Pemerintah Pusat Tuduh PTFI Biayai Demonstrasi Karyawan di Jakarta
pada tanggal
Wednesday, 8 March 2017
JAKARTA - Perundingan antara Pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) terancam dihentikan sementara. Hal ini terjadi akibat adanya aksi demonstrasi karyawan PTFI di Depan Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat yang diduga oleh pemerintah telah dibiayai oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu.
Staf Khusus bidang Komunikasi Menteri ESDM Hadi M. Djuraid mengatakan perundingan dengan Freeport dilakukan secara intensif sejak pekan lalu.
"Info Bupati Mimika (Eltinus Omaleng) aksi ini dibiayai Freeport. Ini tidak fair dan mempengaruhi jalannya perundingan. Bisa jadi perundingan disetop dulu sampai mereka bisa mengendalikan diri," kata Hadi dalam pertemuan dengan jajaran Bupati Timika Eltinus Omaleng di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/3).
Hadi menuturkan Freeport menghendaki sejumlah persyaratan untuk beralih dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Persyaratan itu antara lain stabilitas fiskal dan kepastian hukum. Pihaknya mengerti dengan keinginan Freeport itu. "Ini sesuatu yang bisa dirundingkan dan dibicarakan," ujarnya.
Dikatakannya, operasi produksi Freeport seharusnya bisa berjalan normal bila menerima IUPK yang diterbitkan Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 10 Februari kemarin.
Dalam pengantar IUPK tersebut tercantum negosiasi selama 6 bulan terkait perubahan IUPK. Artinya selama 6 bulan itu Freeport bisa ekspor konsentrat tembaga lantaran Kementerian ESDM sudah menerbitkan rekomendasi izin ekspor pada 17 Februari kemarin.
"Kami sudah memberi jalan keluar tapi Freeport bersikeras tidak menggunakan itu," ujarnya.
Di awal pertemuan itu, Bupati Eltinus menyebut aksi demo yang dilakukan karyawan Freeport 'disponsori' oleh perusahan. Dia menegaskan selaku pemerintah daerah dan pemegang ulayat mendukung kebijakan pemerintah terkait perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK.
“Itu pasukan nasi bungkus. Orang-orang itu dibiayai Freeport, mulai dari tiket, akomodasi dan lain-lainnya. Wajar saja kalau mereka membela Freeport,” ujarnya.
Eltinus mengklaim pihaknya mendukung pemerintah pusat karena selama ini sakit hati. Mereka tidak memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Papua. Contohnya dalam pembangunan jalan, pihaknya tidak pernah mendapatkan bantuan dari PTFI. Pembangunan dari kampung ke kampung menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Seharusnya, sebagai perusahaan yang beroperasi di di Papua, PTFI turut andil.
“Saya dukung 100 persen keputusan Presiden dan Menteri ESDM. Kami harapkan sikap pemerintah tidak berubah, apalagi hanya karena ada desakan dari pekerja,” ungkap Eltinus.
Eltinus menegaskan, demonstrasi mendukung PTFI tidak mewakili aspirasi rakyat Papua. Lebih jauh, dia menduga aksi demonstrasi tersebut sebagai aksi bayaran. Selain itu, lanjutnya, PTFI telah merusak lingkungan, membabat habis 17 gunung di Papua.
“Kalau kami sih ingin Freeport itu ditutup saja,” tegasnya.
Karyawan Freeport yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) melakukan aksi unjuk rasa di kantor Kementerian ESDM. Ratusan pekerja itu meminta pemerintah dan Freeport segera mencapai kata sepakat. Pasalnya ketentuan perubahan IUPK dan izin ekspor konsentrat membuat Freeport berhenti produksi.
