Dubes Vanuatu untuk PBB, Sumbue Antas Laporkan Kasus Penembakan Pendeta Yeremia Zanambani di Intan Jaya
JENEWA, LELEMUKU.COM - Duta Besar dan Wakil Tetap Vanuatu pada sesi ke-45 Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, melaporkan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa adanya peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Provinsi Papua.
Dihadapan Presiden Dewan HAM PBB Elizabeth Tichy, ia mengatakan bahwa kasus pelanggaran HAM, rasisme dan aksi kekerasan yang terjadi di Kabupaten Intan Jaya pada pekan lalu telah menewaskan seorang pendeta bernama Yeremia Zanambani.
"Vanuatu mencatat bahwa laporan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia tidak membahas kekerasan dan diskriminasi masyarakat adat Papua Barat di Indonesia, yang ingin hidup bebas dari diskriminasi rasial dan martabat seperti semua manusia lainnya," kata Dubes melalui juru bicaranya, Antonella Picone pada acara dialog dengan pelapor khusus masyarakat adat di sidang ke-45 Dewan HAM PBB, Jumat 25 September 2020 waktu setempat
Antas berharap Dewan HAM PBB dapat memperhatikan keberadaan suku asli Papua yang ada di Indonesia sebab menurutnya, mereka berhak hidup aman dan bebas dari diskriminasi ras sesuai budayanya.
"Hak-hak masyarakat adat West Papua atas kebebasan adalah hak asasi manusia - untuk hidup damai, agar budaya dan tanah mereka dihormati dan lingkungan mereka dilindungi. Sayangnya, hak-hak ini terancam oleh gelombang baru kekerasan terhadap orang Papua selama beberapa waktu minggu terakhir. Beberapa hari lalu dilaporkan bahwa seorang Pendeta dari gereja lokal, Yeremias Zanambani, dibunuh oleh Kesatuan Militer Indonesia di Intan Jaya," papar dia.
Ia juga menyayangkan kasus itu bukan kasus yang baru. Dilaporkan sebelum Pendeta Zanambani, telah ada dua pendeta lainnya yang juga menjadi korban kekerasan.
"Sayangnya, ini bukan kasus yang terisolasi. Dunia harus mengakui situasi yang tidak dapat diterima ini dan eskalasi militer dan kekerasan insiden harus dikutuk," lanjut Dubes dalam pesannya.
Pihaknya berharap kepada Komite Hak Asasi Manusia, di bawah Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik pada 2 September 2020, agar meminta pemerintah Indonesia untuk memberikan informasi tentang ini dan masalah sipil, politik dan hak asasi manusia terkait lainnya.
Selain itu, sebagaimana disepakati oleh Pacific Leaders Forum (PIF) pada 2019, Vanuatu meminta Indonesia untuk mewujudkannya kewajiban hak asasi manusia internasional dan segera memfasilitasi kunjungan Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia sehingga dia dapat menyelesaikan laporan ke Dewan tentang situasi di West Papua.
'Kami, Vanuatu, berkomitmen pada kesetaraan manusia dan akan bekerja sama dengan negara bagian dan pemangku kepentingan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia untuk semua dan mendesak semua orang untuk memastikan semua pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran terhadap masyarakat adat diselidiki untuk mengambil tindakan guna mencegah insiden semacam itu," tutup dia.
Penembakan Pendeta Yeremia Zanambani adalah kasus pembunuhan ketiga setelah Pendeta Geyimin Nirigi dan Pendeta Elisa Tabuni. Penembakan yang menargetkan pendeta di Intan Jaya telah terjadi sejak 2004 lalua.
Pendeta Zanambani sendiri ditembak saat berjalan menuju ke kandang babi miliknya pada hari Sabtu, pada saat bersamaan dengan operasi militer pasca penyerangan bersenjata dikawasan tersebut.
Pendeta Zanambani adalah kepala sekolah teologi di distrik Hitadipa di Intan Jaya dan seorang pendeta di Gereja Kristen Injili Indonesia (GKII) Jemaat Imanuel Hutadipa. Ia juga seorang penerjemah Alkitab dan pemimpin komunitas suku Moni.
Terkait pelaku penembakan baik pihak TNI dan kelompok separatis bersenjata menyangkali hal itu. Sementara beberapa lembaga hak asasi manusia telah meminta pemerintah untuk membuka penyelidikan independen untuk menjelaskan kejelasan peristiwa tersebut. (Albert Batlayeri)