LP3BH Lapor Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Manokwari kepada Duta Besar Amerika Serikat
pada tanggal
Wednesday, 23 November 2016
MANOKWARI – Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari di bawah pimpinan Direktur Eksekutif, Yan Christian Warinussy mendapat kesempatan bertemu dengan Wakil Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Brian Mc Feeters dan rombongan di Hotel Aston-Niu-Sowi Gunung-Manokwari, Kamis (17/11).
Dalam Pertemuan tersebut, Warinussy didampingi Kepala Divisi Pelayanan Hukum LP3BH, Simon Banundi dan Kepala Divisi Advokasi Hak Perempuan dan Anak LP3BH, Theresje Julianty Gasperz. Turut hadir Ketua Badan Pengurus LP3BH, Dr. Ir. Agus Sumule yang juga sebagai akademisi di Universitas Papua serta Sekretaris Badan Pengurus LP3BH, Ir.Thera Sawor.
Sedangakan Wakil Duta Besar Amerika Serikat ini didampingi Siriana Nair (Wakil Kepala Bidang Politik Domestik Kedubes AS) dan Wakil Direktur Kantor Hak Demokrasi dan Ketatapemerintahan yang baik USAID, Mr.Kevin P.McGrath dan staf.
Pertemuan yang berlangsung selama lebih kurang dua jam tersebut, Tim LP3BH menjelaskan mengenai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada peristiwa Sanggeng, tanggal 26 dan 27 Oktober 2016 lalu.
Dimana kami menjelaskan bahwa kasus tersebut sudah dilakukan investigasi awal oleh tim LP3BH dan semua datanya beserta sejumlah barang bukti dan keterangan saksi-saksi sudah diserahkan kepada Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Provinsi Papua. Juga sudah diserahkan kepada Tim dari KOMNAS HAM di bawah pimpinan komisioner Natalius Pigay seminggu lalu di Manokwari.
Tuan MacFeeters juga menanyakan bagaimana situasi HAM di Papua dan Papua Barat, apakah makin baik atau makin seperti apa? Karena Presiden Jokowi sudah memberi perhatian besar ke Tanah Papua sejak dia dilantik sebagai Kepala Negara.
“Kami menjelaskan bahwa situasi HAM di Tanah Papua senantiasa buruk, dan indikatornya adalah bahwa berbagai kasus pelanggaran HAM dan kekerasan negara melalui tindakan aparat keamanan dari POLRI maupun TNI senantiasa meningkat,” kata Yan kepada Media ini, Jumat (18/11/16).
Bahkan kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi rakyat Papua senantiasa dibungkam dengan mengedepankan kekerasan, menghambat rencana aksi damai masyarakat asli Papua dengan prosedur aturan perundangan mengenai kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum serta penempatan label makar dan separatis untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut di Tanah Papua.
Tim LP3BH juga menjelaskan bahwa berbagai kasus pelanggaran HAM tersebut senantiasa terus-menerus terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat dan tidak pernah ada penyelesaian secara hukum. Padahal Indonesia memiliki Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menjadi dasar hukumnya.
Advokat Simon Banundi juga menjelaskan bahwa Pemerintah Presiden Joko Widodo menyatakan membuka akses bagi jurnali asing untuk masuk ke Tanah Papua, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi. Demikian juga Presiden berjanji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, tetapi dalam kenyataannya belum ada bukti bahwa Pemerintah Indonesia serius dan mau melakukan hal tersebut.
Sementara itu Advokat Theresje Julianty Gasperz lebih menyoroti tingginya angka pelanggaran hak asasi perempuan dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance) serta kekerasan terhadap anak terjadi dalam 10 tahun terakhir dalam angka yang tinggi di Tanah Papua.
Hal ini menjadi keprihatinan masyarakat Papua dan LP3BH mendorong untuk perlunya dilakukan pendidikan dan penyadaran hukum bagi semua pihak di Provinsi Papua dan Papua Barat mengenai perlindungan hak-hak perempuan dan anak sebagaimana diatur di dalam aturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan Dikretur Eksekutif LP3BH, Yan Cristian menegaskan bahwa LP3BH belum melihat adanya keseriusan Pemerintah Indonesia dibawah kepempimpinan Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.
Oleh sebab itu, LP3BH mendorong Presiden Jokowi untuk memberikan dukungan penuh bagi upaya investigasi/penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM Berat dalam Kasus Paniai 08 Desember 2014 yang tengah dilakukan oleh KOMNAS HAM saat ini.
“Kami juga memberikan apresiasi kepada rakyat dan bangsa Amerika Serikat yang telah berhasil menjalankan pesta demokrasinya dengan baik dan dapat memilih Donald Trump sebagai Presiden Baru Amerika Serikat,” pungkasnya.
