Sarang Penyu di Kaimana Menyusut Drastis
pada tanggal
Friday, 28 April 2017
MANOKWARI - Sarang penyu di wilayah pesisir pantai Kabupaten Kaimana, Papua Barat, terus menurun sejak tahun 2008 hingga 2016.
Koordinator Komunikasi Konservasi Indonesia Kaimana Ping Machmud, Selasa, mengatakan, dari penelitian yang dilakukan Universitas Papua bersama CI tahun lalu terungkap sarang penyu pada tahun 2016 tersisa 1.500 "Penurunan berlangsung drastis. Dulu pertahun bisa berada pada kisaran 15.000 sarang. Seperti pada tahun 2008 lalu masih ada sekitar 15.000 sarang. Pada 2011 turun jadi 2000 sarang dan 2016 tersisa 1.500, " kata dia.
Dari penelitian tersebut, penurunan penyu dan sarangnya terjadi karena beberapa faktor, yakni aktivitas predator, manusia dan kondisi lingkungan.
Dia menyebutkan, ancaman terbesar atas habitat dan populasi penyu di daerah tersebut adalah perilaku manusia, baik di laut maupun lokasi peneluran.
"Seperti penggunaan alat kerja nelayan yang tidak ramah lingkungan. Ini cukup mengancam kelangsungan hidup penyu," kata dia.
Selain itu, sampah atau limbah rumah tangga memberi dampak signifikan terhadap perkembangbiakan penyu. Sampah plastik misalnya, dapat menyebabkan kematian.
Dia mengajak masyarakat dan seluruh pihak menjaga habitat dan populasi penyu di daerah tersebut. Hal ini dapat mendukung upaya daerah dalam mengembangkan sektor pariwisata.
"Terdapat tujuh jenis penyu di dunia, enam diantaranya berada di Indonesia dan empat dari enam jenis penyu itu bisa kita temui di Papua Barat. Ada penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang dan penyu belimbing, " kata dia.
Ia juga mengajak masyarakat tidak mengkonsumsi daging maupun telur penyu. Sesuai penelitian Unipa, dampak buruk mengkonsumsi penyu lebih banyak dibanding manfaatnya.
"Mengkonsumi daging penyu tidak menambah vitalitas tetapi sebaliknya berpotensi membawa berbagai penyakit kronis bagi mereka yang secara rutin memakannya," ujarnya lagi. (antara)
Koordinator Komunikasi Konservasi Indonesia Kaimana Ping Machmud, Selasa, mengatakan, dari penelitian yang dilakukan Universitas Papua bersama CI tahun lalu terungkap sarang penyu pada tahun 2016 tersisa 1.500 "Penurunan berlangsung drastis. Dulu pertahun bisa berada pada kisaran 15.000 sarang. Seperti pada tahun 2008 lalu masih ada sekitar 15.000 sarang. Pada 2011 turun jadi 2000 sarang dan 2016 tersisa 1.500, " kata dia.
Dari penelitian tersebut, penurunan penyu dan sarangnya terjadi karena beberapa faktor, yakni aktivitas predator, manusia dan kondisi lingkungan.
Dia menyebutkan, ancaman terbesar atas habitat dan populasi penyu di daerah tersebut adalah perilaku manusia, baik di laut maupun lokasi peneluran.
"Seperti penggunaan alat kerja nelayan yang tidak ramah lingkungan. Ini cukup mengancam kelangsungan hidup penyu," kata dia.
Selain itu, sampah atau limbah rumah tangga memberi dampak signifikan terhadap perkembangbiakan penyu. Sampah plastik misalnya, dapat menyebabkan kematian.
Dia mengajak masyarakat dan seluruh pihak menjaga habitat dan populasi penyu di daerah tersebut. Hal ini dapat mendukung upaya daerah dalam mengembangkan sektor pariwisata.
"Terdapat tujuh jenis penyu di dunia, enam diantaranya berada di Indonesia dan empat dari enam jenis penyu itu bisa kita temui di Papua Barat. Ada penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang dan penyu belimbing, " kata dia.
Ia juga mengajak masyarakat tidak mengkonsumsi daging maupun telur penyu. Sesuai penelitian Unipa, dampak buruk mengkonsumsi penyu lebih banyak dibanding manfaatnya.
"Mengkonsumi daging penyu tidak menambah vitalitas tetapi sebaliknya berpotensi membawa berbagai penyakit kronis bagi mereka yang secara rutin memakannya," ujarnya lagi. (antara)