Papua Wajib Kondusif Selama Perundingan RI dan PTFI
pada tanggal
Friday, 10 March 2017
KOTA JAYAPURA - Pemerintah ingin kondisi Papua tetap kondusif selama proses perundingan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia berlangsung. Hal ini merupakan salah satu hal yang disampaikan dalam pertemuan Tim Negosiasi Pemerintah dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamuji dengan Gubernur Papua Lukas Enembe. Pertemuan tersebut berlangsung di Jayapura pada Kamis kemarin (9/3).
Teguh mengatakan pertemuan dengan Gubernur Papua itu untuk membahas kelanjutan negosiasi antara pemerintah dengan Freeport Indonesia.
"Pertemuan ini secara umum menjelaskan kebijakan pemerintah yang tetap konsisten dengan kebijakan hilirisasi mineral. Pemerintah pun juga tetap ingin menjaga agar kegiatan sosial dan ekonomi di Papua saat ini tetap berjalan kondusif," kata Teguh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (10/3).
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport tertanggal 10 Februari 2017. Pemerintah pun juga telah menerbitkan rekomendasi ekspor pada 17 Februari 2017. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono, yang ikut dalam rapat tersebut menyatakan saat ini pemerintah terus menyelesaikan hal-hal yang terkait stabilisasi investasi.
“Namun demikian, apabila setelah 6 bulan Freeport tidak bisa menerima IUPK, silakan kembali ke Kontrak Karya, tapi tidak bisa ekspor konsentrat,” ujarnya.
Sikap pemerintah ini mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Papua. “Kami dukung kebijakan pemerintah pusat ini dan kami minta pemerintah tegas kepada Freeport Indonesia,” tegas Gubernur Lukas.
Selanjutnya Pemprov Papua juga minta agar diikutkan dalam membahas masa depan operasi Freeport Indonesia dan aspirasi yang telah disampaikan kepada pemerintah, tetap diupayakan.
Menanggapi hal tersebut, Bambang menjelaskan bahwa aspirasi tersebut sebagian besar telah diakomodasi dalam progres negosiasi yang dilaksanakan pemerintah.
Turut hadir dalam pertemuan dengan Gubernur Papua ini antara lain Staf Khusus Presiden Urusan Papua, pejabat dari unsur daerah seperti Wakil Gubernur, Ketua DPRD Prov Papua, Pangdam, Wakil Kapolda, Wakil Kajati, Danlanal dan BIN Daerah Papua.
Harus Ikut Aturan
Sementara itu Peneliti Ekonomi-Politik dari Lembaga Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman mengatakan PTFI, diharapkan taat aturan main dan hukum yang berlaku di Indonesia. Rezim Kontrak Karya tahun 1991, kata dia tidak bisa lagi dijadikan rujukan dalam melakukan bisnis tambang di Indonesia.
"Di sektor pertambangan, semua perusahaan tambang wajib mematahui aturan baru melalui UU No.4/2009, tentang Mineral dan Pertambangan dengan berbagai aturan operasionalnya seperti PP 1/2017, tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara," ujar Ferdy dalam diskusi "Freeport dan Kedaulatan NKRI" di Kantor PP PMKRI, Margasiswa, Jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3).
Selain Ferdy, hadir juga sebagai narasumber, antara lain Politisi PDIP Adian Napitupulu, Politisi Golkar Melky Laka Lena, Akademisi Marwan Batubara, Staf Ahli Kementerian ESDM Hadi M. Djurait dan Presidium Germas PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Lodofikus Roe.
Dengan rejim baru, kata Ferdy pemerintah Indonesia ingin mengubah paradigma pertambangan di tanah air di mana tambang harus diolah dalam pabrik smelter dalam negeri. Semua perusahaan tambang wajib membangun smelter di Indonesia termasuk Freeport.
"Freeport sebaiknya menyudahi renegosiasi kontrak dengan cara-cara lama yang cenderung memaksa dan mendikte pemerintah ikut kemauan perusahaan itu ada kesan kuat, Freeport hanya ingin mengakomodasi kepentingan korporasi saja, sementara kepentingan negara yang ditawarkan pemerintah tak diterima," ungkap dia.
Ferdy menilai boleh jadi sebelum pemerintahan Jokowi-JK Freeport tidak terlalu mengakomodasi kepentingan bangsa sehingga berharap pemerintahan sekarang juga tunduk dan taat pada Freeport. Menurutnya, Freeport tidak belajar bagaimana pemerintah Jokowi-JK menyerahkan blok Mahakam (Kalimantan Timur ) ke Pertamina dan tak melanjutkan kontrak Total E&P (Prancis).
"Keputusan nasionalisasi blok Mahakam seharusnya menjadi referensi Freeport untuk lebih taktis melakukan renegosiasi. Belum ada satupun rejim yang memerintahkan Freeport harus mengalihkan status KK menjadi IUPK dengan syarat wajib membangun smelter dan divestasi saham. Hanya pada jaman pemerintah Jokowi-JK, Freeport harus tunduk pada negara," jelas dia.