Sehingga LP3BH menyampaikan pesan agar Pemerintahan Presiden Trump kelak dapat tetap menjalankan komitmen poltiknya dalam konteks penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya dal;am konteks Tanah Papua. (sorongraya.com)
Dalam Pertemuan tersebut, Warinussy didampingi Kepala Divisi Pelayanan Hukum LP3BH, Simon Banundi dan Kepala Divisi Advokasi Hak Perempuan dan Anak LP3BH, Theresje Julianty Gasperz. Turut hadir Ketua Badan Pengurus LP3BH, Dr. Ir. Agus Sumule yang juga sebagai akademisi di Universitas Papua serta Sekretaris Badan Pengurus LP3BH, Ir.Thera Sawor.
Sedangakan Wakil Duta Besar Amerika Serikat ini didampingi Siriana Nair (Wakil Kepala Bidang Politik Domestik Kedubes AS) dan Wakil Direktur Kantor Hak Demokrasi dan Ketatapemerintahan yang baik USAID, Mr.Kevin P.McGrath dan staf.
Pertemuan yang berlangsung selama lebih kurang dua jam tersebut, Tim LP3BH menjelaskan mengenai kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang berat pada peristiwa Sanggeng, tanggal 26 dan 27 Oktober 2016 lalu.
Dimana kami menjelaskan bahwa kasus tersebut sudah dilakukan investigasi awal oleh tim LP3BH dan semua datanya beserta sejumlah barang bukti dan keterangan saksi-saksi sudah diserahkan kepada Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Provinsi Papua. Juga sudah diserahkan kepada Tim dari KOMNAS HAM di bawah pimpinan komisioner Natalius Pigay seminggu lalu di Manokwari.
Tuan MacFeeters juga menanyakan bagaimana situasi HAM di Papua dan Papua Barat, apakah makin baik atau makin seperti apa? Karena Presiden Jokowi sudah memberi perhatian besar ke Tanah Papua sejak dia dilantik sebagai Kepala Negara.
“Kami menjelaskan bahwa situasi HAM di Tanah Papua senantiasa buruk, dan indikatornya adalah bahwa berbagai kasus pelanggaran HAM dan kekerasan negara melalui tindakan aparat keamanan dari POLRI maupun TNI senantiasa meningkat,” kata Yan kepada Media ini, Jumat (18/11/16).
Bahkan kebebasan berpendapat dan berekspresi bagi rakyat Papua senantiasa dibungkam dengan mengedepankan kekerasan, menghambat rencana aksi damai masyarakat asli Papua dengan prosedur aturan perundangan mengenai kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum serta penempatan label makar dan separatis untuk membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi tersebut di Tanah Papua.
Tim LP3BH juga menjelaskan bahwa berbagai kasus pelanggaran HAM tersebut senantiasa terus-menerus terjadi di Provinsi Papua dan Papua Barat dan tidak pernah ada penyelesaian secara hukum. Padahal Indonesia memiliki Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang menjadi dasar hukumnya.
Advokat Simon Banundi juga menjelaskan bahwa Pemerintah Presiden Joko Widodo menyatakan membuka akses bagi jurnali asing untuk masuk ke Tanah Papua, tapi dalam kenyataannya tidak terjadi. Demikian juga Presiden berjanji akan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua, tetapi dalam kenyataannya belum ada bukti bahwa Pemerintah Indonesia serius dan mau melakukan hal tersebut.
Sementara itu Advokat Theresje Julianty Gasperz lebih menyoroti tingginya angka pelanggaran hak asasi perempuan dalam konteks kekerasan dalam rumah tangga (domestic violance) serta kekerasan terhadap anak terjadi dalam 10 tahun terakhir dalam angka yang tinggi di Tanah Papua.
Hal ini menjadi keprihatinan masyarakat Papua dan LP3BH mendorong untuk perlunya dilakukan pendidikan dan penyadaran hukum bagi semua pihak di Provinsi Papua dan Papua Barat mengenai perlindungan hak-hak perempuan dan anak sebagaimana diatur di dalam aturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan Dikretur Eksekutif LP3BH, Yan Cristian menegaskan bahwa LP3BH belum melihat adanya keseriusan Pemerintah Indonesia dibawah kepempimpinan Presiden Joko Widodo dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua.
Oleh sebab itu, LP3BH mendorong Presiden Jokowi untuk memberikan dukungan penuh bagi upaya investigasi/penyelidikan atas dugaan pelanggaran HAM Berat dalam Kasus Paniai 08 Desember 2014 yang tengah dilakukan oleh KOMNAS HAM saat ini.
“Kami juga memberikan apresiasi kepada rakyat dan bangsa Amerika Serikat yang telah berhasil menjalankan pesta demokrasinya dengan baik dan dapat memilih Donald Trump sebagai Presiden Baru Amerika Serikat,” pungkasnya.
Sehingga LP3BH menyampaikan pesan agar Pemerintahan Presiden Trump kelak dapat tetap menjalankan komitmen poltiknya dalam konteks penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia, khususnya dal;am konteks Tanah Papua. (sorongraya.com)