Hadi Tjahjanto dan Listyo Sigit Prabowo Kunjungi Papua di Tengah Kontak Tembak
pada tanggal
Wednesday, 12 May 2021
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Panglima TNI dan Kapolri berkunjung ke Papua, sementara kontak tembak kembali terjadi antara kelompok separatis dengan pasukan keamanan pemerintah di Kabupaten Puncak, kata polisi Jumat.
Gerilyawan menembaki ke arah pasukan keamanan yang tengah berjaga di Ilaga pada Kamis sore, memicu kontak senjata yang berlangsung selama dua jam, ujar Kepala Humas Satgas Nemangkawi, Kombes M. Iqbal Alqudusy.
“Mereka membuang tembakan untuk memancing Polri dan menakuti masyarakat, sasarannya kepada aparat yang ada di Ilaga tetapi kan TNI dan Polri siaga disitu,” kata Iqbal kepada BenarNews, “tembakan sporadis saja, dan bukan baku tembak.”
Iqbal mengatakan ratusan warga lari mengamankan diri sekitar saat kontak tembak Kamis malam.
“Setelah kontak tembak kemarin tidak ada korban, jiwa tapi hari ini [Jumat] masyarakat sudah beraktivitas seperti semula,” katanya.
Sementara itu Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tiba di Papua Kamis malam dan mengunjungi Timika di Kabupaten Mimika untuk bertemu dengan pasukan, kata Iqbal.
“Panglima dan Kapolri hanya mengumpulkan beberapa satuan tugas di sini untuk memperkuat sinergitas TNI dan Polri dan memberi semangat kepada personel yang bertugas di sini,” kata Iqbal.
Mereka dijadwalkan meninggalkan Papua untuk kembali ke Jakarta pada pukul 17.00 WITA Jumat, kata Iqbal.
Iqbal mengatakan Satgas Nemangkawi memang berkomitmen memburu dan menangkap kelompok bersenjata dalam rangka penegakan hukum.
“Dalam keadaan hidup namun kalau mereka melawan kami akan lakukan tindakan terukur karena mereka bersenjata,” katanya.
‘Bukan pasukan khusus’
Kepala penerangan internasional TNI Kolonel Djawara Wimbo mengatakan 400 personel Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) dari Batalyon Infanteri 315/Garuda yang akan diberangkatkan ke Papua merupakan bagian dari rotasi normal.
“Mereka bukan pasukan khusus,” kata Whimbo kepada BenarNews, “pasukan itu sudah ada di Papua sejak dulu, jadi itu rotasi saja.”
Whimbo menegaskan TNI tidak akan mengirim pasukan baru yang dikhususkan untuk mengejar kelompok bersenjata.
Saat ini ada total sekitar 7.000 anggota TNI dari semua angkatan di Papua.
Kepala Penerangan Kodam Siliwangi Kolonel Infanteri F.X. Sri Wellyanto mengatakan Rabu bahwa pihaknya telah menyiapkan 400 personel Satgas Pamrahwan, yang juga dijuluki Pasukan Setan, untuk berangkat ke Papua.
Kamis pekan lalu, pemerintah menyatakan gerilyawan di Papua sebagai teroris usai serangkaian bentrok yang menewaskan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk daerah Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Nugraha Karya dan personel Brimob Bharada Komang Wira Natha.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) juga menyatakan bertanggung jawab atas tewasnya dua guru, seorang tukang ojek dan seorang remaja 16 tahun bulan lalu, TPNPB mengatakan mereka adalah mata-mata aparat keamanan.
Merespons penembakan terhadap Danny, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap apa yang disebut “kelompok kriminal bersenjata,” atau disingkat KKB
‘Operasi militer terbesar’
Pemimpin kelompok separatis Papua di pengasingan, Benny Wenda, mengatakan pengerahan pasukan keamanan oleh pemerintah Indonesia ke Papua adalah operasi militer terbesar yang pernah terjadi sejak akhir tahun 1970an.
“Kematian pejabat intelijen Indonesia menjadi pembenaran yang digunakan Indonesia untuk melakukan operasi ini. Bagaimana kematian seorang pejabat tentara terkemuka dapat membenarkan pembunuhan warga sipil dan menyerang desa?” kata Wenda dalam pernyataan yang dimuat pada situs United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Wenda menyerukan kepada PBB, negara-negara Melanesia, Inggris, Australia dan AS untuk turun tangan.
