Arteria Dahlan Kritik Pelanggaran Pilkada di Tolikara dan Kepulauan Yapen
pada tanggal
Thursday, 23 March 2017
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan memberikan kritik terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Rabu, (22/03). Ia mengkritik bahwa KPU kurang responsif dalam menyikapi pelanggaran Pilkada di Papua.
Arteria menyoroti pilkada di Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Kepulauan Yapen, Politisi PDIP ini memaparkan bahwa pengawas pemilu di lokasi tersebut telah menemukan pelanggaran dan sudah melaporkannya ke KPU pusat. Namun KPU pusat terlihat kurang merespon laporan tersebut dan melemparkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau kami mengatakan, Bapak (KPU) bagian dari kejahatan di Tolikara. Ini kejadian di depan mata diserahkan ke MK. Mana integritas KPU di sini? Hebat, di Tolikara KPU diam saja. Pemilihan jam 12 sampai jam 5 sore, bisa diwakili," tutur Arteria di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Ia juga menyebutkan kasus yang terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.
"Saya pindah ke Kabupaten Halmahera. Kebetulan selisih suara 1.000. Saya lihat jelas, pemilih melebihi DPT. Kejahatan demokrasi, pemilih melebihi DPT, anak kecil diperbolehkan memilih, pemilih dari kabupaten lain memilih, intimidasi kepada saksi memilih," sambung Arteria.
Menyikapi kritik yang disampaikan Arteria Dahlan, Komisioner KPU Arief Budiman yang turut hadir dalam RDP tersebut menyanggah bahwa tidak semua laporan yang diterima KPU langsung diserahkan begitu saja ke MK.
Ia menyebut sikap KPU di beberapa daerah yang bermasalah adalah dengan langsung mengambil tindakan. Untuk laporan yang diserahkan ke MK, Arief beralasan itu semata-mata dilakukan hanya untuk menghindari polemik hukum lanjutan.
"Tidak semua ke MK. Jadinya yang beberapa di daerah kita ambil kebijakan langsung yang diperlukan. Bagi yang perlu di MK, itu kami tak ingin menimbulkan polemik hukum," jawab Arief. (papuanesia)
Arteria menyoroti pilkada di Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Kepulauan Yapen, Politisi PDIP ini memaparkan bahwa pengawas pemilu di lokasi tersebut telah menemukan pelanggaran dan sudah melaporkannya ke KPU pusat. Namun KPU pusat terlihat kurang merespon laporan tersebut dan melemparkannya kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau kami mengatakan, Bapak (KPU) bagian dari kejahatan di Tolikara. Ini kejadian di depan mata diserahkan ke MK. Mana integritas KPU di sini? Hebat, di Tolikara KPU diam saja. Pemilihan jam 12 sampai jam 5 sore, bisa diwakili," tutur Arteria di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Ia juga menyebutkan kasus yang terjadi di Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.
"Saya pindah ke Kabupaten Halmahera. Kebetulan selisih suara 1.000. Saya lihat jelas, pemilih melebihi DPT. Kejahatan demokrasi, pemilih melebihi DPT, anak kecil diperbolehkan memilih, pemilih dari kabupaten lain memilih, intimidasi kepada saksi memilih," sambung Arteria.
Menyikapi kritik yang disampaikan Arteria Dahlan, Komisioner KPU Arief Budiman yang turut hadir dalam RDP tersebut menyanggah bahwa tidak semua laporan yang diterima KPU langsung diserahkan begitu saja ke MK.
Ia menyebut sikap KPU di beberapa daerah yang bermasalah adalah dengan langsung mengambil tindakan. Untuk laporan yang diserahkan ke MK, Arief beralasan itu semata-mata dilakukan hanya untuk menghindari polemik hukum lanjutan.
"Tidak semua ke MK. Jadinya yang beberapa di daerah kita ambil kebijakan langsung yang diperlukan. Bagi yang perlu di MK, itu kami tak ingin menimbulkan polemik hukum," jawab Arief. (papuanesia)