BPTPM Klaim Iklim Investasi Non Tambang di Papua Melambat
pada tanggal
Friday, 21 April 2017
KOTA JAYAPURA - Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Provinsi Papua mengungkapkan iklim investasi di sektor non tambang mengalami perlambatan dan membuat potensi sumber daya alam belum bisa digarap dengan maksimal.
Kepala BPTPM Papua Jhon Way, di Jayapura, Kamis, menjelaskan umumnya investasi di Papua di luar sektor tambang, yakni sektor perkebunan, perikanan dan pertanian mengalami perlambatan.
Untuk perikanan, ia menyebut sejak Kemneterian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan moratorium izin kapal berskala besar, tidak ada lagi investasi dalam skala besar yang masuk ke Papua dari sektor tersebut.
"Perikanan untuk investasi skala besar sama sekali tidak ada yang masuk, ini setelah Menteri Susi mengeluarkan moratorium. Yang ada hanya hanya investasi kecil-kecil punya masyarakat/nelayan lokal," ujarnya.
"Mungkin pengetatan aturan dari KKP membuat para investor masih menunggu sehingga potensi perikanan Papua yang cukup besar ini belum dilirik oleh para investor dari luar Papua," sambung dia.
Sedangkan dari sektor perkebunan, mulai dua tahun terakhir mengalami penurunan. Ia berpandangan ini diakibatkan keluarnya moratorium dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai izin alih fungsi hutan primer dan lahan gambut.
Menurut dia, permohonan perizinan yang masuk ke Papua tidak berlokasi di hutan primer, tetapi berada di kawasan hutan budi daya yang sudah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Papua.
"Hingga kini permohonan perizinan pengelolaan hutan budidaya semua masih tertahan di kementerian. Tahun ini di sektor perkebunan belum ada IUP (Izin usaha perkebunan) yang kita keluarkan karena prosesnya tertahan di kementerian," kata dia.
Jhon Way mengaku pihaknya tengah mendiskusikan menganai hal tersebut karena dipandang ada kesalahpahaman yang terjadi di tingkat kementerian.
"Areal tata ruang Papua yang disediakan untuk hutan budi daya itu ada empat juta hektare. Tapi untuk izin pengelolaannya tetap tertahan juga di kementerian. Jadi sampai sekarang masih ada 10 permohonan yang tertahan," ujarnya lagi.
Dari total luas hutan budi daya tersebut, yang sudah tergarap mendekati satu juta hektare, sehingga masih banyak tempat yang bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan perekonomian Papua.
"Padahal ini areal untuk investasi yang bisa jadi penggerak perekonomian di Papua. Ini salah satu faktor investasi di Papua mulai melambat. Pada tahun 2016 IUP yang saya tandatangan hanya tiga saja," kata dia. (antara)
Kepala BPTPM Papua Jhon Way, di Jayapura, Kamis, menjelaskan umumnya investasi di Papua di luar sektor tambang, yakni sektor perkebunan, perikanan dan pertanian mengalami perlambatan.
Untuk perikanan, ia menyebut sejak Kemneterian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengeluarkan moratorium izin kapal berskala besar, tidak ada lagi investasi dalam skala besar yang masuk ke Papua dari sektor tersebut.
"Perikanan untuk investasi skala besar sama sekali tidak ada yang masuk, ini setelah Menteri Susi mengeluarkan moratorium. Yang ada hanya hanya investasi kecil-kecil punya masyarakat/nelayan lokal," ujarnya.
"Mungkin pengetatan aturan dari KKP membuat para investor masih menunggu sehingga potensi perikanan Papua yang cukup besar ini belum dilirik oleh para investor dari luar Papua," sambung dia.
Sedangkan dari sektor perkebunan, mulai dua tahun terakhir mengalami penurunan. Ia berpandangan ini diakibatkan keluarnya moratorium dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengenai izin alih fungsi hutan primer dan lahan gambut.
Menurut dia, permohonan perizinan yang masuk ke Papua tidak berlokasi di hutan primer, tetapi berada di kawasan hutan budi daya yang sudah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Papua.
"Hingga kini permohonan perizinan pengelolaan hutan budidaya semua masih tertahan di kementerian. Tahun ini di sektor perkebunan belum ada IUP (Izin usaha perkebunan) yang kita keluarkan karena prosesnya tertahan di kementerian," kata dia.
Jhon Way mengaku pihaknya tengah mendiskusikan menganai hal tersebut karena dipandang ada kesalahpahaman yang terjadi di tingkat kementerian.
"Areal tata ruang Papua yang disediakan untuk hutan budi daya itu ada empat juta hektare. Tapi untuk izin pengelolaannya tetap tertahan juga di kementerian. Jadi sampai sekarang masih ada 10 permohonan yang tertahan," ujarnya lagi.
Dari total luas hutan budi daya tersebut, yang sudah tergarap mendekati satu juta hektare, sehingga masih banyak tempat yang bisa dimanfaatkan untuk menumbuhkan perekonomian Papua.
"Padahal ini areal untuk investasi yang bisa jadi penggerak perekonomian di Papua. Ini salah satu faktor investasi di Papua mulai melambat. Pada tahun 2016 IUP yang saya tandatangan hanya tiga saja," kata dia. (antara)