2200 Karyawan PTFI Dirumahkan dan PHK Tempuh Jalur Hukum
pada tanggal
Friday, 17 March 2017
TIMIKA (MIMIKA) - Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Perumahan Rakyat (Disnakertrans) PR Kabupaten Mimika, Septinus Soumelena, SE,Msi mengatakan sebanyak 2.200 karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan secara sepihak oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) akan menempuh jalur hukum.
Septianus ketika dihubungi via telepon selulernya, Kamis (16/3) menjelaskan, 2.200 karyawan tersebut merupakan korban dari perselisihan antara Pemerintah Pusat dan PTFI pasca perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada awal Januari lalu.
Karyawan yang di PHK atau dirumahkan merasa itu merupakan tindakan sepihak dari PTFI, karena tidak dilakukan sesuai Undang-Undang Tenaga Kerja.
Septianus ketika dihubungi via telepon selulernya, Kamis (16/3) menjelaskan, 2.200 karyawan tersebut merupakan korban dari perselisihan antara Pemerintah Pusat dan PTFI pasca perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) pada awal Januari lalu.
Karyawan yang di PHK atau dirumahkan merasa itu merupakan tindakan sepihak dari PTFI, karena tidak dilakukan sesuai Undang-Undang Tenaga Kerja.
“Memang sebagaian dari mereka sudah mulai menempuh jalur hukum, karena mereka merasa dirugikan dengan keputusan PTFI, tapi kami dari Pemda selalu memberikan masukan untuk sabar, dan terus mencari solusi,”ujarnya.
Dijelaskan, meski secara pasti pihaknya belum mengetahui jumlah karyawan korban yang sudah mengambil langkah hukum tersebut, namun Pemda Mimika akan terus melihat klarifikasi terkait penyebab pasti, dalam hal ini apakah pemecatan tersebut dilakukan atas dasar perundingan, ataukah secara sepihak karena kesalahan, atau pun diberhentikan karena kekurangan yang lain.
Selain hal itu, Septianus mengakui usaha advokasi bersama Pemda pun sudah sering dilakukan, namun biasanya terjadi karena adanya kesalahan fatal, akan tetapi persoalan ini terjadi karena kesalahan sebuah prosedur dan mekanisme pemutusan dalam bentuk standar, baku dan normatif.
Menurut Septianus, PHK dan dirumahkan tersebut bukan karena adanya kesalahan atau pelanggaran tingkat tertentu, dalam artian fatal yang dilakukan oleh seluruh korban. Dengan demikian Pemda akan mengkaji kembali persoalan sejauh mana PTFI telah memenuhi hak – hak dari seluruh korban tersebut.
“Semua karyawan yang menjadi korban itu, tidak ada kesalahan sama sekali, sehingga sekarang bagai mana caranya perusahaan harus bisa memenuhi hak yang harus mereka terima. Tentunya yang sesuai,”tuturnya.
Septianus menjelaskan, sudah berapa kali dilakukan pertemuan bersama antara pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Mimika dan PTFI dalam mencari solusi untuk penentuan nasib 2200 korban namun hingga kini belum ada hasil yang jelas.
“Semua yang selama ini kami bicarakan bersama belum ada kepastian. Tetapi selama polemik tersebut berlangsung dan PTFI melakukan disposisi, maka selama itu pun korban akan terus berjatuhan,” tuturnya. (salampapua)