Freeport Indonesia Imbau Karyawan Batalkan Aksi 1 Mei
pada tanggal
Friday, 28 April 2017
TIMIKA (MIMIKA) - Manajemen PT Freeport Indonesia (PTFI) mengimbau kepada seluruh karyawannya untuk membatalkan rencana aksi mogok kerja yang akan dimulai pada 1 Mei 2017 mendatang, sebagai bentuk protes atas kebijakan merumahkan pekerja (furlough) perusahaan itu dengan alasan efisiensi.
Surat manajemen PTFI di Tembagapura yang beredar di lapangan, dengan perihal tanggapan atas pemberitahuan mogok kerja No: EVP-HR/PTFI/0016/lV/2017 tertanggal 22 April 2017 ditujukan kepada Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Indonesia di Timika.
"Terima kasih atas surat Saudara (Ketua PUK SPSI) Nomor: ADV.036/PUK SPKEP SPSI PTFI/IV/2017 tertanggal 20 April 2017 yang memberitahukan rencana mogok kerja PUK," demikian surat yang ditanda tangani Achmad Didi Ardianto, EVP Human Resources PTFI.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa PTFI saat ini sedang beroperasi di bawah ketidakpastian. Efisiensi merupakan langkah yang sangat disayangkan namun harus dilakukan untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan nasib karyawan secara keseluruhan di masa depan. Oleh karenanya PTFI sejak awal sudah membuka pintu dialog selebar-lebarya kepada PUK SP-KEP SPSI PTFI. Perusahaan juga melakukannya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Manajemen Freeport menyayangkan sikap SPSI yang tidak komunikatif demi menemukan solusi terbaik bagi karyawan pada masa sulit ini. Mogok kerja yang direncanakan dinilai merupakan tindakan yang tidak sah dan berlandaskan pada alasan yang salah.
"Seharusnya kita dapat berdialog untuk menghasilkan yang terbaik bagi semua belah pihak. Oleh karenanya kami menyampaikan agar rencana mogok ini dapat dibatalkan," tulisnya.
Pernyataan tersebut didasari beberapa poin yang menyebutkan bahwa undangan dilakukan pertemuan untuk mendapatkan masukan mengenai program furlough, sebetulnya telah dilayangkan 11 kali sejak awal Februari 2017 (total ada 30 pertemuan lebih dengan seluruh internal stakeholder).
"Namun, SPSI hanya hadir 3 kali dan selebihnya menolak undangan kami (manajemen PTFI)," jelas surat tersebut yang dikirim sebagai tembusan ke Presiden Joko Widodo.
Disebutkan, PTFI tidak pernah melakukan ancaman dan intimidasi terhadap karyawan dalam melaksanakan program efisiensi. Justru akhir-akhir ini telah terjadi intimidasi di area jobsite terhadap karyawan-karyawan yang masih ingin bekerja dan mengabdi bagi perusahaan.
Sejak awal, perusahaan telah berusaha memberikan kepastian dan hal yang terbaik bagi karyawan dan keluarga mereka dengan membuat Program Pengakhiran Hubungan Kerja Sukarela (PPHKS). Namun karena kesepakatan jangka panjang dengan pemerintah tak kunjung tercapai, kepastian bukanlah hal yang dapat diberikan mengingat situasi bisnis perusahaan yang tidak menentu.
"Perusahaan tidak pernah melakukan diskriminasi dalam melaksanakan program efisiensi. Semua karyawan mendapat perlakuan sama dan mempunyai kekhawatiran yang sama. Kami menghargai apabila Anda menanggapi kebijakan kami dengan lebih elegan dan tidak menggunakan pemberitahuan mogok," tulisnya.
Disampaikan pula bahwa program efisiensi yang sedang diterapkan saat ini tidak memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Akan tetapi program PPHKS dimana karyawan dapat secara sukarela mengundurkan diri dari perusahaan dengan menerima paket imbalan melebihi apa yang disyaratkan undang-undang.
"Pasal 3 ayat 4 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) menyatakan bahwa hal-hal yang sifatnya strategis tidak harus dibicarakan dengan PUK. Namun perusahaan berinisatif untuk terus membuka diri dan mengajak semua elemen tenaga kerja untuk berkomunikasi. Sayang sekali pertemuan-pertemuan yang kami inisiasi tersebut tidak dihadiri oleh PUK, sehingga banyak perkembangan yang tidak diketahui oleh PUK," jelasnya.
Karena itu disampaikan bahwa mengenai rencana mogok kerja yang diatur dalam Pasal 137 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat dilakukan secara sah sebagai akibat dari gagalnya perundingan.