“Kita akan menyaksikan pembantaian lain di Papua Barat. Anda memiliki kekuatan untuk campur tangan dan membantu kami menemukan solusi damai untuk krisis ini,” ujarnya.
Pada akhir 2020, Benny mengumumkan pembentukan “pemerintah sementara Papua Barat” dan menunjuk dirinya sebagai presiden dari pemerintahan tersebut untuk menantang apa yang disebutkan pendudukan sepihak oleh pemerintah Indonesia.
Sementara itu, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap bersenjata Organisasi Papua Merdeka, Sebby Sambom, mengaku tidak gentar dengan rencana pengiriman “Pasukan Setan” ke Papua.
“Pasukan Setan Indonesia, silahkan datang ke Papua. Pasukan Bala Tentara Surgawi, Pasukan TPNPB, semua pejuang Papua siap melayani,” kata Sambom dalam pernyataan tertulis, Kamis.
Sambom menyebut pihaknya juga memiliki persenjataan yang cukup untuk melawan TNI dan Polri.
“Kami akan terus melakukan perlawanan hingga Papua harus merdeka penuh. Moto TPNPB adalah satu pucuk senjata lawan seribu pucuk senjata,” kata Sambom.
Tokoh Masyarakat Papua, Samuel Tabuni, menyerukan kepada pemerintah untuk melindungi warga Papua yang berada di tengah konflik.
“Jangan sampai masyarakat sipil itu menjadi korban, saya takut masyarakat yang tidak bersenjata menjadi mati dengan percuma itu sangat kasihan sekali,” ujarnya kepada BenarNews Jumat.
Menurutnya, konflik bersenjata telah menyebabkan banyak masyarakat mengungsi sehingga terputus dari semua sumber kehidupan.
Aktivis HAM Papua, Yones Douw, mengatakan masyarakat kampung baik dari Distrik Gome dan Distrik Muara Ilaga mengungsi di halaman Kantor Bupati sejak adanya kontak senjata.
“Masyarakat tidak nyaman dengan penempatan pasukan di Ilaga dan penempatan peralatan perang di Ilaga,” ujar Yones.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodawardhani menyebut terdapat 299 kasus yang mengakibatkan 395 orang meninggal dunia dan ribuan terluka akibat tembakan, terkena panah atau senjata tajam dalam konflik yang terjadi di Papua sejak tahun 2010 hingga April 2021.
“Saya ingin menyampaikan mayoritas pelaku kasus tindak kekerasan adalah KKB. Mereka melakukan 188 dari 299 tindak kekerasan yang terdata,” kata Jaleswari dalam webinar, Kamis, merujuk pada data gugus tugas Papua di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
“Kita tahu bahwa di tanah Papua persoalan-persoalan bukan hanya soal kesejahteraan saja tetapi juga kekerasan,” katanya.
Kendati demikian, dia mengklaim saat ini pemerintah tidak lagi menggunakan pendekatan keamanan sebagai satu-satunya jalan penyelesaian konflik di Papua.
Gangguan internet
Sementara itu, Melyana Ratana Pugu, pengajar hubungan internasional di Universitas Cenderawasih di Jayapura, Papua, menuding terjadinya gangguan internet dalam sepekan terakhir sebagai upaya pemerintah untuk membatasi arus komunikasi di provinsi tersebut.
“Sinyal di sini tidak ada sama sekali, saya hanya bisa menelepon, itu pun sering mati. Situasi tidak ada sinyal sudah sejak minggu lalu, saya ingat malam hari, tanggal 28 sinyal tidak ada, saya jadi buta dengan apa yang terjadi,” kata Melyana melalui sambungan telepon pada sebuah sesi diskusi daring, Kamis.
“Seminggu lebih kami di sini bingung, apakah kami masih warga negara Indonesia atau bukan ketika pembatasan internet dilakukan. Karena ini bukan yang pertama, ini sudah berkali-kali,” katanya.
Pada Minggu, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk mengatakan jaringan komunikasi internet di Papua terganggu akibat adanya kabel optik bawah laut Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) yang putus pada 30 April.
Senior Vice President Corporate Communication Telkom Indonesia, Ahmad Reza, mengatakan sambungan telepon dan pesan singkat (SMS) sudah bisa dipulihkan.
