Melindungi Perempuan dari Kekerasan di Bumi Cenderawasih
pada tanggal
Saturday, 25 March 2017
KOTA JAYAPURA - Masih kentalnya adat istiadat di wilayah Bumi Cenderawasih, Papua tentu sangat berpengaruh pula pada sistem kekerabatannya. Ya, Papua bisa dikatakan menganut sistem patrilineal.
Sistem ini adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah atau mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak laki-laki.
Hal ini bisa terlihat dari penerapan sistem mas kawin dalam proses minang atau pernikahan, di mana jika pihak laki-laki telah membayar mas kawin sesuai dengan aturan adat, maka keberadaan wanita adalah sepenuhnya milik laki-laki dan keluarganya.
Memang tidak seluruhnya masyarakat di Provinsi Papua menerapkan sistem mas kawin dan patrilineal ini, namun keberadaan laki-laki masih dianggap lebih tinggi dari pada wanita.
Oleh sebab itu, hingga kini masih banyak perempuan Papua yang sering mengalami kekerasan dalam rumah tangganya karena pasangannya menganggap dirinya lebih berkuasa sehingga dapat berbuat semena-mena.
Budaya minum minuman beralkohol yang kini tengah diminimalisasi oleh pemerintah daerah setempat, juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di Provinsi Papua.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua pun akhirnya mendorong kabupaten/kota untuk menekan kasus kekerasan pada perempuan dan anak di wilayahnya masing-masing.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Hery Dosinaen, mengatakan untuk menekan tingkat kekerasan perempuan dan anak di Papua dibutuhkan koordinasi semua sektor.
Penanganan anak dan perempuan di Papua membutuhkan sinergitas dari semua komponen atau stakeholder, tidak hanya bertumpu pada badan atau dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Di sisi lain, peran pemerintah daerah setempat maupun keluarga khususnya orangtua sangat dibutuhkan, sehingga ke depan dapat menjadikan Papua menjadi daerah layak anak misalnya.
"Perlu adanya peranan seluruh elemen masyarakat dalam segala lintas sektor untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti komisi hak asasi manusia atau lain sebagainya," ujarnya.
Korban-korban kekerasan dalam rumah tangga yang didominasi perempuan dan anak ini menjadi perhatian semua pihak, sehingga satu per satu gerakan dan program perlindungan mulai bermunculan untuk menekan banyaknya kasus yang terjadi tiap tahun.
Mobil Perlindungan Berbagai upaya perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga terus didentingkan, masing-masing instansi yang terkait pun berlomba-lomba mencari cara yang tepat.
Senada dengan Hery Dosinaen, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Papua Aneke Rawar, mengatakan pihaknya terus berupaya menekan kasus kekerasan yang terjadi di Bumi Cenderawasih.
"Salah satu upaya yang kami lakukan adalah dengan memberikan bantuan mobil perlindungan untuk kabupaten/kota agar memudahkan pelayanan bagi korban kekerasan," katanya.
Sehingga Dinas PPPA Provinsi Papua mengharapkan dengan adanya bantuan mobil perlindungan ini, angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Papua dapat ditekan.
Untuk itu, sebanyak sembilan kabupaten/kota di Bumi Cenderawasih menerima bantuan masing-masing satu unit mobil operasional dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) RI yang diserahkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua.
Pemberian bantuan ditandai dengan penyerahan kunci mobil oleh Sekda Provinsi Papua kepada masing-masing perwakilan sembilan kabupaten/kota ini dilakukan di Halaman Kantor Dinas PPA setempat.
Sekda Provinsi Papua Hery Dosinaen mengatakan bantuan mobil operasional ini diberikan untuk Kota dan Kabupaten Jayapura, Keerom, Jayawijaya, Merauke, Supiori, Puncak Jaya, Biak dan Nabire.
Kehadiran mobil bantuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja perlindungan perempuan dan anak.
Di mana bantuan mobil operasional ini akan lebih memperlancar dan memudahkan mobilitas dalam kegiatan advokasi dan penyuluhan kepada masyarakat.
