13.648 Pengidap HIV-AIDS di Papua Barat Belum Lakukan Voluntary Counseling Test (VCT)
pada tanggal
Thursday, 30 March 2017
MANOKWARI - Sebanyak 13.648 orang terduga pengidap HIV atau orang dengan HIV-AIDS di wilayah Provinsi Papua Barat hingga saat ini belum melakukan Voluntary Counseling Test (VCT).
Direktur Eksekutif Perkumpulan Terbatas (PT) Peduli Sehat Manokwari Sahat Saragih pada Work Shop Penyusunan Kebijakan Otonomi Khusus Bidang Kesehatan di Manokwari, Rabu, mengatakan dari hasil survei terpadu HIV dan Perilaku pada tahun 2013, sebanyak 2,3 persen penduduk di daerah tersebut mengidap atau terinfeksi HIV.
"Jumlah penduduk Papua Barat sebanyak 871.510 jiwa, maka 2,3 persen dari seluruh penduduk kita, sebanyak 20.044 orang lebih yang terduga mengidap HIV. Dari jumlah tersebut hingga saat ini baru 6.396 orang yang melakukan VCT, sisanya belum," kata Saragih.
Menurut dia pemerintah daerah baik Provinsi maupun kabupaten kota belum serius memutus mata rantai penularan HIV. Program yang dilakukan pemerintah saat ini masih terbatas pada sosialisasi dan VCT serta pengobatan yang dilakukan pada layanan kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit.
Untuk program sosialisasi, lanjut Sahat, umumnya dapat dilakukan karena dukungan pendonor dana dari luar negeri.
"Pada kurun waktu lima tahun terakhir dukungan pendanaan dari donor sudah semakin berkurang baik di Papua maupun Papua Barat. Untuk itu sudah semestinya pemerintah turun tangan," katanya lagi.
Dia menjelaskan, dari 6.396 orang pengidap HIV-AIDS di Papua Barat 60 persen diantaranya masih pada usia produktif. Hingga tahun 2017 kasus meninggal akibat HIV-AIDS di daerah ini mencapai 803 orang.
Sahat mengajak pemerintah daerah melakukan VCT secara mobil di lingkungan atau komunitas masyarakat.
"Berkaca dari hasil survei 2013 kita tidak bisa jika hanya mengandalkan layanan VCT di Puskesmas dan Rumah sakit, karena kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri masih rendah. Kita harus jemput bola menjangkau ke lapangan," ujarnya lagi.
Ia juga berharap, pemerintah meningkatkan jumlah analis laboratorium, manajer kasus, conselor serta tenaga pendamping agar ODHA rutin minum obat.
"Kita pun harus tegas untuk menutup semua tempat yang berpotensi menjadi sumber penularan, seperti lokalisasi, panti pijat, dan tempat karaoke. Selain itu masih banyak yang harus kita lakukan sama-sama untuk memutus mata rantai virus yang merusak kekebalan tubuh manusia ini," kata dia lagi. (antara)
Direktur Eksekutif Perkumpulan Terbatas (PT) Peduli Sehat Manokwari Sahat Saragih pada Work Shop Penyusunan Kebijakan Otonomi Khusus Bidang Kesehatan di Manokwari, Rabu, mengatakan dari hasil survei terpadu HIV dan Perilaku pada tahun 2013, sebanyak 2,3 persen penduduk di daerah tersebut mengidap atau terinfeksi HIV.
"Jumlah penduduk Papua Barat sebanyak 871.510 jiwa, maka 2,3 persen dari seluruh penduduk kita, sebanyak 20.044 orang lebih yang terduga mengidap HIV. Dari jumlah tersebut hingga saat ini baru 6.396 orang yang melakukan VCT, sisanya belum," kata Saragih.
Menurut dia pemerintah daerah baik Provinsi maupun kabupaten kota belum serius memutus mata rantai penularan HIV. Program yang dilakukan pemerintah saat ini masih terbatas pada sosialisasi dan VCT serta pengobatan yang dilakukan pada layanan kesehatan seperti Puskesmas dan rumah sakit.
Untuk program sosialisasi, lanjut Sahat, umumnya dapat dilakukan karena dukungan pendonor dana dari luar negeri.
"Pada kurun waktu lima tahun terakhir dukungan pendanaan dari donor sudah semakin berkurang baik di Papua maupun Papua Barat. Untuk itu sudah semestinya pemerintah turun tangan," katanya lagi.
Dia menjelaskan, dari 6.396 orang pengidap HIV-AIDS di Papua Barat 60 persen diantaranya masih pada usia produktif. Hingga tahun 2017 kasus meninggal akibat HIV-AIDS di daerah ini mencapai 803 orang.
Sahat mengajak pemerintah daerah melakukan VCT secara mobil di lingkungan atau komunitas masyarakat.
"Berkaca dari hasil survei 2013 kita tidak bisa jika hanya mengandalkan layanan VCT di Puskesmas dan Rumah sakit, karena kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri masih rendah. Kita harus jemput bola menjangkau ke lapangan," ujarnya lagi.
Ia juga berharap, pemerintah meningkatkan jumlah analis laboratorium, manajer kasus, conselor serta tenaga pendamping agar ODHA rutin minum obat.
"Kita pun harus tegas untuk menutup semua tempat yang berpotensi menjadi sumber penularan, seperti lokalisasi, panti pijat, dan tempat karaoke. Selain itu masih banyak yang harus kita lakukan sama-sama untuk memutus mata rantai virus yang merusak kekebalan tubuh manusia ini," kata dia lagi. (antara)