Kebijakan IUPK Sementara kepada PTFI Dinilai Cacat Hukum
pada tanggal
Thursday, 6 April 2017
JAKARTA - Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakat (DPR) RI, Rofi’ Munawar mengaku heran dengan kebijakan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara yang dikeluarkan Pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan dispensasi kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) agar tetap dapat melakukan ekspor konsentrat selama 8 bulan hingga 10 Oktober 2017. Mengingat kebijakan ini berpotensi menimbulkan diskriminasi industrial dan catat hukum dalam pelaksanaannya.
"Dalam UU minerba tidak di kenal istilah 'IUPK Sementara' itu, karena hanya mengenal IUPK, KK dan IUP. Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT. Freeport Indonesia," ungkap Rofi’ Munawar di Jakarta, Rabu (05/04).
Rofi’ Munawar juga menegaskan jika dikeluarkannya kebijakan ‘IUPK sementara’ tidak ada jaminan pasti dari PT. Freeport Indonesia yang akhirnya akan mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya. Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari Perusahaan yang sejenis seperti PT Freeport Indonesia.
“Pemerintah terbukti tidak konsisten dan tidak tegas dalam mendesak PT. Freeport Indonesia masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakan aturan yang ada", tegas politisi PKS ini.
Selain itu Rofi’ Munawar menjelaskan, selama ini Perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus merubah dirinya menjadi IUPK. Namun jika tetap dengan status yang sama maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak dengan diantaranya mampu membangun smelter atau pabrik pemurnian mineral di tahun 2017.
“Dengan keluarnya IUPK sementara, sesungguhnya belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PT. Freeport Indonesia dengan Pemerintah. Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekedar meredam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kerugian operasional saja," pungkasnya.
Seperti diketahui pasca penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada Januari 2017 lalu, PTFI tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Karena, berdasarkan PP 1/2017 ini, PTFI harus mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat.(RRI)
"Dalam UU minerba tidak di kenal istilah 'IUPK Sementara' itu, karena hanya mengenal IUPK, KK dan IUP. Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT. Freeport Indonesia," ungkap Rofi’ Munawar di Jakarta, Rabu (05/04).
Rofi’ Munawar juga menegaskan jika dikeluarkannya kebijakan ‘IUPK sementara’ tidak ada jaminan pasti dari PT. Freeport Indonesia yang akhirnya akan mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya. Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari Perusahaan yang sejenis seperti PT Freeport Indonesia.
“Pemerintah terbukti tidak konsisten dan tidak tegas dalam mendesak PT. Freeport Indonesia masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakan aturan yang ada", tegas politisi PKS ini.
Selain itu Rofi’ Munawar menjelaskan, selama ini Perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus merubah dirinya menjadi IUPK. Namun jika tetap dengan status yang sama maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak dengan diantaranya mampu membangun smelter atau pabrik pemurnian mineral di tahun 2017.
“Dengan keluarnya IUPK sementara, sesungguhnya belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PT. Freeport Indonesia dengan Pemerintah. Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekedar meredam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kerugian operasional saja," pungkasnya.
Seperti diketahui pasca penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada Januari 2017 lalu, PTFI tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Karena, berdasarkan PP 1/2017 ini, PTFI harus mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat.(RRI)