Pemprov Papua Barat Komitmen Laksanakan Pembangunan Berbasis Hijau, Ekonomi Biru dan Jingga
pada tanggal
Thursday, 20 June 2019
MANOKWARI, LELEMUKU.COM – Terpilihnya Manokwari sebagai tuan rumah penyelenggaraan sosialisasi skema peluang pendanaan perubahan iklim global telah sejalan dengan komitmen Pemerintah Daerah untuk merevisi rencana tata ruang wilayah. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) pembangunan berkelanjutan di Papua Barat untuk melindungi minimal 70 persen kawasan hutan dan ekosistem esensial dari total luasan daratan daerah ini yang saat ini baru mencapai 36 persen.
Dengan terlaksananya revisi RTRW ini, maka sudah jelas banyaknya kawasan hutan didaerah Papua Barat berada dalam kawasan hutan lindung dan secara langsung Pemprov. Papua Barat telah melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Demikian dikatakan Sekda Papua Barat Drs. Nataniel D. Mandacan, M.Si ketika membacakan sambutan Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan pada acara Pembukaan Lokakarya Sosialisasi Peluang Pendanaan Iklim Global Rabu (19/062019) pada salah satu Hotel di Manokwari – Papua Barat.
Nataniel Mandacan mengatakan bahwa, Pemprov. Papua Barat akan tetap berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan yang bertumpu pada pengembangan ekonomi Berbasis Hijau (Berbasis Lahan), Ekonomi Biru (Berbasis Lanjutan) dan Ekonomi Jingga (Berbasis Kreatifitas dan Inovasi), dimana ekowisata dan pertanian berkelanjutan dengan sistem komoditas lokal menjadi prioritas.
Lebih lanjut Sekda menjelaskan, sebuah tindakan nyata dan langkah berani yang telah kami lakukan dalam mengkaji ulang proses pemberian ijin konversi lahan dan hutan berskala besar untuk perkebunan kelapa sawit dan pembalakan hutan adalah salah satu penyebab utama peningkatan emisi rumah kaca.
“Dengan melakukan hal ini, kami telah berkontribusi terhadap pencapaian komitmen Nasional (NDC) Indonesia terhadap Persetujuan Paris,” tutur Nataniel.
Nataniel Mandacan juga menyampaikan bahwa, pada tanggal 7 Juni 2019 lalu pada Workshop di Universitas California Los Angeles USA, dirinya telah mengumumkan secara resmi pembentukan inisiatif baru kawasan strategis Pemprov. Papua Barat yang berfungsi lindung, yakni Kawasan mahkota permata tanah papua (Crown Jewel Of Tanah Papua).
Kawasan hutan ini adalah pengembangan dari hutan lindung yang berada pada 4 wilayah yakni Kabupaten Tambrauw, Pegunungan Arfak, Manokwari dan Kabupaten Bintuni, maka dengan penambahan koridor untuk menyatukan luas wilayah 2.314.804,28 Hektar atau 23 Persen dari total luas daratan Provinsi Papua Barat.
Nataniel juga menerangkan bahwa mahkota permata tanah papua terdiri dari kawasan yang berfungsi sebagai penyanggah dan budidaya seluas 716.793,93 Hektar, dimana lahan ini akan dikelola secara terpadu dan berkelanjutan untuk menjaga, melindungi maupun melestarikan kawasan berfungsi lindung seluas 1.598.010,35 Hektar.
Nataniel Mandacan berharap peluang pendanaan perubahan iklim global ini dapat menjadi salah satu solusi untuk peningkatan pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan, dimana tidak hanya berlaku di Papua Barat namun dapat berlaku pula di Provinsi lainnya di Indonesia terutama pada kawasan Indonesia Timur, baik itu lewat proyek mitigasi (Pencegahan Perubahan Iklim) maupun proyek adaptasi (Penyesuaian Akibat Perubahan Iklim).
“Mudah-mudahan dalam kegiatan ini akan dihasilkan usulan rencana kegiatan yang layak mendapat pembiayaan dari skema pendanaan iklim global, dan selanjutnya akan menjadi pembuktian bahwa konservasi dan perlindungan alam bisa sejalan dengan pembangunan ekonomi,” tutup Nataniel.
Sementara itu Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, Noor Syaifudin menyatakan, GCF telah didirikan sejak tahun 2010 lalu dengan pendanaan multilateral perubahan iklim terbesar di dunia yakni 10,3 miliar US$ yang pembiayaannya pada sektor publik dan suwasta dalam bentuk pinjaman lunak, ekuitas dan hibah.
