Kabupaten Lanny Jaya, Tolikara, Yalimo, Nduga, Yahukimo dan Puncak Jaya Belum Sampaikan Laporan BPJS
pada tanggal
Saturday, 1 April 2017
WAMENA (JAYAWIJAYA) - Enam kabupaten wilayah pegunungan di Provinsi Papua belum menyampaikan laporan penggunaan dana Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang sudah digunakan sejak 2014.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Wamena Djamal Ardiansyah di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Jumat, mengatakan dari tujuh kabupaten yang masuk wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Wamena, hanya Kabupaten Jayawijaya yang rutin menyampaikan laporan penggunaan dana BPJS Kesehatan tersebut.
"Dari tujuh kabupaten, yang anggarannya paling besar adalah Jayawijaya dan mereka rutin menyampaikan laporan," kata Djamal.
Tujuh kabupaten yang masuk wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Wamena adalah Jayawijaya, Lanny Jaya, Tolikara, Yalimo, Nduga, Yahukimo dan Puncak Jaya.
Penyebab enam kabupaten belum menyerahkan laporan penggunaan dana BPJSK Kesehatan, kata Djamal, bisa jadi karena akses transportasi yang sulit.
"Saya tidak bisa menyalahkan mereka (enam kabupaten). Cuma kok bisa terjadi sepanjang tiga tahun ini, 'kan ini sudah mulai 2014," kata Djamal.
Ia menegaskan bahwa tidak adanya laporan dari pemda terkait penggunaan dana tersebut, dapat berpotensi sebagai temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Jadi selama ini biaya-biaya yang kami bayarkan kepada puskesmas itu sudah digunakan, cuma belum ada laporan kepada kami tentang siapa yang sakit, nomor kartunya berapa, penyakitnya apa dan tanggal berapa, itu saja yang kami minta," katanya.
Implementasi program jaminan kesehatan yang diselenggaran oleh BPJS Kesehatan telah dimulai sejak 1 Januari 2014, dan berbagai peraturan perundang-undangan dibentuk sebagai payung hukum bagi pelaksanaannya.
Regulasi tersebut antara lain Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah (Perpres No. 32 Tahun 2014).
Peraturan ini termasuk kelompok peraturan yang paling awal dibentuk. Diundangkan pada 21 April 2014, dan Perpres Nomor 32 Tahun 2014 diharapkan mampu memberikan pedoman bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi JKN.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
Ketentuan penggunaan dana Menurut Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, FKTP terdiri dari puskesmas atau yang setara, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik Pratama atau yang setara termasuk FKTP milik TNI/Polri, dan rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah pada umumnya berbentuk Puskesmas. Kedudukan puskesmas berada di bawah koordinasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan berstatus sebagai Unit Pelaksana Tugas (UPT).
Selain FKTP, terdapat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), yaitu fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
Adanya pengkategorian FKTP dan FKRTL disebabkan pemberian pelayanan kesehatan pada program JKN menggunakan sistem rujukan berjenjang. Semua kebutuhan peserta program JKN akan layanan kesehatan diharapkan dapat diberikan secara tuntas di puskesmas. Jika tidak, maka peserta akan dirujuk ke FKRTL.
Pada pelaksanaan program JKN pada FKTP milik pemerintah daerah, yaitu puskesmas yang mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi JKN.
Dana kapitasi JKN adalah dana yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bagi peserta JKN.
Sumber dana kapitasi berasal dari hasil pengelolaan dan pengembangan dana iuran peserta JKN oleh BPJS Kesehatan.
Tarif kapitasi JKN untuk setiap puskesmas ditentukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan melalui mekanisme seleksi dan kredensial dengan mengacu pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Dana kapitasi JKN dibayarkan dimuka setiap bulan tanpa memperhitungkan banyaknya pasien peserta JKN yang berobat dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas.
Dari dana kapitasi inilah pemerintah daerah, melalui puskesmas, memperoleh dana untuk pelayanan kesehatan kepada pasien peserta program JKN.
Dana kapitasi JKN dikelola dan dimanfaatkan oleh puskemas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Bagi puskesmas yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), maka dalam mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi JKN berlaku azas umum pelaksanaan APBD dan norma-norma penatausahaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sedangkan bagi puskesmas yang sudah menerapkan PPK-BLUD digunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Mengenai pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi JKN oleh puskesmas yang belum menerapkan PPK-BLUD, sebagaimana hal tersebut menjadi objek atau cakupan pengaturan dalam Perpres No. 32 Tahun 2014.
