Masyarakat Adat Independen (MAI) Mengenang 50 Tahun PTFI diantara Amungme Kamoro
pada tanggal
Sunday, 9 April 2017
TIMIKA (MIMIKA) - Masyarakat akar rumput Timika yang tergabung dalam Masyarakat Adat Independen (MAI) berunjuk rasa di Bundaran Perdamaian Timika Indah pada Jumat (7/4). Aksi ini untuk mengenang penderitaan masyarakat Amungme Kamoro selama 50 tahun PT Freeport Indonesia mengeksploitasi tambang di Tembagapura sejak 7 April 1967.
Sebelum tiba di Bundaran Perdamaian Timika, massa aksi yang diperkirakan berjumlah seratusan orang ini long march dari Kwamki Baru. Aksi ini dalam pengawalan ketat aparat kepolisian. Dalam isi orasinya, para orator menuntut tutup operasi dan audit kekayaan PT FI. Selain tidak pernah melibatkan dan menghargai hak-hak masyarakat adat dua suku Amungme Kamoro, menurut para orator aksi, PTFI telah membawa bencana di Timika.
"Lingkungan kami rusak, pelanggaran HAM terjadi setelah Freeport masuk," kata Vincen Oniyoma dalam orasinya.
Spanduk bertuliskan 'Freeport Rumah Kami, I Stand With My Family', yang dipasang sebelumnya oleh GSPF di Tugu Perdamaian, oleh massa MAI ditutup dengan spanduk bertuliskan 'Tutup Freeport, Segera Audit Hasil Kekayaan Freeport'. MAI menilai negosiasi pemerintah pusat dan PTFI saat ini memunculkan banyak kepentingan dan persepsi dari Jakarta sampai Papua. Sayangnya, para negosiator sama sekali tidak pernah menyinggung apalagi membicarakan situasi real masyarakat akar rumput yang menerima dampak dari operasi tambang PT FI di Tembagapura.
Masyarakat akar rumput saat ini dalam posisi khawatir. Mereka khawatir, Pemerintah pusat dan PTFI akan kembali berkompromi dan pelanggaran atas tata hidup dan alam masyarakat Amungme Kamoro kembali terulang. Kesadaran inilah yang membuat masyarakat akar rumput Amungme Kamoro menyatukan diri dalam MAI dan menuntut, melawan dan menyatakan sikap bahwa PTFI harus tutup dan kekayaannya harus diaudit. Usai Penanggung Jawab Aksi, Ronny Nakiaya membacakan poin tuntutan MAI, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. (salampapua.com)
Sebelum tiba di Bundaran Perdamaian Timika, massa aksi yang diperkirakan berjumlah seratusan orang ini long march dari Kwamki Baru. Aksi ini dalam pengawalan ketat aparat kepolisian. Dalam isi orasinya, para orator menuntut tutup operasi dan audit kekayaan PT FI. Selain tidak pernah melibatkan dan menghargai hak-hak masyarakat adat dua suku Amungme Kamoro, menurut para orator aksi, PTFI telah membawa bencana di Timika.
"Lingkungan kami rusak, pelanggaran HAM terjadi setelah Freeport masuk," kata Vincen Oniyoma dalam orasinya.
Spanduk bertuliskan 'Freeport Rumah Kami, I Stand With My Family', yang dipasang sebelumnya oleh GSPF di Tugu Perdamaian, oleh massa MAI ditutup dengan spanduk bertuliskan 'Tutup Freeport, Segera Audit Hasil Kekayaan Freeport'. MAI menilai negosiasi pemerintah pusat dan PTFI saat ini memunculkan banyak kepentingan dan persepsi dari Jakarta sampai Papua. Sayangnya, para negosiator sama sekali tidak pernah menyinggung apalagi membicarakan situasi real masyarakat akar rumput yang menerima dampak dari operasi tambang PT FI di Tembagapura.
Masyarakat akar rumput saat ini dalam posisi khawatir. Mereka khawatir, Pemerintah pusat dan PTFI akan kembali berkompromi dan pelanggaran atas tata hidup dan alam masyarakat Amungme Kamoro kembali terulang. Kesadaran inilah yang membuat masyarakat akar rumput Amungme Kamoro menyatukan diri dalam MAI dan menuntut, melawan dan menyatakan sikap bahwa PTFI harus tutup dan kekayaannya harus diaudit. Usai Penanggung Jawab Aksi, Ronny Nakiaya membacakan poin tuntutan MAI, massa aksi membubarkan diri dengan tertib. (salampapua.com)