Pemerintah Indonesia Melunak ke PT. Freeport Indonesia
pada tanggal
Friday, 31 March 2017
JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melunak pada PT Freeport Indonesia (PTFI). Usai Freeport mengancam akan melakukan arbitrase internasional, pemerintah tampak kembali memberikan sejumlah kemudahan kepada PT Freeport.
Dalam ketentuan sebelumnya, Freeport ditekankan harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), untuk dapat melakukan ekspor kembali. Seluruh ketentuan dalam IUPK harus dituruti PT Freeport Indonesia, untuk dapat melakukan ekspor.
Namun demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, akan memberikan waktu bagi Freeport untuk tetap menggunakan pajak tetap, atau nail down seperti yang diatur dalam KK. Hal itu jelas berbeda dengan IUPK, yang mana pajaknya bersifat prevailing, alias mengikuti ketentuan pajak yang ada.
Bambang mengatakan, ketentuan pajak nail down itu bukan berlaku selama enam bulan ke depan, atau delapan bulan, setelah IUPK Freeport diterbitkan pada bulan Februari. Dalam masa itu, Freeport terus melakukan negosiasi dengan pemerintah, yakni Kementerian Keuangan, dan Freeport pun disebut sudah bisa mulai melakukan ekspor dengan rekomendasi yang telah diberikan pada 17 Februari 2017.
"Ya, kan sudah diberi rekomendasi izin ekspor, iya (tetap pakai yang kemarin)," kata Bambang ditemui di sela Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.
Bambang mengatakan, progres pembangunan smelter, atau fasilitas pengolahan pemurnian mineral tambang tak lagi dipakai dalam ketentuan ekspor tersebut. Asalkan, perusahaan tambang itu telah berkomitmen untuk membangun smelter, maka izin ekspor tetap dapat diberikan. "Sekarang kan, mau akan membangun (smelter) saja bisa ekspor kok. Kalau dilihat membangunnya, yang mau akan, atau baru mau akan saja, itu sudah bisa ekspor," ujar dia.
Bambang melanjutkan, ketentuan perpajakan akan dinegosiasikan dengan Kementerian Keuangan. Menurut dia, itu domain dari Kementerian Keuangan untuk dapat memutuskannya. "Ya itu nanti, itu tanya sama menteri keuangan," ujarnya. (viva)
Dalam ketentuan sebelumnya, Freeport ditekankan harus mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), untuk dapat melakukan ekspor kembali. Seluruh ketentuan dalam IUPK harus dituruti PT Freeport Indonesia, untuk dapat melakukan ekspor.
Namun demikian, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, akan memberikan waktu bagi Freeport untuk tetap menggunakan pajak tetap, atau nail down seperti yang diatur dalam KK. Hal itu jelas berbeda dengan IUPK, yang mana pajaknya bersifat prevailing, alias mengikuti ketentuan pajak yang ada.
Bambang mengatakan, ketentuan pajak nail down itu bukan berlaku selama enam bulan ke depan, atau delapan bulan, setelah IUPK Freeport diterbitkan pada bulan Februari. Dalam masa itu, Freeport terus melakukan negosiasi dengan pemerintah, yakni Kementerian Keuangan, dan Freeport pun disebut sudah bisa mulai melakukan ekspor dengan rekomendasi yang telah diberikan pada 17 Februari 2017.
"Ya, kan sudah diberi rekomendasi izin ekspor, iya (tetap pakai yang kemarin)," kata Bambang ditemui di sela Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 30 Maret 2017.
Bambang mengatakan, progres pembangunan smelter, atau fasilitas pengolahan pemurnian mineral tambang tak lagi dipakai dalam ketentuan ekspor tersebut. Asalkan, perusahaan tambang itu telah berkomitmen untuk membangun smelter, maka izin ekspor tetap dapat diberikan. "Sekarang kan, mau akan membangun (smelter) saja bisa ekspor kok. Kalau dilihat membangunnya, yang mau akan, atau baru mau akan saja, itu sudah bisa ekspor," ujar dia.
Bambang melanjutkan, ketentuan perpajakan akan dinegosiasikan dengan Kementerian Keuangan. Menurut dia, itu domain dari Kementerian Keuangan untuk dapat memutuskannya. "Ya itu nanti, itu tanya sama menteri keuangan," ujarnya. (viva)