Beberapa azas umum pelaksanaan APBD dan norma penatausahaan keuangan di dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang berkaitan erat dengan pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi JKN yakni semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
Dana kapitasi JKN yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada puskesmas diakui sebagai pendapatan.
Apabila mengacu kepada azas umum pelaksanaan APBD dan norma penatausahaan keuangan seperti tersebut di atas, maka Dinas Kesehatan harus sudah merencanakan penerimaan dana kapitasi JKN dalam anggaran pendapatannya.
Selain itu, Dinas Kesehatan juga harus sudah merencanakan kebutuhan-kebutuhan puskesmas yang akan dibiayai dari dana kapitasi JKN dalam anggaran belanjanya. Kemudian, puskesmas harus menyetorkan dana kapitasi JKN yang diterimanya ke kas daerah secara bruto dan dilarang untuk menggunakannya secara langsung.
Namun, tidak semua azas umum pelaksanaan APBD dan norma penatausahaan keuangan dalam Permendagri Nomor. 13 Tahun 2006 dapat diterapkan bagi pengelolaan dana kapitasi JKN. Larangan penggunaan langsung atas penerimaan SKPD dikecualikan dalam rangka pengelolaan dana kapitasi JKN. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Perpres 32 Tahun 2014, pendapatan dana kapitasi JKN digunakan langsung oleh puskesmas untuk pelayanan kesehatan perserta JKN.
Penggunaan langsung dana kapitasi JKN oleh puskesmas didukung dengan mekanisme penyaluran dana dari pihak BPJS Kesehatan. Tidak seperti penerimaan daerah lainnya yang berasal dari pemerintah pusat, dimana penerimaan tersebut ditujukan ke rekening kas umum daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah, dana kapitasi JKN dibayarkan oleh BPJS Kesehatan langsung ke rekening dana kapitasi JKN yang dikelola oleh Bendahara Dana Kapitasi JKN di puskesmas. (antara))
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Wamena Djamal Ardiansyah di Wamena, Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya, Jumat, mengatakan dari tujuh kabupaten yang masuk wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Wamena, hanya Kabupaten Jayawijaya yang rutin menyampaikan laporan penggunaan dana BPJS Kesehatan tersebut.
"Dari tujuh kabupaten, yang anggarannya paling besar adalah Jayawijaya dan mereka rutin menyampaikan laporan," kata Djamal.
Tujuh kabupaten yang masuk wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Wamena adalah Jayawijaya, Lanny Jaya, Tolikara, Yalimo, Nduga, Yahukimo dan Puncak Jaya.
Penyebab enam kabupaten belum menyerahkan laporan penggunaan dana BPJSK Kesehatan, kata Djamal, bisa jadi karena akses transportasi yang sulit.
"Saya tidak bisa menyalahkan mereka (enam kabupaten). Cuma kok bisa terjadi sepanjang tiga tahun ini, 'kan ini sudah mulai 2014," kata Djamal.
Ia menegaskan bahwa tidak adanya laporan dari pemda terkait penggunaan dana tersebut, dapat berpotensi sebagai temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Jadi selama ini biaya-biaya yang kami bayarkan kepada puskesmas itu sudah digunakan, cuma belum ada laporan kepada kami tentang siapa yang sakit, nomor kartunya berapa, penyakitnya apa dan tanggal berapa, itu saja yang kami minta," katanya.
Implementasi program jaminan kesehatan yang diselenggaran oleh BPJS Kesehatan telah dimulai sejak 1 Januari 2014, dan berbagai peraturan perundang-undangan dibentuk sebagai payung hukum bagi pelaksanaannya.
Regulasi tersebut antara lain Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah (Perpres No. 32 Tahun 2014).
Peraturan ini termasuk kelompok peraturan yang paling awal dibentuk. Diundangkan pada 21 April 2014, dan Perpres Nomor 32 Tahun 2014 diharapkan mampu memberikan pedoman bagi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) milik pemerintah daerah dalam mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi JKN.
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) adalah fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non spesialistik untuk keperluan observasi, diagnosis, perawatan, pengobatan, dan/atau pelayanan kesehatan lainnya.
