Trilyun. Selain itu, Papua merupakan Provinsi terbesar di Indonesia dengan APBD Papua yang menduduki peringkat ke-6, sedangkan Papua Barat ada di peringkat ke-9, ini merupakan angka yang besar untuk jumlah penduduk yang kecil.
Muncul pertanyaan bagi penulis, dengan sumber daya yang besar tetapi kenapa tidak berdampak kepada masyarakat Papua yang jumlahnya kecil ? pertanyaan selanjutnya bagaimana manajemen pengelolaan dan bagaimana eksekusi terhadap anggaran yang diberikan ?
Jika Papua dilihat sebagai sebuah sistem yang ditata kelolakan dalam berbagai hal, maka setiap tata Kelola harus direvisi. Semenjak tahun 2020, setelah pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menyampaikan akan melakukan revisi terhadap Otsus Papua khususnya didalam beberapa kekhususan yang diberikan seperti dana dan pemekaran provinsi, terlihat banyak pihak yang tidak puas dengan keputusan tersebut.
Salah satu yang penulis catat adalah pemerintah Provinsi Papua tidak memberikan catatan terkait dengan revisi otonomi khusus, disisi lain, pemerintah Provinsi Papua barat terlihat lebih aktif dalam memberikan catatancatatan untuk revisi otsus tahun 2021.
Ada pihak yang tidak puas? Semua juga tidak puas. Hari ini menurut catatan penulis, ada sekitar 308 daerah di Indonesia yang meminta Daerah Otonomi Baru (DOB), Termasuk Papua yang minta DOB, dengan alasan yang muncul kepermukaan adalah ketidkapuasaan kepada birokrasi pemerintahan.
Papua barat merupakan salah satu provinsi yang dimekarkan, dan didalam perkembangannya Papua Barat memiliki pertumbuhan yang lebih baik dari Provinsi Papua.
Tata Kelola dan manajemen Papua harus baik, sehingga tidak ada proses yang salah, tindak lanjut dan konsep yang dibangun harus menunjukan bahwa Orang Papua Harus Sejahtera. Konsep orang Papua harus sejahtera ini dilakukan secara terus-menerus, secara kolektif dan bukan parsial, karena konsep membangun Papua adalah membangun bersama.
Seperti hadirnya Instuksi Presiden nomor 9 tahun 2020 untuk melakukan percepatan pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.
Saat ini pemerintah pusat, memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah agar dapat terlibat aktif didalam memberikan masukan untuk perubahan kebijakan kekhususan Papua sehingga Provinsi Papua diharapkan memiliki itikad baik, karena proses revisi tidak akan menunggu keputusan strategis pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat akan melakukan konsultasi publik, mengawal program afirmasi, mendorong rancangan undangundang menjadi undang-undang dan Menyusun rancangan pemerintah tentang tata Kelola dan otonomi khusus Papua.
Menanggapi kesempatan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, kepala daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua dan Papua Barat telah melakukan permintaan pemekaran provinsi baru.
Sebanyak 3 provinsi baru telah disahkan dan dimekarkan dari provinsi Papua oleh parlemen yaitu Provinsi Papua Pegunungan Tengah, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Selatan, serta 1 Provinsi yang dimekarkan dari Provinsi Papua Barat yaitu Provinsi Papua Barat Daya.
Dengan terbentuknya 4 provinsi baru ini maka di pulau Papua akan 6 provinsi sistem tata Kelola pemerintah yang membutuhkan sebuah refleksi.
Penulis melihat bahwa pola kepemimpinan strategis sangat dibutuhkan khususnya dalam pandangan kepemimpinan strategis, Papua membutuhkan adanya refleksi tentang pola kepemimpinan sehingga tata Kelola serta komunikasi yang dibangun antara pemerintah provinsi kepada pemerintah pusat tidak terputus melainkan terus terjalin dengan baik.
Dengan tujuan agar masyarakat tidak menjadi korban dalam tata Kelola yang salah serta pola kepemimpinan yang tidak strategis.
