Mahasiswa Papua di Amerika Serikat Belum Terima Beasiswa Tiga Bulan dari Pemprov
pada tanggal
Wednesday, 23 November 2016
KOTA JAYAPURA - Sejumlah mahasiswa asal Papua yang kuliah di Amerika Serikat (AS) belum menerima dana beasiswa yang seharusnya mereka terima setiap tiga bulan. Akibatnya, biaya hidup mereka harus ditanggung oleh sejumlah mahasiswa asal Papua lainnya.
Mahasiswa asal Papua di Arizona, AS Julian Howay melaporkan beberapa mahasiswa asal Papua ini belum menerima beasiswa sejak bulan Mei 2016. Sesuai jadwal, para mahasiswa ini seharusnya menerima beasiswa mereka pada bulan Juli atau Agustus.
“Mereka ini kuliah di San Bernardino University, California State. Ada 16 orang. Mereka ikut program 1000 Doktor yang diprogramkan sejak masa Gubernur Suebu,” kata Howay melalui sambungan telepon, Selasa (22/11/2016).
Lanjut Howay, dari 16 orang ini, enam orang baru datang tahun ini. 10 orang sudah dari tahun 2014. Mahasiswa yang enam orang ini yang belum dapat kiriman dana beasiswa. Terakhir mereka terima dana tersebut bulan Mei 2016.
“Satu dari 16 mahasiswa ini, mengaku kadangkala beasiswa dikirimkan tak tentu waktunya. Bisa dalam dua bulan, tiga bulan, bahkan pernah setelah empat bulan,” kata Howay.
Laporan Howay ini dibenarkan oleh salah satu mahasiswa yang dihubungi Jubi dari Jayapura. Ia juga mengaku besaran dana yang mereka terima perbulan senilai US$1500.
“Itu sudah lebih dari cukup. Tapi kami memang punya masalah dengan biaya bulanan karena dana tersebut dikirim per tiga bulan, bahkan bisa empat bulan,” ujar mahasiswa ini.
Ia sendiri merupakan salah satu mahasiswa dari 10 orang yang sudah menerima kiriman dana beasiswa pada bulan November ini. Sedangkan enam mahasiswa yang belum menerima kiriman dana beasiswa tersebut mengaku baru menerima dua kali pengiriman dana pada bulan Januari dan Mei 2016.
“Ia. Biasanya pemerintah kirim dana itu setiap tiga bulan. Tapi ini mereka belum kirim sejak bulan Mei kami terima terakhir. Pertama kami terima bulan Januari,” kata satu dari enam mahasiswa yang dihubungi Jubi dari Jayapura.
Para mahasiswa yang belum menerima dana beasiswa ini, lanjut Howay, memang belum menemukan masalah berarti karena tinggal bersama dengan mahasiswa lainnya yang sudah menerima dana beasiswa. Sehingga tidak terbebani bayar apartment, bayar listrik dan uang makan.
“16 orang itu, 10 orang perempuan dan enam orang laki-laki. Untungnya mereka tinggal di apartemen dalam kompleks yang sama. Ada tiga apartemen. Dua untuk mahasiswa perempuan dan satu untuk laki-laki,” lanjut Howay.
Persoalan keterlambatan beasiswa untuk mahasiswa asal Papua ini bukan pertama kali terjadi. Pada tahun lalu, sekitar 60 mahasiswa asal Provinsi Papua barat yang dikuliahkan di Jerman dengan beasiswa pemerintah provinsi tersebut terancam dideportasi karena tidak sanggup membayar uang kuliah dan biaya hidup, setelah beasiswa yang mereka terima terputus.
Hal yang sama juga terjadi pada tujuh mahasiswa Papua asal Kabupaten Merauke yang juga terancam di deportasi dari Jerman, karena biaya kuliah mereka tertunda setelah beasiswa mereka juga terlambat.