"Kami akan terus mengupayakan dan memprioritaskan percepatan agar kualitas layanan kembali normal,” kata juru bicara Telkom Pujo Pramono dalam siaran pers Rabu. (BenarNews)
Gerilyawan menembaki ke arah pasukan keamanan yang tengah berjaga di Ilaga pada Kamis sore, memicu kontak senjata yang berlangsung selama dua jam, ujar Kepala Humas Satgas Nemangkawi, Kombes M. Iqbal Alqudusy.
“Mereka membuang tembakan untuk memancing Polri dan menakuti masyarakat, sasarannya kepada aparat yang ada di Ilaga tetapi kan TNI dan Polri siaga disitu,” kata Iqbal kepada BenarNews, “tembakan sporadis saja, dan bukan baku tembak.”
Iqbal mengatakan ratusan warga lari mengamankan diri sekitar saat kontak tembak Kamis malam.
“Setelah kontak tembak kemarin tidak ada korban, jiwa tapi hari ini [Jumat] masyarakat sudah beraktivitas seperti semula,” katanya.
Sementara itu Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tiba di Papua Kamis malam dan mengunjungi Timika di Kabupaten Mimika untuk bertemu dengan pasukan, kata Iqbal.
“Panglima dan Kapolri hanya mengumpulkan beberapa satuan tugas di sini untuk memperkuat sinergitas TNI dan Polri dan memberi semangat kepada personel yang bertugas di sini,” kata Iqbal.
Mereka dijadwalkan meninggalkan Papua untuk kembali ke Jakarta pada pukul 17.00 WITA Jumat, kata Iqbal.
Iqbal mengatakan Satgas Nemangkawi memang berkomitmen memburu dan menangkap kelompok bersenjata dalam rangka penegakan hukum.
“Dalam keadaan hidup namun kalau mereka melawan kami akan lakukan tindakan terukur karena mereka bersenjata,” katanya.
‘Bukan pasukan khusus’
Kepala penerangan internasional TNI Kolonel Djawara Wimbo mengatakan 400 personel Satuan Tugas Pengamanan Daerah Rawan (Satgas Pamrahwan) dari Batalyon Infanteri 315/Garuda yang akan diberangkatkan ke Papua merupakan bagian dari rotasi normal.
“Mereka bukan pasukan khusus,” kata Whimbo kepada BenarNews, “pasukan itu sudah ada di Papua sejak dulu, jadi itu rotasi saja.”
Whimbo menegaskan TNI tidak akan mengirim pasukan baru yang dikhususkan untuk mengejar kelompok bersenjata.
Saat ini ada total sekitar 7.000 anggota TNI dari semua angkatan di Papua.
Kepala Penerangan Kodam Siliwangi Kolonel Infanteri F.X. Sri Wellyanto mengatakan Rabu bahwa pihaknya telah menyiapkan 400 personel Satgas Pamrahwan, yang juga dijuluki Pasukan Setan, untuk berangkat ke Papua.
Kamis pekan lalu, pemerintah menyatakan gerilyawan di Papua sebagai teroris usai serangkaian bentrok yang menewaskan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) untuk daerah Papua, Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Nugraha Karya dan personel Brimob Bharada Komang Wira Natha.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) juga menyatakan bertanggung jawab atas tewasnya dua guru, seorang tukang ojek dan seorang remaja 16 tahun bulan lalu, TPNPB mengatakan mereka adalah mata-mata aparat keamanan.
Merespons penembakan terhadap Danny, Presiden Joko “Jokowi” Widodo memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan pengejaran dan penangkapan terhadap apa yang disebut “kelompok kriminal bersenjata,” atau disingkat KKB
‘Operasi militer terbesar’
Pemimpin kelompok separatis Papua di pengasingan, Benny Wenda, mengatakan pengerahan pasukan keamanan oleh pemerintah Indonesia ke Papua adalah operasi militer terbesar yang pernah terjadi sejak akhir tahun 1970an.
“Kematian pejabat intelijen Indonesia menjadi pembenaran yang digunakan Indonesia untuk melakukan operasi ini. Bagaimana kematian seorang pejabat tentara terkemuka dapat membenarkan pembunuhan warga sipil dan menyerang desa?” kata Wenda dalam pernyataan yang dimuat pada situs United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Wenda menyerukan kepada PBB, negara-negara Melanesia, Inggris, Australia dan AS untuk turun tangan.
“Kita akan menyaksikan pembantaian lain di Papua Barat. Anda memiliki kekuatan untuk campur tangan dan membantu kami menemukan solusi damai untuk krisis ini,” ujarnya.
