KPK Tetapkan Mikael Kambuaya Sebagai Tersangka Korupsi Pembangunan Jalan Kemiri - Depapre
pada tanggal
Friday, 3 February 2017
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Mikael Kambuaya sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pekerjaan peningkatan jalan ruas jalan Kemiri-Depapre senilai Rp89,5 miliar dengan kerugian negara sejumlah Rp42 miliar.
"Dalam pengembangan proses penyelidikan dugaan tindak pidana terkait pengadaan pekerjaan peningkatan jalan ruas Kemiri- Depapre di kabupaten Jayapura dengan sumber dana APBD Perubahan 2015, penyidik KPK memiliki bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status ke penyidikan dan menetapkan MK (Mikael Kambuaya) Kepala Dinas Pekerjaan Umum provinsi Papua sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Mikael disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
"Tersangka MK (Mikael Kambuaya) selaku Kadis PU Papua sekaligus Pengguna Anggaran diduga melakukan perbuatan melawan hukum, menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi terkait peningkatan ruas jalan Kemiri-Depapre provinsi Papua dengan nilai proyek sekitar Rp89,5 miliar, pemenang tender adalah PT BEP (Bintuni Energy Persada) yang berkantor pusat di Jakarta," tambah Febri.
Berdasarkan laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) provinsi Papua, PT BEP beralamat di Jalan Binyamin Sueb Blok A5 B.10 Rukan Grand Palace No.A17 Kemayoran - Jakarta Pusat. Pagu anggaran adalah senilai Rp89.530.250.000 dengan harga penawaran PT BEP sebesar Rp86,89 miliar untuk jalan sepanjang 24 kilometer. Tender diikuti 16 perusahaan.
"Indikasi kerugian keuangan negara adalah sekitar Rp42 miliar. KPK akan bekerja sama dengan BPK RI untuk kebutuhan proses penyidikan ini khususnya mengenai indikasi kerugian negara," jelas Febri.
KPK juga sudah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat pada 1-2 Februari 2017.
"Sudah dilakukan penggeledahan pada 1-2 Februari 2017 di kantor dinas PU Papua dan kantor Gubernur Papua yaitu ruangan ULP (Unit Layanan Pengadaan) dan ruangan LPSE. Disita sejumlah dokumen, dan hari ini langsung dilakukan pemeriksaan terhadap 7 orang saksi dari pegawai pemprov dan swasta," jelas Febri.
Namun Febri belum menjelaskan modus kejahatan yang dilakukan oleh Mikael sehingga menyebabkan kerugian negara hingga hampir separuh dari nilai angaran tersebut.
"Kami masih terus mendalami modus yang dilakukan tersangka, tapi terdapat penyimpangan dalam pengadaan ini, termasuk pengenaan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP artinya ada indikasi perbuatan korupsi dilakukan bersama-sama dengan sejumlah pihak. KPK akan terus mendalami apakah ada pihak lain baik di jajaran pemprov Papua atau swasta yang dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini," jelas Febri.
KPK, menurut Febri, menjadikan Papua sebagai sebagai salah satu provinsi fokus untuk melakukan kegiatan koordinasi-supervisi pencegahan bersama dengan provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Papua Barat.
"KPK 'concern' kepada perkara ini karena ingin memastikan anggaran daerah atau anggaran negara dapat dinikmati masyarakat Papua, dan tidak dikurangi atau disimpangi dengan perbuatan-perbuatan korupsi. Kasus ini sekaligus menjadi peringatan kepada daerah-daerah yang lain untuk tidak melakukan penyimpangan apalagi pengadaan sudah menggunakan proses elektronik," jelas Febri.
Proses elektronik yang dimaksud adalah lelang elektronik melalui LPSE.
"Perlu ada evaluasi lelang elektronik itu. Penyimpangan masih terjadi karena ada pertemuan-pertemuan pihak-pihak berwenang atau punya pengaruh dengan pihak-pihak lain yang seharusnya bisa diselesaikan dengan sistem elektronik. Ke depan perlu ada upaya pencegahan terhadap proses lelang elektronik termasuk proyek-proyek besar. Kami ingin agar diterapkan 'e-planning' yang terkoneksi dan 'e-budgeting' serta penguatan ULP dan lelang elektronik ditambah penguatan sumber daya manusia yang mengerjakan lelang," tambah Febri. (antara)