Perjuangkan Hak dan Perlindungan Anak dan Perempuan, Dewan Adat Papua Gelar Pertemuan
pada tanggal
Friday, 26 October 2018
BIAK, LELEMUKU.COM - Dewan Adat Papua (DAP) dengan Pokja Perempuan, bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Biak Numfor, Provinsi Papua sebagai mitra dari Kementerian PPPA RI terus berupaya melakukan gerakan sebagai kepedulian dan penyelamatan atas hak dan kebebasan bagi anak dan perempuan, khususnya yang ada di Kabupaten Biak Numfor pada Rabu (24/10).
Keguatan yang mempertemuan multi pihak antara Pemerintah, Masyarakat, LSM, Tokah Agama, Tokoh Adat, serta Kelompok Kerja Anak di Intsia Hotel selama sehari penuh yang dibuka oleh Asisten II Ferry Bettay mewakili Plt.Bupati Biak Numfor.
"Perlindungan anak bukan berarti anak itu salah namun bagaimana orang tua belajar memahami cara mendidik anak menyesuaikan dengan era saat ini, dengan menanamkan nilai agama, budaya kepada anak, dengan begitu orang tua diminta menjadi contoh yang benar bagi anak-anak" ujar Plt.Bupati dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Asisten II.
Diakui Ketua III DAP, George Wayasu bahwa, persoalan anak dan perempuan menjadi perhatian nasional dan sebagai komitmen Dewan Adat bahwa, penyelematan orang Papua, Hutan, Tanah dan Sumber Daya Alam maka lewat pertemuan dengan Kementerian PPA untuk mendengar pendapat dari semua pihak terkait bagaiman cara yang paling tepat menangani persoalan tersebut.
"Disitulah ada kerjasama yang ditindaklanjuti dengan pembentukan pokja perempuan dan anak supaya lebih
teknis akan bekerja dengan tetap melibatkan semua pihak," jelas George Wayasu.
Karena itu, kami berharap Pemerintah Daerah Biak Numfor membantu fasilitas penunjang dan pendanaan melalui SKPD yang terkait dengan penanganan sosial, pendidikan serta pemberdayaan, juga perlindungan bagi anak dan perempuan secara bersama-sama bekerja dengan forum yang sudah terbentuk.
"Grand Design besar, di mana Manokwari mewakili Papua Barat, sedangkan Wamena mewakili Papua, namun karakterisasi budaya masing-masing kita berbeda maka kita tidak bisa menjeneralkan Manokwari dan Wamena sebagai konsep melihat kondisi perempuan dan anak hari ini, maka kami menyepakati berkeliling pada 7 wilayah adat untuk setiap kabupaten dan kota, di antaranya yang sudah jalan di wamena, Manokwari, Biak, Kaimana, Kerom, Dogiyai, dan Merauke, dengan harapan di tahun 2018 kami punya konsep keterwakilan dari 7 wilayah adat tersebut," ujar Ketua Pokja Perempuan DAP Eirene Waromi.
Ia menambahkan banyak kegiatan yang sudah dilakukan pemerintah pusat dan daerah hingga LSM namun menurut data nasional Index Pembangunan Manusia (IPM) di seluruh Indonesia bahwa Papua dan Papua Barat berada di titik terendah.
"Dengan demikian kami coba kaji satu persatu akar permasalahannya pada tiap daerah berdasarkan budayanya karena kami melihat ada semacam pergeseran sehingga hari ini orang Papua sudah tidak mengerti lagi budayanya kemudian menjadi lemah sehingga kami mulai dari assessment dengan berfokus pada perubahan perilaku selanjutnya perencanaan program (isu yang tepat bagi anak dan perempuan) yang nantinya akan menghasilkan rekomendasi yang pasti akan kami kawal sampai di tingkat kebijakan dengan dimonitoring oleh DAP dan daerah juga masyarakat," tambah Eirene Waromi.
Di akhir pertemuan dipaparkan hasil penelitian oleh Pokja DAP, Imelda Baransano yang menegaskan pihaknya melakukan penelitian dan berbicara langsung dengan masyarakat.
"Disitulah kami bertanya, apa yang berubah dalam masyarakat, lalu tiap-tiap orang menjawab bahwa, perubahan paling menonjol terjadi pada anak, di mana anak sebagai penerus marga tidak lagi dijaga dengan baik hari ini, karena orang tua sibuk dengan kegiatan/pekerjaan, kemudian ketika orang tua ada di rumah tidak lagi membangun komunikasi atau berbicara dengan keluarga sehingga anak-anak dibiarkan bermain di luar rumah tanpa pengawasan," kata dia.
Salah satu contohnya, meneurut Imelda, yang terjadi pada anak adalah ada salah satu anak di Biak Timur meninggal karena mengonsumsi campuran pembalut dengan miras, tidak itu saja ada juga oknum ibu tiri yang menikah dengan anak tirinya, dan di wilayah Biak Utara ditemukan, salah satu bapak kandung yang kawin dengan anak kandungnya sendiri.
"Dan ketika di bawah ke wilayah adat maka terjadi "pembayaran malu" dan selesai sampai di situ saja dan tidak ada pengajaran bahkan pendidikan adat yang semestinya harus dilakukan secara bersama dengan agama maupun pemerintah untuk membantu anak dengan posisi yang ia alami,Apakah realita ini akan kita biarkan," tanya dia.
Sehingga menurut Imelda, tahun 2018 ini pihaknya akan mendalaminya lewat kegiatan penyedia layanan dan kegiatan atau forum lewat pembentukan "Forum Kyadiren" atau Perlindungan Anak supaya dapat menolong masyarakat untuk mengakomodir kepentingan anak di Biak supaya persoalan-persoalan anak yang ditemui diselesaikan.
"Oleh sebab itu lewat pertemuan multi pihak lahir perencanaan yang murni dari dan untuk masyarakat itu sendiri," papar dia. (HumasBiakNumfor)