Lebih lanjut, dia mengataka konversi KK ke IUPK itu adalah amanatkan UU No.4/2009, tentang mineral dan pertambangan. Menurut dia, keputusan peralihan KK menjadi IUPK bukan hanya keputusan pemerintah Jokowi-JK, apalagi menteri ESDM Ignasius Jonan.
"Peralihan itu adalah perintah konstitusi UUD 45 yang mengamanatkan semua tambang strategis wajib dikontrol negara untuk kesejahteraan rakyat. Jadi diharapkan selesaikan masalah ini di meja perundingan, renegosiasi, bukan ajukan pemerintah ke arbitrase internasional," imbuh dia.
Pemerintah, kata Ferdy boleh saja mengacu pada konstitusi UUD 1945 dalam pengambilan kebijakan, seperti divestasi saham, tetapi pemerintah harus luwes menggunakan konstitusi. Keluwesan itu, kata dia penting dalam kerangka menimbang biaya investasi underground dan smelter cukup besar.
"Yang namanya korporasi tentu memiliki perhitungan untung-rugi. Jadi pemerintah harus berdiri di tengah-tengah, di antara kepentingan bangsa dan mengakomodasi juga kepentingan korporasi," terangnya.
Aturan divestasi bagi Freeport, kata dia bisa dilunakan sedikit. Freeport misalnya tetap menjadi operator dan kerja sama dengan perusahaan BUMN.
"Yang penting, Freeport wajib membangun smelter di Papua, bukan di Gresik, Jawa Timur agar memberi nilai tambah bagi pembangunan daerah," pungkasnya.
Dijelaskan, Grasberg adalah salah satu tambang paling profitable di dunia. Cadangan tembaga mencapai 32.7 miliar pound dan emas mencapai 33.7 juta ons. Tahun 2010, Freeport memproduksi 230.000 ton ore milled per hari dan membukukan pendapatan sebesar US$6.72 miliar.
Freeport mengoperasikan tambang tembaga open-pit, seperti Morenci, Bagdad, Sierrita, Safford dan Miami (Amerika Utara), tambang tembaga Cerro Verde (Peru) dan El Abra (Cili), tambang emas dan tembaga di Grasberg (Indonesia) dan Afrika dengan kontribusi yang berbeda di setiap negara.
Total asetnya sangatlah besar. Per tahun 2015, total aset FCX mencapai 58,795 miliar dolar dan total aset dari tambang Grasberg di Indonesia mencapai 8,626 miliar dolar. Akhir tahun 2016 misalnya, tambang Grasberg menghasilkan pendapatan senilai US$3,23 miliar dan tahun 2015 sebesar US$ 2,62 miliar. (beritasatu)
Teguh mengatakan pertemuan dengan Gubernur Papua itu untuk membahas kelanjutan negosiasi antara pemerintah dengan Freeport Indonesia.
"Pertemuan ini secara umum menjelaskan kebijakan pemerintah yang tetap konsisten dengan kebijakan hilirisasi mineral. Pemerintah pun juga tetap ingin menjaga agar kegiatan sosial dan ekonomi di Papua saat ini tetap berjalan kondusif," kata Teguh dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (10/3).
Sebagaimana diketahui, pemerintah telah memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport tertanggal 10 Februari 2017. Pemerintah pun juga telah menerbitkan rekomendasi ekspor pada 17 Februari 2017. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono, yang ikut dalam rapat tersebut menyatakan saat ini pemerintah terus menyelesaikan hal-hal yang terkait stabilisasi investasi.
“Namun demikian, apabila setelah 6 bulan Freeport tidak bisa menerima IUPK, silakan kembali ke Kontrak Karya, tapi tidak bisa ekspor konsentrat,” ujarnya.
Sikap pemerintah ini mendapat dukungan dari Pemerintah Provinsi Papua. “Kami dukung kebijakan pemerintah pusat ini dan kami minta pemerintah tegas kepada Freeport Indonesia,” tegas Gubernur Lukas.
Selanjutnya Pemprov Papua juga minta agar diikutkan dalam membahas masa depan operasi Freeport Indonesia dan aspirasi yang telah disampaikan kepada pemerintah, tetap diupayakan.
Menanggapi hal tersebut, Bambang menjelaskan bahwa aspirasi tersebut sebagian besar telah diakomodasi dalam progres negosiasi yang dilaksanakan pemerintah.
Turut hadir dalam pertemuan dengan Gubernur Papua ini antara lain Staf Khusus Presiden Urusan Papua, pejabat dari unsur daerah seperti Wakil Gubernur, Ketua DPRD Prov Papua, Pangdam, Wakil Kapolda, Wakil Kajati, Danlanal dan BIN Daerah Papua.
Harus Ikut Aturan
Sementara itu Peneliti Ekonomi-Politik dari Lembaga Alpha Research Database Indonesia, Ferdy Hasiman mengatakan PTFI, diharapkan taat aturan main dan hukum yang berlaku di Indonesia. Rezim Kontrak Karya tahun 1991, kata dia tidak bisa lagi dijadikan rujukan dalam melakukan bisnis tambang di Indonesia.