Indonesia mengenal konsep Good Governance yang merupakan pengelolaan dalam berbagai bidang (sosial, politik, ekonomi, dll) yang tentunya melibatkan pemangku kepentingannya serta menggunakan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang disesuaikan dengan prinsip partisipasi masyarakat.
Sedangkan di negara maju, sudah mengenal konsep yang mengacu pada reformasi administrasi yang ideal yaitu Dynamic Governance.
Konsep ini terdiri dari tiga unsur utama, yaitu : 1) Thingking Ahead, kemampuan untuk menangkap pertanda awal tentang perkembangan lingkungan strategis yang mempengaruhi negara kedepan, sehingga dapat menentukan visi dan misi yang tepat; 2) Thingking Again, kemampuan untuk menganalisis sebuah kebijakan yang sedang berlaku; 3) Thinking Across, kemampuan untuk melakukan perbandingan agar dapat belajar dari pengalaman negara lain.
Berdasarkan Penjelasan di atas, penulis mencoba untuk mengaji sebuah konsep baru dengan menggunakan konsep Dynamic Governance yang kemudian di tempatkan disisi pola kepemimpinan Papua menjadi konsep Dynamic Leadership, dimana konsep ini dimunculkan di pola kepemimpinan strategis Papua untuk membangun konsep berpikir orang Papua harus sejahtera.
Sehingga pola kepemimpinan yang tepat untuk diterapkan oleh para pemimpin di Papua dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis yang berubah begitu cepat, yaitu :
1) Thingking Ahead, Para pemimpin di Papua diharapkan dapat menangkap tanda awal tentang perkembangan pola lingkungan strategis, sehingga didalam menentukan visi dan misi, dapat dilakukan
dengan tepat. Hal ini diharapkan dapat menjawab tantangan bagaimana pemimpin di Papua dapat mensejahterakan rakyatnya, bukan lagi bertanya kepada pemerintah pusat untuk mensejahterakan masyarakat Papua.
2) Thingking Again, Para pemimpin Papua diharapkan memiliki analisis yang tajam untuk menganalisis sebuah kebijakan yang sedang berlaku, apakah kebijakan ini dapat menjawab ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG), ataukah kebijakan ini hanya sebagai pemanis untuk memberikan rasa nyaman yang sementara.
3) Thinking Across, Para pemimpin di Papua diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan perbandingan dengan daerah lain di Indonesia, bahkan dengan negara lain, dalam rangka mempelajari
pengalaman untuk membuat kebijakan yang akan diterapkan di Papua, dengan harapan orang papua dapat sejahtera.
Jika konsep Dynamic Leadership ini, diterapkan dengan baik, penulis yakin bahwa 2 Provinsi lama dan 4 Provinsi baru di Papua dan Papua Barat bahkan daerah lain di Indonesia yang juga menerapkan pola kepemimpinan yang sama, dapat menjadi daerah yang maju, berkat pola kepemimpinan strategis para pemimpinnya yang tepat sasaran dan menjawab persoalan daerah dengan benar.
Seperti dalam hal pengambilan keputusan terkait otonomikhusus yang tepat dan tidak mengorbankan masyarakat kecil yang sedang meneriakan “dimana keadilan” kepada Pemerintah pusat.
Kekhususan yang diberikan pemerintah pusat kepada Papua merupakan langkah strategis yang harus menjadi perhatian, sehingga para pemimpin Papua harus memiliki pola kepemimpinan strategis dynamic leadership untuk menunjang kekhususan yang diberikan. Dengan tujuan, Papua dapat menjadi daerah yang maju dalam berbagai bidang.
Pada akhirnya, para pemimpin akan puas dan berpikir bahwa apa yang dilakukan untuk diri sendiri akan mati bersama diri sendiri, tetapi jika kita mampu membawa perubahan bagi orang lain, maka keputusan yang para pemimpin ambil akan bermanfaat dan kekal abadi.
Steve Rick Elson Mara, S.H., M.HAN
Ketua Bidang Pertahanan DPP KNPI