Pada akhir 2020, Benny mengumumkan pembentukan “pemerintah sementara Papua Barat” dan menunjuk dirinya sebagai presiden dari pemerintahan tersebut untuk menantang apa yang disebutkan pendudukan sepihak oleh pemerintah Indonesia.
Sementara itu, juru bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), sayap bersenjata Organisasi Papua Merdeka, Sebby Sambom, mengaku tidak gentar dengan rencana pengiriman “Pasukan Setan” ke Papua.
“Pasukan Setan Indonesia, silahkan datang ke Papua. Pasukan Bala Tentara Surgawi, Pasukan TPNPB, semua pejuang Papua siap melayani,” kata Sambom dalam pernyataan tertulis, Kamis.
Sambom menyebut pihaknya juga memiliki persenjataan yang cukup untuk melawan TNI dan Polri.
“Kami akan terus melakukan perlawanan hingga Papua harus merdeka penuh. Moto TPNPB adalah satu pucuk senjata lawan seribu pucuk senjata,” kata Sambom.
Tokoh Masyarakat Papua, Samuel Tabuni, menyerukan kepada pemerintah untuk melindungi warga Papua yang berada di tengah konflik.
“Jangan sampai masyarakat sipil itu menjadi korban, saya takut masyarakat yang tidak bersenjata menjadi mati dengan percuma itu sangat kasihan sekali,” ujarnya kepada BenarNews Jumat.
Menurutnya, konflik bersenjata telah menyebabkan banyak masyarakat mengungsi sehingga terputus dari semua sumber kehidupan.
Aktivis HAM Papua, Yones Douw, mengatakan masyarakat kampung baik dari Distrik Gome dan Distrik Muara Ilaga mengungsi di halaman Kantor Bupati sejak adanya kontak senjata.
“Masyarakat tidak nyaman dengan penempatan pasukan di Ilaga dan penempatan peralatan perang di Ilaga,” ujar Yones.
Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Politik, Hukum, Keamanan dan HAM Jaleswari Pramodawardhani menyebut terdapat 299 kasus yang mengakibatkan 395 orang meninggal dunia dan ribuan terluka akibat tembakan, terkena panah atau senjata tajam dalam konflik yang terjadi di Papua sejak tahun 2010 hingga April 2021.
“Saya ingin menyampaikan mayoritas pelaku kasus tindak kekerasan adalah KKB. Mereka melakukan 188 dari 299 tindak kekerasan yang terdata,” kata Jaleswari dalam webinar, Kamis, merujuk pada data gugus tugas Papua di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
“Kita tahu bahwa di tanah Papua persoalan-persoalan bukan hanya soal kesejahteraan saja tetapi juga kekerasan,” katanya.
Kendati demikian, dia mengklaim saat ini pemerintah tidak lagi menggunakan pendekatan keamanan sebagai satu-satunya jalan penyelesaian konflik di Papua.
Gangguan internet
Sementara itu, Melyana Ratana Pugu, pengajar hubungan internasional di Universitas Cenderawasih di Jayapura, Papua, menuding terjadinya gangguan internet dalam sepekan terakhir sebagai upaya pemerintah untuk membatasi arus komunikasi di provinsi tersebut.
“Sinyal di sini tidak ada sama sekali, saya hanya bisa menelepon, itu pun sering mati. Situasi tidak ada sinyal sudah sejak minggu lalu, saya ingat malam hari, tanggal 28 sinyal tidak ada, saya jadi buta dengan apa yang terjadi,” kata Melyana melalui sambungan telepon pada sebuah sesi diskusi daring, Kamis.
“Seminggu lebih kami di sini bingung, apakah kami masih warga negara Indonesia atau bukan ketika pembatasan internet dilakukan. Karena ini bukan yang pertama, ini sudah berkali-kali,” katanya.
Pada Minggu, PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Tbk mengatakan jaringan komunikasi internet di Papua terganggu akibat adanya kabel optik bawah laut Sulawesi Maluku Papua Cable System (SMPCS) yang putus pada 30 April.
Senior Vice President Corporate Communication Telkom Indonesia, Ahmad Reza, mengatakan sambungan telepon dan pesan singkat (SMS) sudah bisa dipulihkan.
"Kami akan terus mengupayakan dan memprioritaskan percepatan agar kualitas layanan kembali normal,” kata juru bicara Telkom Pujo Pramono dalam siaran pers Rabu. (BenarNews)