Meski para mahasiswa ini akhirnya batal dideportasi, keterlambatan ataupun terputusnya beasiswa sangat mempengaruhi perkuliahan mereka selanjutnya.
Terpisah, Pemerintah Provinsi Papua mengaku sampai saat ini masih menunggu data valid dari Biro Sumber Daya Mineral (SDM) terkait keberadaan mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan di luar negeri.
Sekretaris Daerah Papua Hery Dosinaen mengakui, dirinya telah menerima masukan dari Komisi I DPRP terkait keluhan sejumlah mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan sarjana (S1), magister (S2), doktoral (S3) di beberapa negara luar.
"Atas perintah pak gubernur, saya sudah memanggil kepala Biro SDM untuk memberikan laporan secara valid apa yang sudah dilakukan, karena kita membutuhkan data yang jelas," kata Hery kepada wartawan, di Jayapura, Selasa (22/11/2016).
Data yang diperlukan, ujar Hery, berupa berapa banyak anak anak Papua yang menempuh pendidikan di luar negeri. Untuk itu, pihaknya telah menyampaikan kepada DPRP untuk segera tindaklanjuti, mengingat Pemprov Papua berkomitmen tuntaskan persoalan tersebut.
"Sesungguhnya persoalan ini harus segera diselesaikan dan merencanakan hingga mereka tuntaskan kegiatan perkuliahan. Hal ini sesuai dengan perintah Pak Gubernur," ucapnya.
Meskipun demikian, Sekda Hery Dosinaen tetap berpesan agar dana yang digunakan harus bisa dipertangungjawabkan, mengingat perlu ada pembiayaan terhadap mahasiswa per tahun maupun per negara, sehingga ketika pertanggungjawaban Pemprov Papua tidak dipersalahkan.
"Untuk itu kami butuhkan data yang valid, dengan demikian kami bisa pertanggungjawabkan berapa anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai mahasiswa asal Papua yang kuliah diluar negeri," katanya.
Dia menambahkan, Pemprov Papua tetap akan memberikan perhatian serius terhadap generasi Papau yang mengenyam pendidikan di luar negeri.
"Ini sudah menjadi komitmen dari pak gubernur," ucapnya. (tabloidjubi.com)
Mahasiswa asal Papua di Arizona, AS Julian Howay melaporkan beberapa mahasiswa asal Papua ini belum menerima beasiswa sejak bulan Mei 2016. Sesuai jadwal, para mahasiswa ini seharusnya menerima beasiswa mereka pada bulan Juli atau Agustus.
“Mereka ini kuliah di San Bernardino University, California State. Ada 16 orang. Mereka ikut program 1000 Doktor yang diprogramkan sejak masa Gubernur Suebu,” kata Howay melalui sambungan telepon, Selasa (22/11/2016).
Lanjut Howay, dari 16 orang ini, enam orang baru datang tahun ini. 10 orang sudah dari tahun 2014. Mahasiswa yang enam orang ini yang belum dapat kiriman dana beasiswa. Terakhir mereka terima dana tersebut bulan Mei 2016.
“Satu dari 16 mahasiswa ini, mengaku kadangkala beasiswa dikirimkan tak tentu waktunya. Bisa dalam dua bulan, tiga bulan, bahkan pernah setelah empat bulan,” kata Howay.
Laporan Howay ini dibenarkan oleh salah satu mahasiswa yang dihubungi Jubi dari Jayapura. Ia juga mengaku besaran dana yang mereka terima perbulan senilai US$1500.
“Itu sudah lebih dari cukup. Tapi kami memang punya masalah dengan biaya bulanan karena dana tersebut dikirim per tiga bulan, bahkan bisa empat bulan,” ujar mahasiswa ini.
Ia sendiri merupakan salah satu mahasiswa dari 10 orang yang sudah menerima kiriman dana beasiswa pada bulan November ini. Sedangkan enam mahasiswa yang belum menerima kiriman dana beasiswa tersebut mengaku baru menerima dua kali pengiriman dana pada bulan Januari dan Mei 2016.
