Dinilai Merugikan, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Tuntut Freeport Hentikan Pertambangan
pada tanggal
Friday, 7 April 2017
JAKARTA - Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi bersama di depan Kantor PT Freeport Indonesia (PTFI) di Jakarta hari ini, Jumat (7/4). Mereka menuntut PT Freeport Indonesia menghentikan aktivitas pertambangan di Papua karena merugikan masyarakat Papua.
Frans Nawipa dari AMP mengatakan Freeport selama 50 tahun melakukan aktivitas tambang di tanah Papua atas restu pemerintah Indonesia dan tidak ada sedikit pun keuntungan yang didapatkan masyarakat Papua.
"Yang ada hanya kerusakan lingkungan, pembagian keuntungan apa? Keuntungan semua dibawa ke Jakarta, Papua Barat yang miskin malah semakin miskin," kata Frans saat menyampaikan orasinya di depan Gedung PT Freeport Indonesia, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Frans menyebut selama 50 tahun masyarakat Papua tidak pernah diajak terlibat dalam pengambilan keputusan. Bahkan, sejak penandatanganan kontrak karya pertama, masyarakat Papua justru tidak tahu-menahu terkait perjanjian itu.
"Dari awal Freeport masuk ke tanah kami, itu sudah ilegal, perjanjian kontrak karya pertama itu ilegal karena West Papua belum resmi masuk ke Indonesia," kata dia.
Diketahui, perusahaan yang menambang dan mengeksplorasi tembaga serta emas itu mendapatkan izin pertama kali pada April 1967. Saat ini, perusahaan itu tengah berkonflik dengan Pemerintah Indonesia terkait dengan proses perubahan kewajiban dan penjualan saham perusahaan. (cnnindonesia/papuanesia)
Frans Nawipa dari AMP mengatakan Freeport selama 50 tahun melakukan aktivitas tambang di tanah Papua atas restu pemerintah Indonesia dan tidak ada sedikit pun keuntungan yang didapatkan masyarakat Papua.
"Yang ada hanya kerusakan lingkungan, pembagian keuntungan apa? Keuntungan semua dibawa ke Jakarta, Papua Barat yang miskin malah semakin miskin," kata Frans saat menyampaikan orasinya di depan Gedung PT Freeport Indonesia, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Frans menyebut selama 50 tahun masyarakat Papua tidak pernah diajak terlibat dalam pengambilan keputusan. Bahkan, sejak penandatanganan kontrak karya pertama, masyarakat Papua justru tidak tahu-menahu terkait perjanjian itu.
"Dari awal Freeport masuk ke tanah kami, itu sudah ilegal, perjanjian kontrak karya pertama itu ilegal karena West Papua belum resmi masuk ke Indonesia," kata dia.
Diketahui, perusahaan yang menambang dan mengeksplorasi tembaga serta emas itu mendapatkan izin pertama kali pada April 1967. Saat ini, perusahaan itu tengah berkonflik dengan Pemerintah Indonesia terkait dengan proses perubahan kewajiban dan penjualan saham perusahaan. (cnnindonesia/papuanesia)