“Pendanaan dari GCF dapat di gunakan untuk pembiayaan program pembangunan berkelanjutan untuk capaian target mengurangi emisi (mitigasi) seperti energi terbarukan, pemanfaatan hutan, transportasi maupun pengembangan kawasan hutan,” ujar Noor Syaifudin. (HumasPapuaBarat)
Dengan terlaksananya revisi RTRW ini, maka sudah jelas banyaknya kawasan hutan didaerah Papua Barat berada dalam kawasan hutan lindung dan secara langsung Pemprov. Papua Barat telah melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim.
Demikian dikatakan Sekda Papua Barat Drs. Nataniel D. Mandacan, M.Si ketika membacakan sambutan Gubernur Papua Barat Drs. Dominggus Mandacan pada acara Pembukaan Lokakarya Sosialisasi Peluang Pendanaan Iklim Global Rabu (19/062019) pada salah satu Hotel di Manokwari – Papua Barat.
Nataniel Mandacan mengatakan bahwa, Pemprov. Papua Barat akan tetap berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan yang bertumpu pada pengembangan ekonomi Berbasis Hijau (Berbasis Lahan), Ekonomi Biru (Berbasis Lanjutan) dan Ekonomi Jingga (Berbasis Kreatifitas dan Inovasi), dimana ekowisata dan pertanian berkelanjutan dengan sistem komoditas lokal menjadi prioritas.
Lebih lanjut Sekda menjelaskan, sebuah tindakan nyata dan langkah berani yang telah kami lakukan dalam mengkaji ulang proses pemberian ijin konversi lahan dan hutan berskala besar untuk perkebunan kelapa sawit dan pembalakan hutan adalah salah satu penyebab utama peningkatan emisi rumah kaca.
“Dengan melakukan hal ini, kami telah berkontribusi terhadap pencapaian komitmen Nasional (NDC) Indonesia terhadap Persetujuan Paris,” tutur Nataniel.
Nataniel Mandacan juga menyampaikan bahwa, pada tanggal 7 Juni 2019 lalu pada Workshop di Universitas California Los Angeles USA, dirinya telah mengumumkan secara resmi pembentukan inisiatif baru kawasan strategis Pemprov. Papua Barat yang berfungsi lindung, yakni Kawasan mahkota permata tanah papua (Crown Jewel Of Tanah Papua).
Kawasan hutan ini adalah pengembangan dari hutan lindung yang berada pada 4 wilayah yakni Kabupaten Tambrauw, Pegunungan Arfak, Manokwari dan Kabupaten Bintuni, maka dengan penambahan koridor untuk menyatukan luas wilayah 2.314.804,28 Hektar atau 23 Persen dari total luas daratan Provinsi Papua Barat.
Nataniel juga menerangkan bahwa mahkota permata tanah papua terdiri dari kawasan yang berfungsi sebagai penyanggah dan budidaya seluas 716.793,93 Hektar, dimana lahan ini akan dikelola secara terpadu dan berkelanjutan untuk menjaga, melindungi maupun melestarikan kawasan berfungsi lindung seluas 1.598.010,35 Hektar.
Nataniel Mandacan berharap peluang pendanaan perubahan iklim global ini dapat menjadi salah satu solusi untuk peningkatan pelestarian alam dan pembangunan berkelanjutan, dimana tidak hanya berlaku di Papua Barat namun dapat berlaku pula di Provinsi lainnya di Indonesia terutama pada kawasan Indonesia Timur, baik itu lewat proyek mitigasi (Pencegahan Perubahan Iklim) maupun proyek adaptasi (Penyesuaian Akibat Perubahan Iklim).
“Mudah-mudahan dalam kegiatan ini akan dihasilkan usulan rencana kegiatan yang layak mendapat pembiayaan dari skema pendanaan iklim global, dan selanjutnya akan menjadi pembuktian bahwa konservasi dan perlindungan alam bisa sejalan dengan pembangunan ekonomi,” tutup Nataniel.
Sementara itu Badan Kebijakan Fiskal, Kementrian Keuangan RI, Noor Syaifudin menyatakan, GCF telah didirikan sejak tahun 2010 lalu dengan pendanaan multilateral perubahan iklim terbesar di dunia yakni 10,3 miliar US$ yang pembiayaannya pada sektor publik dan suwasta dalam bentuk pinjaman lunak, ekuitas dan hibah.
“Pendanaan dari GCF dapat di gunakan untuk pembiayaan program pembangunan berkelanjutan untuk capaian target mengurangi emisi (mitigasi) seperti energi terbarukan, pemanfaatan hutan, transportasi maupun pengembangan kawasan hutan,” ujar Noor Syaifudin. (HumasPapuaBarat)