“Ia. Biasanya pemerintah kirim dana itu setiap tiga bulan. Tapi ini mereka belum kirim sejak bulan Mei kami terima terakhir. Pertama kami terima bulan Januari,” kata satu dari enam mahasiswa yang dihubungi Jubi dari Jayapura.
Para mahasiswa yang belum menerima dana beasiswa ini, lanjut Howay, memang belum menemukan masalah berarti karena tinggal bersama dengan mahasiswa lainnya yang sudah menerima dana beasiswa. Sehingga tidak terbebani bayar apartment, bayar listrik dan uang makan.
“16 orang itu, 10 orang perempuan dan enam orang laki-laki. Untungnya mereka tinggal di apartemen dalam kompleks yang sama. Ada tiga apartemen. Dua untuk mahasiswa perempuan dan satu untuk laki-laki,” lanjut Howay.
Persoalan keterlambatan beasiswa untuk mahasiswa asal Papua ini bukan pertama kali terjadi. Pada tahun lalu, sekitar 60 mahasiswa asal Provinsi Papua barat yang dikuliahkan di Jerman dengan beasiswa pemerintah provinsi tersebut terancam dideportasi karena tidak sanggup membayar uang kuliah dan biaya hidup, setelah beasiswa yang mereka terima terputus.
Hal yang sama juga terjadi pada tujuh mahasiswa Papua asal Kabupaten Merauke yang juga terancam di deportasi dari Jerman, karena biaya kuliah mereka tertunda setelah beasiswa mereka juga terlambat.
Meski para mahasiswa ini akhirnya batal dideportasi, keterlambatan ataupun terputusnya beasiswa sangat mempengaruhi perkuliahan mereka selanjutnya.
Terpisah, Pemerintah Provinsi Papua mengaku sampai saat ini masih menunggu data valid dari Biro Sumber Daya Mineral (SDM) terkait keberadaan mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan di luar negeri.
Sekretaris Daerah Papua Hery Dosinaen mengakui, dirinya telah menerima masukan dari Komisi I DPRP terkait keluhan sejumlah mahasiswa asal Papua yang menempuh pendidikan sarjana (S1), magister (S2), doktoral (S3) di beberapa negara luar.
"Atas perintah pak gubernur, saya sudah memanggil kepala Biro SDM untuk memberikan laporan secara valid apa yang sudah dilakukan, karena kita membutuhkan data yang jelas," kata Hery kepada wartawan, di Jayapura, Selasa (22/11/2016).
Data yang diperlukan, ujar Hery, berupa berapa banyak anak anak Papua yang menempuh pendidikan di luar negeri. Untuk itu, pihaknya telah menyampaikan kepada DPRP untuk segera tindaklanjuti, mengingat Pemprov Papua berkomitmen tuntaskan persoalan tersebut.
"Sesungguhnya persoalan ini harus segera diselesaikan dan merencanakan hingga mereka tuntaskan kegiatan perkuliahan. Hal ini sesuai dengan perintah Pak Gubernur," ucapnya.
Meskipun demikian, Sekda Hery Dosinaen tetap berpesan agar dana yang digunakan harus bisa dipertangungjawabkan, mengingat perlu ada pembiayaan terhadap mahasiswa per tahun maupun per negara, sehingga ketika pertanggungjawaban Pemprov Papua tidak dipersalahkan.
"Untuk itu kami butuhkan data yang valid, dengan demikian kami bisa pertanggungjawabkan berapa anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai mahasiswa asal Papua yang kuliah diluar negeri," katanya.
Dia menambahkan, Pemprov Papua tetap akan memberikan perhatian serius terhadap generasi Papau yang mengenyam pendidikan di luar negeri.
"Ini sudah menjadi komitmen dari pak gubernur," ucapnya. (tabloidjubi.com)