Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Minta Wartawan Waspada Kekerasan di Pengadilan Negeri
pada tanggal
Tuesday, 22 November 2016
KOTA JAYAPURA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura menghimbau ke seluruh jurnalis yang melakukan tugas jurnalistik di pengadilan negeri agar lebih waspada dan menjaga diri dari tindak kekerasan yang sewaktu-waktu bisa dialami.
Hal ini diungkapkan Koordinator Advokasi AJI Kota Jayapura, Fabio Costa ke sejumlah jurnalis di ibukota provinsi Papua. Pasalnya, terjadi insiden pemukulan dan pengrusakan kamera milik stringer salah satu TV Swasta Nasional atas nama Maikel Marey di Kabupaten Nabire.
Stringer televisi nasional tersebut diduga kena pukulan oleh oknum warga saat melakukan tugas jurnalistiknya di Pengadilan Negeri Nabire.
"Insiden ini menunjukkan kebebasan pers di Bumi Cendarawasih kembali tercederai. Sayangnya peristiwa ini terjadi di lembaga publik di mana transparansi pers dijunjung tinggi," kata Costa, Senin (21/11).
AJI Kota Jayapura mencatat telah terjadi dua kali kasus kekerasan dan intimidasi yang dialami pekerja pers sejak awal hingga November tahun 2016 ini.
"Kami menuntut Kapolres Nabire beserta jajarannya segera memproses hukum oknum-oknum yang terlibat dalam insiden ini," tuturnya.
Pasca insiden ini, pihaknya berharap aparat keamanan memberikan perlindungan bagi jurnalis yang meliput di persidangan, khususnya terkait kasus hukum seperti korupsi.
"AJI Jayapura akan mengandeng PWI dan IJTI di Papua untuk bekerja sama dengan Pengadilan Tinggi Papua agar menjamin kebebasan pers selama meliput di pengadilan," ujar Costa yang aktif sebagai jurnalis harian Kompas untuk wilayah Papua dan Papua Barat ini.
Ricardo Hutahaean, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua dan Papua Barat saat dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut, dirinya menyayangkan adanya tindak kekerasan terhadap seorang jurnalis saat melakukan tugas jurnalistik.
"Kami IJTI Papua dan Papua Barat telah berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas, sesuai dengan keinginan korban yang telah melapor ke aparat kepolisian setempat," kata Cardo.
Dirinya juga mengimbau ke seluruh jurnalis di Papua maupun Papua Barat agar lebih berhati-hati meliput di lapangan, khususnya di pengadilan.
"Karena dalam satu persidangan, ada pihak-pihak yang diduga memanfaatkan situasi yang ada. Semoga kasus di Nabire, kasus kekerasan terakhir dalam catatan kekerasan jurnalis. Kalau benar oknum anggota dewan yang melakukan kekerasan, kami sangat sayangkan itu, karena mereka orang terpelajar, kenapa harus melakukan itu," tuturnya.
Dari data yang dihimpun Cendana News, korban tersebut dipukul oleh oknum salah satu institusi negara berinisial BY. Kejadian berawal beberapa menit usai sidang perkara perdata kasus penggelapan dana hak ulayat Bandara Enaro, Kabupaten Paniai.
Pemukulan terjadi tepat di halaman depan kantor pengadilan, saat korban sedang melakukan wawancara pada narasumber terkait kasus tersebut, perangkat kamera milik korban juga dirusak oknum tersebut. (cendananews)
Hal ini diungkapkan Koordinator Advokasi AJI Kota Jayapura, Fabio Costa ke sejumlah jurnalis di ibukota provinsi Papua. Pasalnya, terjadi insiden pemukulan dan pengrusakan kamera milik stringer salah satu TV Swasta Nasional atas nama Maikel Marey di Kabupaten Nabire.
Stringer televisi nasional tersebut diduga kena pukulan oleh oknum warga saat melakukan tugas jurnalistiknya di Pengadilan Negeri Nabire.
"Insiden ini menunjukkan kebebasan pers di Bumi Cendarawasih kembali tercederai. Sayangnya peristiwa ini terjadi di lembaga publik di mana transparansi pers dijunjung tinggi," kata Costa, Senin (21/11).
AJI Kota Jayapura mencatat telah terjadi dua kali kasus kekerasan dan intimidasi yang dialami pekerja pers sejak awal hingga November tahun 2016 ini.
"Kami menuntut Kapolres Nabire beserta jajarannya segera memproses hukum oknum-oknum yang terlibat dalam insiden ini," tuturnya.
Pasca insiden ini, pihaknya berharap aparat keamanan memberikan perlindungan bagi jurnalis yang meliput di persidangan, khususnya terkait kasus hukum seperti korupsi.
"AJI Jayapura akan mengandeng PWI dan IJTI di Papua untuk bekerja sama dengan Pengadilan Tinggi Papua agar menjamin kebebasan pers selama meliput di pengadilan," ujar Costa yang aktif sebagai jurnalis harian Kompas untuk wilayah Papua dan Papua Barat ini.
Ricardo Hutahaean, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Papua dan Papua Barat saat dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut, dirinya menyayangkan adanya tindak kekerasan terhadap seorang jurnalis saat melakukan tugas jurnalistik.
"Kami IJTI Papua dan Papua Barat telah berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas, sesuai dengan keinginan korban yang telah melapor ke aparat kepolisian setempat," kata Cardo.
Dirinya juga mengimbau ke seluruh jurnalis di Papua maupun Papua Barat agar lebih berhati-hati meliput di lapangan, khususnya di pengadilan.
"Karena dalam satu persidangan, ada pihak-pihak yang diduga memanfaatkan situasi yang ada. Semoga kasus di Nabire, kasus kekerasan terakhir dalam catatan kekerasan jurnalis. Kalau benar oknum anggota dewan yang melakukan kekerasan, kami sangat sayangkan itu, karena mereka orang terpelajar, kenapa harus melakukan itu," tuturnya.
Dari data yang dihimpun Cendana News, korban tersebut dipukul oleh oknum salah satu institusi negara berinisial BY. Kejadian berawal beberapa menit usai sidang perkara perdata kasus penggelapan dana hak ulayat Bandara Enaro, Kabupaten Paniai.
Pemukulan terjadi tepat di halaman depan kantor pengadilan, saat korban sedang melakukan wawancara pada narasumber terkait kasus tersebut, perangkat kamera milik korban juga dirusak oknum tersebut. (cendananews)