Pasalnya stok penyimpanan konsentrat sudah penuh lantaran izin ekspor belum terbit sejak 12 Januari kemarin. Penuhnya tempat penyimpanan itu memaksa Freeport menghentikan produksi sejak 10 Februari kemarin. Hal ini membuat Freeport melakukan efisiensi dengan merumahkan karyawannya. Efisiensi ini berimbas juga ke pekerja kontraktor yang mengalami pemutusan hubungan kerja. (beritasatu/detik)
Staf Khusus bidang Komunikasi Menteri ESDM Hadi M. Djuraid mengatakan perundingan dengan Freeport dilakukan secara intensif sejak pekan lalu.
"Info Bupati Mimika (Eltinus Omaleng) aksi ini dibiayai Freeport. Ini tidak fair dan mempengaruhi jalannya perundingan. Bisa jadi perundingan disetop dulu sampai mereka bisa mengendalikan diri," kata Hadi dalam pertemuan dengan jajaran Bupati Timika Eltinus Omaleng di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (7/3).
Hadi menuturkan Freeport menghendaki sejumlah persyaratan untuk beralih dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Persyaratan itu antara lain stabilitas fiskal dan kepastian hukum. Pihaknya mengerti dengan keinginan Freeport itu. "Ini sesuatu yang bisa dirundingkan dan dibicarakan," ujarnya.
Dikatakannya, operasi produksi Freeport seharusnya bisa berjalan normal bila menerima IUPK yang diterbitkan Menteri ESDM Ignasius Jonan pada 10 Februari kemarin.
Dalam pengantar IUPK tersebut tercantum negosiasi selama 6 bulan terkait perubahan IUPK. Artinya selama 6 bulan itu Freeport bisa ekspor konsentrat tembaga lantaran Kementerian ESDM sudah menerbitkan rekomendasi izin ekspor pada 17 Februari kemarin.
"Kami sudah memberi jalan keluar tapi Freeport bersikeras tidak menggunakan itu," ujarnya.
Di awal pertemuan itu, Bupati Eltinus menyebut aksi demo yang dilakukan karyawan Freeport 'disponsori' oleh perusahan. Dia menegaskan selaku pemerintah daerah dan pemegang ulayat mendukung kebijakan pemerintah terkait perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK.
“Itu pasukan nasi bungkus. Orang-orang itu dibiayai Freeport, mulai dari tiket, akomodasi dan lain-lainnya. Wajar saja kalau mereka membela Freeport,” ujarnya.
Eltinus mengklaim pihaknya mendukung pemerintah pusat karena selama ini sakit hati. Mereka tidak memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Papua. Contohnya dalam pembangunan jalan, pihaknya tidak pernah mendapatkan bantuan dari PTFI. Pembangunan dari kampung ke kampung menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Seharusnya, sebagai perusahaan yang beroperasi di di Papua, PTFI turut andil.
“Saya dukung 100 persen keputusan Presiden dan Menteri ESDM. Kami harapkan sikap pemerintah tidak berubah, apalagi hanya karena ada desakan dari pekerja,” ungkap Eltinus.
Eltinus menegaskan, demonstrasi mendukung PTFI tidak mewakili aspirasi rakyat Papua. Lebih jauh, dia menduga aksi demonstrasi tersebut sebagai aksi bayaran. Selain itu, lanjutnya, PTFI telah merusak lingkungan, membabat habis 17 gunung di Papua.
“Kalau kami sih ingin Freeport itu ditutup saja,” tegasnya.
Karyawan Freeport yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) melakukan aksi unjuk rasa di kantor Kementerian ESDM. Ratusan pekerja itu meminta pemerintah dan Freeport segera mencapai kata sepakat. Pasalnya ketentuan perubahan IUPK dan izin ekspor konsentrat membuat Freeport berhenti produksi.
Pasalnya stok penyimpanan konsentrat sudah penuh lantaran izin ekspor belum terbit sejak 12 Januari kemarin. Penuhnya tempat penyimpanan itu memaksa Freeport menghentikan produksi sejak 10 Februari kemarin. Hal ini membuat Freeport melakukan efisiensi dengan merumahkan karyawannya. Efisiensi ini berimbas juga ke pekerja kontraktor yang mengalami pemutusan hubungan kerja. (beritasatu/detik)