"Bantuan ini adalah bentuk perhatian pemerintah dalam penanganan perlindungan perempuan dan anak di Papua," ujarnya.
Selain itu, terkait dengan penanganan kasus kekerasaan kepada perempuan dan anak di Papua, hal itu menjadi tugas Dinas PPA baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk segera melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Termasuk juga berkoordinasi dengan Komnas HAM dan lainnya, agar bagaimana penanganan perempuan dan anak di Papua ini dapat berjalan dengan baik.
Tidak hanya itu, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kabupaten Jayapura pun mengklaim bantuan satu unit mobil perlindungan dari pemerintah pusat sangat membantu pihaknya mengurangi pembiayaan korban kekerasan.
Kepala BP3AKB Kabupaten Jayapura Maria Bano mengatakan selama ini pihaknya sering mengeluarkan biaya pribadi untuk membantu korban kekerasan, baik ketika diantar ke rumah sakit dan lain sebagainya.
Dengan adanya bantuan mobil perlindungan ini dapat mengurangi biaya pribadi dikeluarkan dan dapat menjangkau tempat-tempat yang dituju dengan lebih mudah.
Biasanya korban yang ditemukan atau melapor kepada pihaknya akan diantar ke rumah sakit jika mengalami kekerasan fisik atau akan diantar pulang ke rumahnya.
"Hal ini yang biasanya membuat kami harus merogoh kantong pribadi sehingga dengan adanya bantuan mobil ini sangat membantu," ujarnya.
Maria menyampaikan terima kasih kepada Kementerian PPA dan Dinas PPA Provinsi Papua atas bantuan mobil ini karena dapat menjangkau pelayanan hingga ke kampung-kampung.
"Kami di Kabupaten Jayapura mencatat tingkat kekerasan kepada perempuan terhitung tinggi sehingga dengan mobil perlindungan ini dapat menjangkau hingga ke kampung-kampung yang jaraknya jauh atau sulit ditempuh," katanya lagi.
Berdasarkan data yang dimilikinya, di Kabupaten Jayapura tercatat memiliki 16 kasus dari empat jenis kekerasan yang ada terhadap perempuan selama 2016.
Untuk 2017, tercatat empat kasus yang tengah ditangani dan diharapkan tidak bertambah, di mana langkah-langkah preventif yang terus disodorkan oleh pemerintah mampu menekan jumlah korban kekerasan dalam rumah tangga.
Berani Berkarya Selain upaya dari pemerintah dan instansi terkait guna melindungi dan memberdayakan perempuan Papua, perlu juga adanya keinginan dan komitmen dari wanita itu sendiri.
Aneke Rawar selaku Kepala Dinas PPPA Provinsi Papua pun terus memotivasi perempuan di wilayahnya agar lebih berani berkarya berdasarkan kemampuannya masing-masing.
"Perempuan Papua harus semangat dengan kemampuan yang sudah diberikan oleh Tuhan untuk bekerja di bidangnya masing-masing," kata Aneke yang telah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak 1987.
Menurut perempuan asal Biak yang sejak 2013 menduduki jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua ini, perempuan harus bisa setara dengan laki-laki dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawab di tempat kerjanya masing-masing.
Meskipun perempuan bisa kuat dan berada di tempat atau jabatan lebih tinggi dari pada laki-laki, namun tidak boleh melupakan tanggung jawab sebagai istri dan ibu.
Aneke menjelaskan seorang perempuan memiliki peran yang penting dalam sebuah keluarga dan pembentukan mental anak, sehingga sesibuk apapuan di tempat kerja harus meluangkan waktu bagi keluarganya.
"Saya berharap ke depannya, ada perempuan lain yang bisa lebih lagi dari pada saya, bisa lebih dalam menduduki jabatan, atau lebih berprestasi dalam bidang lainnya," katanya lagi.
Ibu dari empat putra dan dua putri ini menuturkan kini banyak jabatan yang tidak harus diisi oleh laki-laki, tetapi juga bisa diduduki oleh kaum perempuan.