"Di sektor pertambangan, semua perusahaan tambang wajib mematahui aturan baru melalui UU No.4/2009, tentang Mineral dan Pertambangan dengan berbagai aturan operasionalnya seperti PP 1/2017, tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara," ujar Ferdy dalam diskusi "Freeport dan Kedaulatan NKRI" di Kantor PP PMKRI, Margasiswa, Jalan Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/3).
Selain Ferdy, hadir juga sebagai narasumber, antara lain Politisi PDIP Adian Napitupulu, Politisi Golkar Melky Laka Lena, Akademisi Marwan Batubara, Staf Ahli Kementerian ESDM Hadi M. Djurait dan Presidium Germas PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Lodofikus Roe.
Dengan rejim baru, kata Ferdy pemerintah Indonesia ingin mengubah paradigma pertambangan di tanah air di mana tambang harus diolah dalam pabrik smelter dalam negeri. Semua perusahaan tambang wajib membangun smelter di Indonesia termasuk Freeport.
"Freeport sebaiknya menyudahi renegosiasi kontrak dengan cara-cara lama yang cenderung memaksa dan mendikte pemerintah ikut kemauan perusahaan itu ada kesan kuat, Freeport hanya ingin mengakomodasi kepentingan korporasi saja, sementara kepentingan negara yang ditawarkan pemerintah tak diterima," ungkap dia.
Ferdy menilai boleh jadi sebelum pemerintahan Jokowi-JK Freeport tidak terlalu mengakomodasi kepentingan bangsa sehingga berharap pemerintahan sekarang juga tunduk dan taat pada Freeport. Menurutnya, Freeport tidak belajar bagaimana pemerintah Jokowi-JK menyerahkan blok Mahakam (Kalimantan Timur ) ke Pertamina dan tak melanjutkan kontrak Total E&P (Prancis).
"Keputusan nasionalisasi blok Mahakam seharusnya menjadi referensi Freeport untuk lebih taktis melakukan renegosiasi. Belum ada satupun rejim yang memerintahkan Freeport harus mengalihkan status KK menjadi IUPK dengan syarat wajib membangun smelter dan divestasi saham. Hanya pada jaman pemerintah Jokowi-JK, Freeport harus tunduk pada negara," jelas dia.
Lebih lanjut, dia mengataka konversi KK ke IUPK itu adalah amanatkan UU No.4/2009, tentang mineral dan pertambangan. Menurut dia, keputusan peralihan KK menjadi IUPK bukan hanya keputusan pemerintah Jokowi-JK, apalagi menteri ESDM Ignasius Jonan.
"Peralihan itu adalah perintah konstitusi UUD 45 yang mengamanatkan semua tambang strategis wajib dikontrol negara untuk kesejahteraan rakyat. Jadi diharapkan selesaikan masalah ini di meja perundingan, renegosiasi, bukan ajukan pemerintah ke arbitrase internasional," imbuh dia.
Pemerintah, kata Ferdy boleh saja mengacu pada konstitusi UUD 1945 dalam pengambilan kebijakan, seperti divestasi saham, tetapi pemerintah harus luwes menggunakan konstitusi. Keluwesan itu, kata dia penting dalam kerangka menimbang biaya investasi underground dan smelter cukup besar.
"Yang namanya korporasi tentu memiliki perhitungan untung-rugi. Jadi pemerintah harus berdiri di tengah-tengah, di antara kepentingan bangsa dan mengakomodasi juga kepentingan korporasi," terangnya.
Aturan divestasi bagi Freeport, kata dia bisa dilunakan sedikit. Freeport misalnya tetap menjadi operator dan kerja sama dengan perusahaan BUMN.
"Yang penting, Freeport wajib membangun smelter di Papua, bukan di Gresik, Jawa Timur agar memberi nilai tambah bagi pembangunan daerah," pungkasnya.
Dijelaskan, Grasberg adalah salah satu tambang paling profitable di dunia. Cadangan tembaga mencapai 32.7 miliar pound dan emas mencapai 33.7 juta ons. Tahun 2010, Freeport memproduksi 230.000 ton ore milled per hari dan membukukan pendapatan sebesar US$6.72 miliar.
Freeport mengoperasikan tambang tembaga open-pit, seperti Morenci, Bagdad, Sierrita, Safford dan Miami (Amerika Utara), tambang tembaga Cerro Verde (Peru) dan El Abra (Cili), tambang emas dan tembaga di Grasberg (Indonesia) dan Afrika dengan kontribusi yang berbeda di setiap negara.
Total asetnya sangatlah besar. Per tahun 2015, total aset FCX mencapai 58,795 miliar dolar dan total aset dari tambang Grasberg di Indonesia mencapai 8,626 miliar dolar. Akhir tahun 2016 misalnya, tambang Grasberg menghasilkan pendapatan senilai US$3,23 miliar dan tahun 2015 sebesar US$ 2,62 miliar. (beritasatu)