"Namun karena dalam hal ini undang-undang tidak mensyaratkan perundingan, dan tidak pernah ada perundingan yang terjadi antara perusahaan dengan serikat kerja, maka mogok kerja yang saudara rencanakan merupakan tindakan yang tidak sah dan berlandaskan pada alasan yang salah," imbaunya. (salampapua.com)
Surat manajemen PTFI di Tembagapura yang beredar di lapangan, dengan perihal tanggapan atas pemberitahuan mogok kerja No: EVP-HR/PTFI/0016/lV/2017 tertanggal 22 April 2017 ditujukan kepada Ketua PUK SP-KEP SPSI PT Freeport Indonesia di Timika.
"Terima kasih atas surat Saudara (Ketua PUK SPSI) Nomor: ADV.036/PUK SPKEP SPSI PTFI/IV/2017 tertanggal 20 April 2017 yang memberitahukan rencana mogok kerja PUK," demikian surat yang ditanda tangani Achmad Didi Ardianto, EVP Human Resources PTFI.
Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa PTFI saat ini sedang beroperasi di bawah ketidakpastian. Efisiensi merupakan langkah yang sangat disayangkan namun harus dilakukan untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan nasib karyawan secara keseluruhan di masa depan. Oleh karenanya PTFI sejak awal sudah membuka pintu dialog selebar-lebarya kepada PUK SP-KEP SPSI PTFI. Perusahaan juga melakukannya sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Manajemen Freeport menyayangkan sikap SPSI yang tidak komunikatif demi menemukan solusi terbaik bagi karyawan pada masa sulit ini. Mogok kerja yang direncanakan dinilai merupakan tindakan yang tidak sah dan berlandaskan pada alasan yang salah.
"Seharusnya kita dapat berdialog untuk menghasilkan yang terbaik bagi semua belah pihak. Oleh karenanya kami menyampaikan agar rencana mogok ini dapat dibatalkan," tulisnya.
Pernyataan tersebut didasari beberapa poin yang menyebutkan bahwa undangan dilakukan pertemuan untuk mendapatkan masukan mengenai program furlough, sebetulnya telah dilayangkan 11 kali sejak awal Februari 2017 (total ada 30 pertemuan lebih dengan seluruh internal stakeholder).
"Namun, SPSI hanya hadir 3 kali dan selebihnya menolak undangan kami (manajemen PTFI)," jelas surat tersebut yang dikirim sebagai tembusan ke Presiden Joko Widodo.
Disebutkan, PTFI tidak pernah melakukan ancaman dan intimidasi terhadap karyawan dalam melaksanakan program efisiensi. Justru akhir-akhir ini telah terjadi intimidasi di area jobsite terhadap karyawan-karyawan yang masih ingin bekerja dan mengabdi bagi perusahaan.
Sejak awal, perusahaan telah berusaha memberikan kepastian dan hal yang terbaik bagi karyawan dan keluarga mereka dengan membuat Program Pengakhiran Hubungan Kerja Sukarela (PPHKS). Namun karena kesepakatan jangka panjang dengan pemerintah tak kunjung tercapai, kepastian bukanlah hal yang dapat diberikan mengingat situasi bisnis perusahaan yang tidak menentu.
"Perusahaan tidak pernah melakukan diskriminasi dalam melaksanakan program efisiensi. Semua karyawan mendapat perlakuan sama dan mempunyai kekhawatiran yang sama. Kami menghargai apabila Anda menanggapi kebijakan kami dengan lebih elegan dan tidak menggunakan pemberitahuan mogok," tulisnya.
Disampaikan pula bahwa program efisiensi yang sedang diterapkan saat ini tidak memberlakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak. Akan tetapi program PPHKS dimana karyawan dapat secara sukarela mengundurkan diri dari perusahaan dengan menerima paket imbalan melebihi apa yang disyaratkan undang-undang.
"Pasal 3 ayat 4 Perjanjian Kerja Bersama (PKB) menyatakan bahwa hal-hal yang sifatnya strategis tidak harus dibicarakan dengan PUK. Namun perusahaan berinisatif untuk terus membuka diri dan mengajak semua elemen tenaga kerja untuk berkomunikasi. Sayang sekali pertemuan-pertemuan yang kami inisiasi tersebut tidak dihadiri oleh PUK, sehingga banyak perkembangan yang tidak diketahui oleh PUK," jelasnya.
Karena itu disampaikan bahwa mengenai rencana mogok kerja yang diatur dalam Pasal 137 UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat dilakukan secara sah sebagai akibat dari gagalnya perundingan.
"Namun karena dalam hal ini undang-undang tidak mensyaratkan perundingan, dan tidak pernah ada perundingan yang terjadi antara perusahaan dengan serikat kerja, maka mogok kerja yang saudara rencanakan merupakan tindakan yang tidak sah dan berlandaskan pada alasan yang salah," imbaunya. (salampapua.com)