"Asalkan kaum perempuan, khususnya di Papua mau meningkatkan kualitas dan pengetahuannya maka pembangunan di bumi cenderawasih ini dapat terlaksanakan dengan cepat," ujar perempuan yang pernah menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika. (antara)
Sistem ini adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah atau mengikuti garis keturunan yang ditarik dari pihak laki-laki.
Hal ini bisa terlihat dari penerapan sistem mas kawin dalam proses minang atau pernikahan, di mana jika pihak laki-laki telah membayar mas kawin sesuai dengan aturan adat, maka keberadaan wanita adalah sepenuhnya milik laki-laki dan keluarganya.
Memang tidak seluruhnya masyarakat di Provinsi Papua menerapkan sistem mas kawin dan patrilineal ini, namun keberadaan laki-laki masih dianggap lebih tinggi dari pada wanita.
Oleh sebab itu, hingga kini masih banyak perempuan Papua yang sering mengalami kekerasan dalam rumah tangganya karena pasangannya menganggap dirinya lebih berkuasa sehingga dapat berbuat semena-mena.
Budaya minum minuman beralkohol yang kini tengah diminimalisasi oleh pemerintah daerah setempat, juga menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga di Provinsi Papua.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua pun akhirnya mendorong kabupaten/kota untuk menekan kasus kekerasan pada perempuan dan anak di wilayahnya masing-masing.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua Hery Dosinaen, mengatakan untuk menekan tingkat kekerasan perempuan dan anak di Papua dibutuhkan koordinasi semua sektor.
Penanganan anak dan perempuan di Papua membutuhkan sinergitas dari semua komponen atau stakeholder, tidak hanya bertumpu pada badan atau dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.
Di sisi lain, peran pemerintah daerah setempat maupun keluarga khususnya orangtua sangat dibutuhkan, sehingga ke depan dapat menjadikan Papua menjadi daerah layak anak misalnya.
"Perlu adanya peranan seluruh elemen masyarakat dalam segala lintas sektor untuk mencegah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak seperti komisi hak asasi manusia atau lain sebagainya," ujarnya.
Korban-korban kekerasan dalam rumah tangga yang didominasi perempuan dan anak ini menjadi perhatian semua pihak, sehingga satu per satu gerakan dan program perlindungan mulai bermunculan untuk menekan banyaknya kasus yang terjadi tiap tahun.
Mobil Perlindungan Berbagai upaya perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga terus didentingkan, masing-masing instansi yang terkait pun berlomba-lomba mencari cara yang tepat.
Senada dengan Hery Dosinaen, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Papua Aneke Rawar, mengatakan pihaknya terus berupaya menekan kasus kekerasan yang terjadi di Bumi Cenderawasih.
"Salah satu upaya yang kami lakukan adalah dengan memberikan bantuan mobil perlindungan untuk kabupaten/kota agar memudahkan pelayanan bagi korban kekerasan," katanya.
Sehingga Dinas PPPA Provinsi Papua mengharapkan dengan adanya bantuan mobil perlindungan ini, angka kasus kekerasan pada perempuan dan anak di Papua dapat ditekan.
Untuk itu, sebanyak sembilan kabupaten/kota di Bumi Cenderawasih menerima bantuan masing-masing satu unit mobil operasional dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPA) RI yang diserahkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Papua.
Pemberian bantuan ditandai dengan penyerahan kunci mobil oleh Sekda Provinsi Papua kepada masing-masing perwakilan sembilan kabupaten/kota ini dilakukan di Halaman Kantor Dinas PPA setempat.
Sekda Provinsi Papua Hery Dosinaen mengatakan bantuan mobil operasional ini diberikan untuk Kota dan Kabupaten Jayapura, Keerom, Jayawijaya, Merauke, Supiori, Puncak Jaya, Biak dan Nabire.
Kehadiran mobil bantuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja perlindungan perempuan dan anak.
Di mana bantuan mobil operasional ini akan lebih memperlancar dan memudahkan mobilitas dalam kegiatan advokasi dan penyuluhan kepada masyarakat.
"Bantuan ini adalah bentuk perhatian pemerintah dalam penanganan perlindungan perempuan dan anak di Papua," ujarnya.
