Tenaga Kesehatan di Sarmi dan Keerom Mogok, UP2KP Kirim Tim Investigasi
pada tanggal
Thursday, 6 April 2017
KOTA JAYAPURA - Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) menurunkan tim untuk menginvestigasi mogok kerja tenaga perawat, bidan, dan dokter di Kabupaten Sarmi dan Keerom.
Kepala Bidang Kesektariatan UP2KP Alexander Krisifu di Jayapura, Rabu, mengemukakan pihaknya menurunkan tim investigasi itu untuk mencari tahu alasan mogok kerja mereka.
Berdasarkan laporan yang diterima, kata dia, di Sarmi para dokter, perawat, dan bidan menggelar aksi demo dan mogok kerja sudah selama tiga hari karena insentif mereka belum dibayar.
"Kalau insentif yang resmi di pagu anggaran di DPA saja tidak dibayar ya apalagi jasa-jasa lainnya," ujarnya.
Pihaknya menyesalkan aksi mogok kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja kesehatan di kabupaten tersebut.
"Ini sangat kita sesalkan terjadi di saat dana otsus 80 persen ke kabupaten-kabupaten," ujarnya.
Alexander menuturkan kejadian yang sama juga terjadi di Kabupaten Keerom. Para bidan dan perawat di Puskesmas Arso Barat dan Arso III pada Maret 2017 mengancam mogok kerja karena insentifnya belum dibayarkan oleh pemerintah kabupaten setempat.
Kepala Bidang Penanganan Pengaduan UP2KP Kamelius Logo mengatakan pihaknya sudah membentuk dua tim dan siap turun ke dua daerah itu.
"Kami sudah bentuk tim dan siap turun. Tapi kami imbau kepada para kepala daerah, baik di wilayah Korowai, Sarmi, dan Keerom agar memperhatikan tuntutan dan demonstrasi itu," ujarnya.
Ia mengataka dana kesehatan di era Gubernur Lukas sudah mengalir ke kabupaten, sehingga tak ada alasan untuk tidak memperhatikan hak rakyat dan para tenaga kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Papua Aloysius Giyai ketika dikonfirmasi dari Jayapura, mengatakan menyayangkan terjadinya kasus demonstrasi dan mogok kerja tenaga kesehatan.
Sebab, katanya, berkat perjuangan tim Dinkes Papua dan UP2KP, selain dana otsus, juga ada dana DAK bidang kesehatan Rp1,4 triliun untuk Tahun Anggaran 2016 dan Rp1,7 triliun untuk Tahun Anggaran 2017 yang sudah terbagi habis ke dinas kesehatan dan seluruh rumah sakit daerah di 29 kabupaten/kota se-Provinsi Papua.
"Oleh karena itu pemda setempat wajib layani masyarakat dan bayar hak tenaga kesehatan. Dana besar sekali ke kabupaten, ditambah lagi dana BPJS, KPS, BOK semua-nya jatuh di RSUD dan puskesmas. Masa tidak bisa bayar intensif para tenaga kesehatan?," ujarnya.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, kata dia, fungsi Dinkes Papua hanya melakukan pembinaan, sedangkan yang lainya diatur oleh pemerintah kabupaten.
"Jadi kami minta keseriusan pemda setempat selesaikan kasus ini," ujarnya. (antara)
Kepala Bidang Kesektariatan UP2KP Alexander Krisifu di Jayapura, Rabu, mengemukakan pihaknya menurunkan tim investigasi itu untuk mencari tahu alasan mogok kerja mereka.
Berdasarkan laporan yang diterima, kata dia, di Sarmi para dokter, perawat, dan bidan menggelar aksi demo dan mogok kerja sudah selama tiga hari karena insentif mereka belum dibayar.
"Kalau insentif yang resmi di pagu anggaran di DPA saja tidak dibayar ya apalagi jasa-jasa lainnya," ujarnya.
Pihaknya menyesalkan aksi mogok kerja yang dilakukan oleh tenaga kerja kesehatan di kabupaten tersebut.
"Ini sangat kita sesalkan terjadi di saat dana otsus 80 persen ke kabupaten-kabupaten," ujarnya.
Alexander menuturkan kejadian yang sama juga terjadi di Kabupaten Keerom. Para bidan dan perawat di Puskesmas Arso Barat dan Arso III pada Maret 2017 mengancam mogok kerja karena insentifnya belum dibayarkan oleh pemerintah kabupaten setempat.
Kepala Bidang Penanganan Pengaduan UP2KP Kamelius Logo mengatakan pihaknya sudah membentuk dua tim dan siap turun ke dua daerah itu.
"Kami sudah bentuk tim dan siap turun. Tapi kami imbau kepada para kepala daerah, baik di wilayah Korowai, Sarmi, dan Keerom agar memperhatikan tuntutan dan demonstrasi itu," ujarnya.
Ia mengataka dana kesehatan di era Gubernur Lukas sudah mengalir ke kabupaten, sehingga tak ada alasan untuk tidak memperhatikan hak rakyat dan para tenaga kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan Papua Aloysius Giyai ketika dikonfirmasi dari Jayapura, mengatakan menyayangkan terjadinya kasus demonstrasi dan mogok kerja tenaga kesehatan.
Sebab, katanya, berkat perjuangan tim Dinkes Papua dan UP2KP, selain dana otsus, juga ada dana DAK bidang kesehatan Rp1,4 triliun untuk Tahun Anggaran 2016 dan Rp1,7 triliun untuk Tahun Anggaran 2017 yang sudah terbagi habis ke dinas kesehatan dan seluruh rumah sakit daerah di 29 kabupaten/kota se-Provinsi Papua.
"Oleh karena itu pemda setempat wajib layani masyarakat dan bayar hak tenaga kesehatan. Dana besar sekali ke kabupaten, ditambah lagi dana BPJS, KPS, BOK semua-nya jatuh di RSUD dan puskesmas. Masa tidak bisa bayar intensif para tenaga kesehatan?," ujarnya.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, kata dia, fungsi Dinkes Papua hanya melakukan pembinaan, sedangkan yang lainya diatur oleh pemerintah kabupaten.
"Jadi kami minta keseriusan pemda setempat selesaikan kasus ini," ujarnya. (antara)