Tim Kantor Staf Presiden Verifikasi Lapangan Penanggulangan KLB Campak dan Gizi Buruk di Asmat
pada tanggal
Thursday, 25 January 2018
AGATS, PAPUA.US - Mama Melanie Basan merupakan satu-satunya kader kesehatan di Kampung As-Atat (gabungan panggilan kampung As dan kampung Atat). Di kampung yang harus ditempuh tiga jam dengan perahu motor dari Kota Agats –ibukota Kabupaten Asmat, Papua ini, Mama Lani menjadi tumpuan kesehatan masyarakat dan melayani 400 jiwa penduduk kampung meski ia hanya lulusan sekolah dasar.
Di akhir tahun lalu, ada sebelas anak di Kampung As-Atat yang meninggal dalam tiga hari karena terkena penyakit campak. Mama Lani melaporkan, namun tenaga kesehatan tidak kunjung datang dan dia tidak tahu harus berbuat bagaimana. Kampung As-atat memiliki korban jiwa terbesar karena campak sebanyak 37 jiwa dari 69 jiwa di kabupaten Asmat.
Tim Kantor Staf Presiden yang terdiri dari Jaleswari Pramodhawardani, Sylvana M Apituley, Bimo Wijayanto dan Theresia Sembiring, melakukan verifikasi lapangan upaya-upaya penanggulangan KLB Campak dan Gizi Buruk di Kabupaten Asmat pada 16-20 Januari 2018.
Tim KSP antara lain menggelar rapat koordinasi yang dihadiri oleh Kapolda Papua, Danrem 174/ATW, Tim Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Sekda Kabupaten Asmat, Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Dinas Sosial kabupaten Asmat, DPRD Kabupaten Asmat, Uskup Gereja Katolik Asmat, Dewan Adat Asmat.
tes1“Rapat diadakan setiap hari di Posko Satgas KLB Campak dan Gizi Buruk di kota Agats dan dipimpin langsung oleh Bupati Asmat. Pada rapat ini disepakati bahwa akan dilaksanakan strategi penanggulangan dalam jangka pendek dan jangka menengah dan panjang,” kata Bimo Wijayanto, salah seorang anggota tim.
Tim juga mengunjungi beberapa kampung untuk melihat pelayanan kesehatan yang ada dan kondisi kampung dan masyarakat seperti di daerah Atsj dan As-Atat.
Bimo Wijayanto mengakui semua kementerian, lembaga dan pemerintah daerah sudah bekerja sesuai dengan wilayahnya masing-masing dan saling berkoordinasi.
Namun, Bimo juga mengingatkan perlu adanya tindaklanjut penanganan KLB ini dengan memperhatikan budaya masyarakat, agar program imunisasi terhadap anak ini bisa berhasil di Asmat.
Strategi atasi gizi buruk
Rekomendasi dari Kantor Staf Presiden yakni strategi jangka pendek adengan melakukan penanganan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak dengan metoda kerja temu cepat, respon cepat, dan rujuk cepat. “Ditargetkan upaya ini dilaksanakan dalam waktu sebulan. Bersama dengan itu juga akan dilaksanakan Pencegahan melalui pelaksanaan imunisasi dengan pemberian vaksin campak, disertai tambahan vaksin lain termasuk obat cacing dan vitamin A,” papar Theresia Sembiring.
Terkhusus untuk penangan gizi buruk ada dua langkah yang akan diambil. Sebagai bagian dari Penangangan, maka kasus gizi buruk dirujuk ke RSUD Agats. Namun permasalahan gizi buruk tidak terjadi dalam satu malam dan tidak dapat diselesaikan hanya di fasilitas kesehatan manapun.
Gizi buruk yang melanda Kab Asmat dan banyak tempat terisolir di Papua disebakan karena gagalnya pembangunan yang mendasar. Infrastruktur sanitasi dan air bersih tidak memadai yang memperburuk status kesehatan. Lebih dari 70 persen rumah tangga masih tidak memiliki akses ke air bersih. Masyarakat masih bergantung pada air rawa. Selain itu, akses jalan yang tidak ada atau minim menyulitkan penyediaan pelayanan kesehatan ataupun akses terhadap pangan dan pasar.
Sebagai contoh, untuk mencapai kota Agats, perlu naik pesawat kecil dari Timika ke Ewer lalu naik perahu motor 45 menit dari Ewer. Akses komunikasi pun sangat sulit. “Selain itu juga pola hidup dan asuh yang tidak menunjang kesehatan dan kebersihan,” tambah Sylvana Maria Apituley.
Masyarakat Asmat adalah bangsa peramu yang hidup berpindah-pindah, tidak hanya di kampung tapi mereka juga melewatkan waktu yang lama di Bifak-Bifak sepanjang rawa-rawa. Masyarakat Asmat bergantung pada hasil alam dan masih belum mampu mengolah gizi secara optimal.
Bupati Asmat Elisa Kambu mengungkapkan bahwa kasus KLB campak dan gizi buruk ini terjadi sejak September 2017 dan pada akhir Desember baru diketahui. Bupati menyebutkan pemerintah kabupaten memiliki satu RSUD tipe D dan 16 puskemas, namun hanya tujuh puskesmas saja yang memiliki dokter. Sedangkan jumlah dokter yang bertugas di Asmat sebanyak 12 dokter umum dan satu dokter spesialis bedah dari Program Nusantara Sehat Kementerian Kesehatan.
Bupati Asmat mengakui sangat terbantu dengan pemerintah pusat yang langsung mengirimkan bantuan, terutama TNI yang mengirim tim medis dan bantuan obat-obatan, diikuti pula dari Tim Kesehatan Polda Papua, Kemenkes, dan Kemensos yang juga memberikan bantuan sembako dan dari Pemerintah Kota Surabaya.
Untuk mengatasi permasalahan gizi buruk ini, selain dibutuhkan pembangunan infrasturktur yang mendukung, tapi juga pendampingan masyarakat yang baik dan culturally sensitive dalam mendorong pola hidup yang mengedepankan kesehatan, kebersihan serta meningkatkan kemampuan pengolahan makanan untuk mendapatkan gizi yang optimal.
“Kami di sini untuk menemani, mendukung dan menegaskan bahwa negara hadir di Tanah Papua. Papua tidak pernah dilupakan di hati Presiden,” kata Sylvana.
Pelaksanaan aksi dari strategi ini memerlukan sinergi yang kuat antara Kementerian/Lembaga/Daerah, termasuk juga pelaksanaan evaluasi terhadap kebijakan-kebijakan afirmatif ataupun pelaksanaan otonomi daerah. Selain dari itu dengan ditekennya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor: 9 Tahun 2017 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Pembenahan di bidang kesehatan dan pendidikan, pengembangan ekonomi lokal, infrastruktur dasar, infrastruktur digital, serta konektivitas dipercepat penyelesaiannya.
Tim Penanganan Bencana Asmat Kantor Staf Presiden sendiri terdiri dari gabungan dua kedeputian, yakni Kedeputian II dan Kedeputian V, yang selain melibatkan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho dan Deputi V Jaleswari Pramodhawardani, juga beranggotakan Tenaga Ahli Sylvana Apituley, Bimo Wijayanto, Theresia Sembiring, Theofransus Litaay dan Catur Aryanto.
“Untuk selanjutnya, tim ini akan melibatkan para tenaga profesional terkait lainnya di KSP untuk secara lintas Kedeputian melakukan monitoring lapangan terhadap penanganan masalah ini,” kata Theofransus Litaay. (KantorStafPresiden)