Operasional PTFI Sudah Kembali Normal
pada tanggal
Friday, 28 April 2017
TIMIKA (MIMIKA) - Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Polisi Paulus Waterpauw menegaskan bahwa operasi pertambangan PT Freeport Indonesia di Tembagapura, Mimika kini sudah normal kembali setelah sempat terganggu beberapa bulan sejak terhentinya kegiatan eksport konsentrat pada 12 Januari 2017.
"Saat ini boleh dikatakan produktivitas PT Freeport sudah normal kembali. Kemarin (Senin), saya keliling pertambangan Freeport dengan manajemen. Mereka menunjukkan ke saya bahwa tambang open pit (tambang terbuka Grassberg) dan lain-lain itu sudah normal. Kalau sebelumnya kan cuma 40 persen, sekarang sudah normal," kata Waterpauw di Timika, Selasa.
Kapolda mengatakan saat ini jajaran manajemen PT Freeport tengah berupaya keras untuk mengembalikan kondisi perusahaan tersebut dalam kondisi normal sebagaimana sebelum terjadi krisis pascaterhentinya izin eksport konsentrat.
Namun sangat disayangkan, katanya, upaya keras pihak manajemen PT Freeport itu belum sepenuhnya mendapat dukungan dari seluruh karyawan.
Bahkan sebagian karyawan malah akan berencana menggelar aksi unjuk rasa dan mogok kerja selama sebulan penuh mulai 1 Mei hingga 31 Mei 2017.
"Semalam saya berbicara dengan pihak manajemen PT Freeport di Tembagapura untuk mengantisipasi rencana unjuk rasa dan mogok kerja karyawan. Kepolisian didukung semua pihak akan mengambil langkah cepat untuk mempertebal kekuatan dan lain-lain agar aksi karyawan tidak sampai mengganggu kepentingan perusahaan," jelas Waterpauw yang akan segera mengakhiri tugasnya di Polda Papua dalam waktu dekat.
Kapolda juga mengakui bahwa PT Freeport telah mengantongi izin eksport konsentrat dari pemerintah sehingga seluruh aktivitas produksi tambang di wilayah Tembagapura dan sekitarnya sudah normal kembali.
"Dengan adanya upaya yang semakin lunak dari pemerintah maka PT Freeport bisa segera menangani berbagai permasalahan yang terjadi selama ini," jelasnya.
Pada kesempatan kunjungan ke area pertambangan PT Freeport di Tembagapura itu, Kapolda Papua meminta dengan tegas agar manajemen Freeport menghentikan program merumahkan (forelock) dan PHK karyawannya.
"Saya mendapat laporan dari manajemen Freeport bahwa mereka sudah menghentikan yang namanya program merumahkan karyawan itu. Kami mendukung hal itu," ujarnya.
Selama PT Freeport tidak lagi mendapat izin ekspor konsentrat dari pemerintah sejak 12 Januari 2017, perusahaan tersebut melakukan langkah-langkah efisiensi berupa merumahkan ribuan pekerjanya dan memberikan tawaran Pengakhiran Hubungan Kerja Secara Sukarela bagi karyawan yang mendekati usia pensiun.
Sesuai laporan yang diterima Disnakertrans-PR Mimika, sejak Februari hingga pertengahan April 2017, total karyawan PT Freeport dan perusahaan subkontraktornya yang telah dirumahkan dan di-PHK berjumlah 4.647 orang.
Rinciannya, yaitu karyawan permanen Freeport yang telah dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.190 orang, terdiri atas karyawan Papua sebanyak 59 orang dan karyawan non-Papua sebanyak 1.096 orang. Adapun tenaga kerja asing (ekspatriat) yang telah di-PHK Freeport sebanyak 35 orang.
Selanjutnya, karyawan perusahaan subkontraktor Freeport yang telah di-PHK sebanyak 2.457 orang, terdiri atas karyawan Indonesia sebanyak 2.370 orang dan tenaga kerja asing sebanyak 87 orang. (antara)
"Saat ini boleh dikatakan produktivitas PT Freeport sudah normal kembali. Kemarin (Senin), saya keliling pertambangan Freeport dengan manajemen. Mereka menunjukkan ke saya bahwa tambang open pit (tambang terbuka Grassberg) dan lain-lain itu sudah normal. Kalau sebelumnya kan cuma 40 persen, sekarang sudah normal," kata Waterpauw di Timika, Selasa.
Kapolda mengatakan saat ini jajaran manajemen PT Freeport tengah berupaya keras untuk mengembalikan kondisi perusahaan tersebut dalam kondisi normal sebagaimana sebelum terjadi krisis pascaterhentinya izin eksport konsentrat.
Namun sangat disayangkan, katanya, upaya keras pihak manajemen PT Freeport itu belum sepenuhnya mendapat dukungan dari seluruh karyawan.
Bahkan sebagian karyawan malah akan berencana menggelar aksi unjuk rasa dan mogok kerja selama sebulan penuh mulai 1 Mei hingga 31 Mei 2017.
"Semalam saya berbicara dengan pihak manajemen PT Freeport di Tembagapura untuk mengantisipasi rencana unjuk rasa dan mogok kerja karyawan. Kepolisian didukung semua pihak akan mengambil langkah cepat untuk mempertebal kekuatan dan lain-lain agar aksi karyawan tidak sampai mengganggu kepentingan perusahaan," jelas Waterpauw yang akan segera mengakhiri tugasnya di Polda Papua dalam waktu dekat.
Kapolda juga mengakui bahwa PT Freeport telah mengantongi izin eksport konsentrat dari pemerintah sehingga seluruh aktivitas produksi tambang di wilayah Tembagapura dan sekitarnya sudah normal kembali.
"Dengan adanya upaya yang semakin lunak dari pemerintah maka PT Freeport bisa segera menangani berbagai permasalahan yang terjadi selama ini," jelasnya.
Pada kesempatan kunjungan ke area pertambangan PT Freeport di Tembagapura itu, Kapolda Papua meminta dengan tegas agar manajemen Freeport menghentikan program merumahkan (forelock) dan PHK karyawannya.
"Saya mendapat laporan dari manajemen Freeport bahwa mereka sudah menghentikan yang namanya program merumahkan karyawan itu. Kami mendukung hal itu," ujarnya.
Selama PT Freeport tidak lagi mendapat izin ekspor konsentrat dari pemerintah sejak 12 Januari 2017, perusahaan tersebut melakukan langkah-langkah efisiensi berupa merumahkan ribuan pekerjanya dan memberikan tawaran Pengakhiran Hubungan Kerja Secara Sukarela bagi karyawan yang mendekati usia pensiun.
Sesuai laporan yang diterima Disnakertrans-PR Mimika, sejak Februari hingga pertengahan April 2017, total karyawan PT Freeport dan perusahaan subkontraktornya yang telah dirumahkan dan di-PHK berjumlah 4.647 orang.
Rinciannya, yaitu karyawan permanen Freeport yang telah dirumahkan dan di-PHK sebanyak 1.190 orang, terdiri atas karyawan Papua sebanyak 59 orang dan karyawan non-Papua sebanyak 1.096 orang. Adapun tenaga kerja asing (ekspatriat) yang telah di-PHK Freeport sebanyak 35 orang.
Selanjutnya, karyawan perusahaan subkontraktor Freeport yang telah di-PHK sebanyak 2.457 orang, terdiri atas karyawan Indonesia sebanyak 2.370 orang dan tenaga kerja asing sebanyak 87 orang. (antara)