Pembangunan Sekolah di Merauke Terkendala Pembayaran Tanah Ulayat
pada tanggal
Saturday, 18 March 2017
MERAUKE - Pemilik ulayat di Kabupaten Merauke, Provinsi Papua minta pemerintah membayar lahan tempat pembangunan sejumlah sekolah khususnya di kawasan bekas permukiman transmigran.
Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke Felix Liem Gebze, di Merauke, Sabtu, mengatakan lebih dari satu sekolah di kawasan bekas transmigrasi masih menjadi masalah.
"Ada banyak tuan tanah yang datang ke kantor untuk menuntut penyelesaian tanah tersebut," kata Felix.
Menurut dia, sekolas-sekolah yang kini dipersoalkan oleh masyarakat adat, sebelumnya dibangun oleh pihak kantor transmigrasi, lalu diserahkan kepada pengelola pendidikan yaitu dinas pendidikan untuk melanjutkannya.
"Sehingga secara logika, sekolah yang kebanyakan di tengah-tengah perkampungan transmigrasi itu sudah diselesaikan atau sudah dibayar oleh kantor transmigrasi," katanya lagi.
Untuk memastikan status penyelesaian tanah tersebut, lanjut Felix, pihaknya mengarahkan masyarakat adat untuk mengecek langsung ke kantor transmigrasi.
"Kami di Dinas Pendidikan dan Pengajaran tidak tahu proses kepemilikan tanah ini, mengingat kami hanya menjalankan sekolah setelah diserahkan oleh pihak transmigrasi," katanya pula.
Selain sekolah di kawasan bekas transmigrasi, ia mengaku ada beberapa sekolah yayasan lainnya yang bermasalah karena pemilik ulayat menggugat dan menuntut penyelesaian atau ganti rugi pembayaran lahan tempat dibangun sekolah itu.
"Untuk sekolah dikelola yayasan, seperti YPPK dan YPK itu, kami sarankan pemilik ulayat mengecek ke yayasan, karena sekolah itu dibangun oleh yayasan dan diserahkan kepada dinas pendidikan sehingga kami tidak tahu kesepakatan awalnya seperti apa antara pihak yayasan dan pemilik ulayat," kata dia lagi. (antara)
Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Merauke Felix Liem Gebze, di Merauke, Sabtu, mengatakan lebih dari satu sekolah di kawasan bekas transmigrasi masih menjadi masalah.
"Ada banyak tuan tanah yang datang ke kantor untuk menuntut penyelesaian tanah tersebut," kata Felix.
Menurut dia, sekolas-sekolah yang kini dipersoalkan oleh masyarakat adat, sebelumnya dibangun oleh pihak kantor transmigrasi, lalu diserahkan kepada pengelola pendidikan yaitu dinas pendidikan untuk melanjutkannya.
"Sehingga secara logika, sekolah yang kebanyakan di tengah-tengah perkampungan transmigrasi itu sudah diselesaikan atau sudah dibayar oleh kantor transmigrasi," katanya lagi.
Untuk memastikan status penyelesaian tanah tersebut, lanjut Felix, pihaknya mengarahkan masyarakat adat untuk mengecek langsung ke kantor transmigrasi.
"Kami di Dinas Pendidikan dan Pengajaran tidak tahu proses kepemilikan tanah ini, mengingat kami hanya menjalankan sekolah setelah diserahkan oleh pihak transmigrasi," katanya pula.
Selain sekolah di kawasan bekas transmigrasi, ia mengaku ada beberapa sekolah yayasan lainnya yang bermasalah karena pemilik ulayat menggugat dan menuntut penyelesaian atau ganti rugi pembayaran lahan tempat dibangun sekolah itu.
"Untuk sekolah dikelola yayasan, seperti YPPK dan YPK itu, kami sarankan pemilik ulayat mengecek ke yayasan, karena sekolah itu dibangun oleh yayasan dan diserahkan kepada dinas pendidikan sehingga kami tidak tahu kesepakatan awalnya seperti apa antara pihak yayasan dan pemilik ulayat," kata dia lagi. (antara)