Selain itu, terkait dengan penanganan kasus kekerasaan kepada perempuan dan anak di Papua, hal itu menjadi tugas Dinas PPA baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk segera melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
Termasuk juga berkoordinasi dengan Komnas HAM dan lainnya, agar bagaimana penanganan perempuan dan anak di Papua ini dapat berjalan dengan baik.
Tidak hanya itu, Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) Kabupaten Jayapura pun mengklaim bantuan satu unit mobil perlindungan dari pemerintah pusat sangat membantu pihaknya mengurangi pembiayaan korban kekerasan.
Kepala BP3AKB Kabupaten Jayapura Maria Bano mengatakan selama ini pihaknya sering mengeluarkan biaya pribadi untuk membantu korban kekerasan, baik ketika diantar ke rumah sakit dan lain sebagainya.
Dengan adanya bantuan mobil perlindungan ini dapat mengurangi biaya pribadi dikeluarkan dan dapat menjangkau tempat-tempat yang dituju dengan lebih mudah.
Biasanya korban yang ditemukan atau melapor kepada pihaknya akan diantar ke rumah sakit jika mengalami kekerasan fisik atau akan diantar pulang ke rumahnya.
"Hal ini yang biasanya membuat kami harus merogoh kantong pribadi sehingga dengan adanya bantuan mobil ini sangat membantu," ujarnya.
Maria menyampaikan terima kasih kepada Kementerian PPA dan Dinas PPA Provinsi Papua atas bantuan mobil ini karena dapat menjangkau pelayanan hingga ke kampung-kampung.
"Kami di Kabupaten Jayapura mencatat tingkat kekerasan kepada perempuan terhitung tinggi sehingga dengan mobil perlindungan ini dapat menjangkau hingga ke kampung-kampung yang jaraknya jauh atau sulit ditempuh," katanya lagi.
Berdasarkan data yang dimilikinya, di Kabupaten Jayapura tercatat memiliki 16 kasus dari empat jenis kekerasan yang ada terhadap perempuan selama 2016.
Untuk 2017, tercatat empat kasus yang tengah ditangani dan diharapkan tidak bertambah, di mana langkah-langkah preventif yang terus disodorkan oleh pemerintah mampu menekan jumlah korban kekerasan dalam rumah tangga.
Berani Berkarya Selain upaya dari pemerintah dan instansi terkait guna melindungi dan memberdayakan perempuan Papua, perlu juga adanya keinginan dan komitmen dari wanita itu sendiri.
Aneke Rawar selaku Kepala Dinas PPPA Provinsi Papua pun terus memotivasi perempuan di wilayahnya agar lebih berani berkarya berdasarkan kemampuannya masing-masing.
"Perempuan Papua harus semangat dengan kemampuan yang sudah diberikan oleh Tuhan untuk bekerja di bidangnya masing-masing," kata Aneke yang telah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) sejak 1987.
Menurut perempuan asal Biak yang sejak 2013 menduduki jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua ini, perempuan harus bisa setara dengan laki-laki dalam mengerjakan tugas dan tanggung jawab di tempat kerjanya masing-masing.
Meskipun perempuan bisa kuat dan berada di tempat atau jabatan lebih tinggi dari pada laki-laki, namun tidak boleh melupakan tanggung jawab sebagai istri dan ibu.
Aneke menjelaskan seorang perempuan memiliki peran yang penting dalam sebuah keluarga dan pembentukan mental anak, sehingga sesibuk apapuan di tempat kerja harus meluangkan waktu bagi keluarganya.
"Saya berharap ke depannya, ada perempuan lain yang bisa lebih lagi dari pada saya, bisa lebih dalam menduduki jabatan, atau lebih berprestasi dalam bidang lainnya," katanya lagi.
Ibu dari empat putra dan dua putri ini menuturkan kini banyak jabatan yang tidak harus diisi oleh laki-laki, tetapi juga bisa diduduki oleh kaum perempuan.
"Asalkan kaum perempuan, khususnya di Papua mau meningkatkan kualitas dan pengetahuannya maka pembangunan di bumi cenderawasih ini dapat terlaksanakan dengan cepat," ujar perempuan yang pernah menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kabupaten Mimika. (antara)