Ketentuan penggunaan dana Menurut Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan, FKTP terdiri dari puskesmas atau yang setara, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik Pratama atau yang setara termasuk FKTP milik TNI/Polri, dan rumah sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
Fasilitas kesehatan tingkat pertama milik pemerintah daerah pada umumnya berbentuk Puskesmas. Kedudukan puskesmas berada di bawah koordinasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan berstatus sebagai Unit Pelaksana Tugas (UPT).
Selain FKTP, terdapat Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), yaitu fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan dan rawat inap di ruang perawatan khusus.
Adanya pengkategorian FKTP dan FKRTL disebabkan pemberian pelayanan kesehatan pada program JKN menggunakan sistem rujukan berjenjang. Semua kebutuhan peserta program JKN akan layanan kesehatan diharapkan dapat diberikan secara tuntas di puskesmas. Jika tidak, maka peserta akan dirujuk ke FKRTL.
Pada pelaksanaan program JKN pada FKTP milik pemerintah daerah, yaitu puskesmas yang mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi JKN.
Dana kapitasi JKN adalah dana yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada puskesmas sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan bagi peserta JKN.
Sumber dana kapitasi berasal dari hasil pengelolaan dan pengembangan dana iuran peserta JKN oleh BPJS Kesehatan.
Tarif kapitasi JKN untuk setiap puskesmas ditentukan oleh BPJS Kesehatan dan Dinas Kesehatan melalui mekanisme seleksi dan kredensial dengan mengacu pada Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Dana kapitasi JKN dibayarkan dimuka setiap bulan tanpa memperhitungkan banyaknya pasien peserta JKN yang berobat dan jenis pelayanan kesehatan yang diberikan oleh puskesmas.
Dari dana kapitasi inilah pemerintah daerah, melalui puskesmas, memperoleh dana untuk pelayanan kesehatan kepada pasien peserta program JKN.
Dana kapitasi JKN dikelola dan dimanfaatkan oleh puskemas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah.
Bagi puskesmas yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), maka dalam mengelola dan memanfaatkan dana kapitasi JKN berlaku azas umum pelaksanaan APBD dan norma-norma penatausahaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
Sedangkan bagi puskesmas yang sudah menerapkan PPK-BLUD digunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Mengenai pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi JKN oleh puskesmas yang belum menerapkan PPK-BLUD, sebagaimana hal tersebut menjadi objek atau cakupan pengaturan dalam Perpres No. 32 Tahun 2014.
Beberapa azas umum pelaksanaan APBD dan norma penatausahaan keuangan di dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 yang berkaitan erat dengan pengelolaan dan pemanfaatan dana kapitasi JKN yakni semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.
Dana kapitasi JKN yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan kepada puskesmas diakui sebagai pendapatan.
Apabila mengacu kepada azas umum pelaksanaan APBD dan norma penatausahaan keuangan seperti tersebut di atas, maka Dinas Kesehatan harus sudah merencanakan penerimaan dana kapitasi JKN dalam anggaran pendapatannya.
Selain itu, Dinas Kesehatan juga harus sudah merencanakan kebutuhan-kebutuhan puskesmas yang akan dibiayai dari dana kapitasi JKN dalam anggaran belanjanya. Kemudian, puskesmas harus menyetorkan dana kapitasi JKN yang diterimanya ke kas daerah secara bruto dan dilarang untuk menggunakannya secara langsung.
Namun, tidak semua azas umum pelaksanaan APBD dan norma penatausahaan keuangan dalam Permendagri Nomor. 13 Tahun 2006 dapat diterapkan bagi pengelolaan dana kapitasi JKN. Larangan penggunaan langsung atas penerimaan SKPD dikecualikan dalam rangka pengelolaan dana kapitasi JKN. Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Perpres 32 Tahun 2014, pendapatan dana kapitasi JKN digunakan langsung oleh puskesmas untuk pelayanan kesehatan perserta JKN.
Penggunaan langsung dana kapitasi JKN oleh puskesmas didukung dengan mekanisme penyaluran dana dari pihak BPJS Kesehatan. Tidak seperti penerimaan daerah lainnya yang berasal dari pemerintah pusat, dimana penerimaan tersebut ditujukan ke rekening kas umum daerah yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah, dana kapitasi JKN dibayarkan oleh BPJS Kesehatan langsung ke rekening dana kapitasi JKN yang dikelola oleh Bendahara Dana Kapitasi JKN di puskesmas. (antara))