Smelting Gresik Operasikan Pengelolaan Konsentrat PT Freeport Indonesia
pada tanggal
Friday, 17 March 2017
SURABAYA (JATIM) - Perusahaan pengelola bahan baku konsentrat PT Freeport Papua, PT Smelting di Kabupaten Gresik, Jawa Timur beroperasi kembali setelah sebelumnya tutup selama satu bulan lebih akibat adanya pemogokan karyawan di wilayah setempat.
"Saya mohon maaf karena smelter pengolah tembaga PT Freeport ini sempat berhenti operasi selama satu bulan lebih. Peristiwa itu sangat tidak kami harapkan. Kami tahu terhentinya produksi ini mempengaruhi kinerja ekonomi dan neraca perdagangan Jawa Timur," kata Presiden Direktur PT Smelting Hiroshi Kondo dalam keterangan persnya di Gresik, Jumat.
Hirosi berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Gresik dan Jawa Timur yang turut membantu kelancaran operasional kembali satu-satunya perusahaan pengelola konsentrat PT Freeport di Indonesia.
Selama ini, kata Hirosi Kondo, PT Smelting berkontribusi terhadap neraca perdagangan Jatim karena 60 persen dari total produksi Katoda Tembaga PT Smelting diekspor ke luar negeri.
Sementara, 40 persen produk diserap industri dalam negeri dan juga memasok 100 persen kebutuhan asam sulfat (acid) untuk perusahaan pupuk yang ada di Gresik.
"Perusahaan kami telah mengolah bahan baku alam yang diambil dari bumi Indonesia. Ini artinya, keberadaan pabrik ini telah memberi nilai lebih bagi sumber daya alam yang begitu kaya di negeri ini," ujar Hiroshi.
Ia mengaku operasioal kembali PT Smelting sebenarnya dimulai sejak 1 Maret 2017, dan diharapkan kembali mampu berkontribusi terhadap perekonomian Jatim maupun Indonesia.
"Sebagai perusahaan yang telah beroperasi di sini selama 20 tahun, tentu kami berkomitmen dan berpegang teguh kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini," katanya.
Sementara Plan Manager PT Smelting, Antonius Prayoga menjelaskan, Smelter yang telah beroperasi sejak 1998 ini mempunyai kapasitas 300 ribu ton katoda tembaga per tahun. Dari jumlah produksi tersebut 40 persen terserap dalam negeri, sedangkan 60 persen diekspor ke luar negeri.
Selama ini, kata Antonius, salah satu produk Smelting Gresik berupa asam sulfat (Acid) langsung disalurkan ke Petrokimia Gresik sebagai bahan baku pupuk, dengan total pasokan 700 sampai 900 ribu ton acid ke Petrokimia Gresik, yang disalurkan melalui pipa sepanjang 4 kilometer di Gresik.
Sedangkan produk lain PT Smelting berupa coper slag atau semacam limbah padat smelter juga diserap pabrik semen yang ada di Jatim, dan digunakan sebagai pengganti pasir besi.
"Jadi, tidak ada limbah smelter yang tersisa, sebab semuanya berguna untuk industri lainnya," katanya.
Sementara itu, PT Smelting Gresik mayoritas sahamnya dimiliki Mistsubishi Jepang, dengan produk yang banyak digunakan di seluruh dunia.
Sebelumnya, perusahaan tersebut mengalami masalah kontrak kerja dengan para karyawannya, sehingga menghambat kinerja dan manajemen memutuskan menutup operasional pabrik untuk sementara yang berakibat terhentinya produksi.
Manajemen perusahaan juga tidak mau menjelaskan secara rinci masalah kontrak kerja yang terjadi, serta berapa kerugian akibat berhentinya produksi.
Namun, manajemen berharap agar masalah itu tidak terjadi lagi ke depannya, karena akan mempengaruhi kinerja ekonomi dan neraca perdagangan Jawa Timur. (antara)
"Saya mohon maaf karena smelter pengolah tembaga PT Freeport ini sempat berhenti operasi selama satu bulan lebih. Peristiwa itu sangat tidak kami harapkan. Kami tahu terhentinya produksi ini mempengaruhi kinerja ekonomi dan neraca perdagangan Jawa Timur," kata Presiden Direktur PT Smelting Hiroshi Kondo dalam keterangan persnya di Gresik, Jumat.
Hirosi berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Gresik dan Jawa Timur yang turut membantu kelancaran operasional kembali satu-satunya perusahaan pengelola konsentrat PT Freeport di Indonesia.
Selama ini, kata Hirosi Kondo, PT Smelting berkontribusi terhadap neraca perdagangan Jatim karena 60 persen dari total produksi Katoda Tembaga PT Smelting diekspor ke luar negeri.
Sementara, 40 persen produk diserap industri dalam negeri dan juga memasok 100 persen kebutuhan asam sulfat (acid) untuk perusahaan pupuk yang ada di Gresik.
"Perusahaan kami telah mengolah bahan baku alam yang diambil dari bumi Indonesia. Ini artinya, keberadaan pabrik ini telah memberi nilai lebih bagi sumber daya alam yang begitu kaya di negeri ini," ujar Hiroshi.
Ia mengaku operasioal kembali PT Smelting sebenarnya dimulai sejak 1 Maret 2017, dan diharapkan kembali mampu berkontribusi terhadap perekonomian Jatim maupun Indonesia.
"Sebagai perusahaan yang telah beroperasi di sini selama 20 tahun, tentu kami berkomitmen dan berpegang teguh kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini," katanya.
Sementara Plan Manager PT Smelting, Antonius Prayoga menjelaskan, Smelter yang telah beroperasi sejak 1998 ini mempunyai kapasitas 300 ribu ton katoda tembaga per tahun. Dari jumlah produksi tersebut 40 persen terserap dalam negeri, sedangkan 60 persen diekspor ke luar negeri.
Selama ini, kata Antonius, salah satu produk Smelting Gresik berupa asam sulfat (Acid) langsung disalurkan ke Petrokimia Gresik sebagai bahan baku pupuk, dengan total pasokan 700 sampai 900 ribu ton acid ke Petrokimia Gresik, yang disalurkan melalui pipa sepanjang 4 kilometer di Gresik.
Sedangkan produk lain PT Smelting berupa coper slag atau semacam limbah padat smelter juga diserap pabrik semen yang ada di Jatim, dan digunakan sebagai pengganti pasir besi.
"Jadi, tidak ada limbah smelter yang tersisa, sebab semuanya berguna untuk industri lainnya," katanya.
Sementara itu, PT Smelting Gresik mayoritas sahamnya dimiliki Mistsubishi Jepang, dengan produk yang banyak digunakan di seluruh dunia.
Sebelumnya, perusahaan tersebut mengalami masalah kontrak kerja dengan para karyawannya, sehingga menghambat kinerja dan manajemen memutuskan menutup operasional pabrik untuk sementara yang berakibat terhentinya produksi.
Manajemen perusahaan juga tidak mau menjelaskan secara rinci masalah kontrak kerja yang terjadi, serta berapa kerugian akibat berhentinya produksi.
Namun, manajemen berharap agar masalah itu tidak terjadi lagi ke depannya, karena akan mempengaruhi kinerja ekonomi dan neraca perdagangan Jawa Timur. (antara)