DPRP Minta Presiden Jokowi Tepati Janji
pada tanggal
Thursday, 31 March 2016
KOTA JAYAPURA - Ketua Komisi IV Bidang Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Boy Markus Dawir meminta Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan janjinya membangun Pasar Mama Papua di Kota Jayapura.
Pernyataan itu terkait tertundanya pembangunan Pasar Mama Papua karena masalah pembebasan lahan selama hampir dua tahun.
Saat ini, sebanyak 300 pedagang asli Papua masih menempati lokasi pasar sementara di Jalan Percetakan, Distrik Jayapura Utara, tepat di kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Papua.
Para pedagang yang didominasi 90 persen kaum perempuan ini berjualan dengan lapak yang sempit. Selain itu, tak ada fasilitas lahan parkir.
Di lokasi sementara terdiri dari satu bangunan yang ditutupi tenda berwarna putih dan dikelilingi puluhan lapak. Sudah dua kali pemda setempat mengganti tenda karena rusak.
Saat ditemui di Jayapura, Rabu (30/3), Boy mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah berjanji kepada para pedagang asli Papua untuk membangun Pasar Mama Papua.
"Para pedagang selalu berteriak kepada kami, mana pasarnya. Presiden harus konsisten dengan janjinya agar merah putih tetap berkibar dan Pancasila selalu menjadi prinsip warga di Papua," ujar politisi dari Partai Demokrat ini.
Ia menyatakan, masalah ini terjadi akibat sikap ngotot Kementerian Badan Usaha Milik Negara mempertahankan lahan miliknya yang telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan pasar.
"Kementerian BUMN sebagai wakil pemerintah seharusnya wajib hukumnya mengeksekusi program yang telah ditetapkan Presiden. Mereka harus legawa melepaskan asetnya untuk pembangunan pasar," ujarnya.
Ia mengakui, para pedagang masih menempati lokasi sementara di Jalan Percetakan. Padahal, Presiden telah berjanji untuk menyelesaikan pembangunan pasar akhir tahun ini.
"Selama ini kami hanya dapat membantu perbaikan infrastruktur di lokasi pasar sementara. Misalnya, kami menganti tenda dengan anggaran sebesar Rp 5 miliar pada Februari lalu. Tenda itu pun khusus didatangkan dari Australia," kata Boy.
Selviana Luboba (40), salah seorang pedagang, merasa sangat kesulitan beraktivitas di pasar sementara ketika terjadi hujan deras disertai angin kencang.
"Selain faktor cuaca, kunjungan para pembeli sangat minim karena tak ada lahan parkir di tempat ini," kata penjual sagu ini.
Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) Robert Jitmau mengatakan telah bertemu dengan Menteri BUMN Rini Soemarno di Jakarta untuk membahas masalah tersebut.
Namun, Rini menyatakan tak akan melepaskan aset milik Perum Damri tanpa ada persetujuan dari DPR.
"Terkesan antara DPR dan BUMN saling melempar tanggung jawab. Kami bingung mengapa pelepasan aset hanya sekecil ini saja memakan waktu hingga setahun?" kata Robert. (kompas)
Pernyataan itu terkait tertundanya pembangunan Pasar Mama Papua karena masalah pembebasan lahan selama hampir dua tahun.
Saat ini, sebanyak 300 pedagang asli Papua masih menempati lokasi pasar sementara di Jalan Percetakan, Distrik Jayapura Utara, tepat di kantor Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Papua.
Para pedagang yang didominasi 90 persen kaum perempuan ini berjualan dengan lapak yang sempit. Selain itu, tak ada fasilitas lahan parkir.
Di lokasi sementara terdiri dari satu bangunan yang ditutupi tenda berwarna putih dan dikelilingi puluhan lapak. Sudah dua kali pemda setempat mengganti tenda karena rusak.
Saat ditemui di Jayapura, Rabu (30/3), Boy mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah berjanji kepada para pedagang asli Papua untuk membangun Pasar Mama Papua.
"Para pedagang selalu berteriak kepada kami, mana pasarnya. Presiden harus konsisten dengan janjinya agar merah putih tetap berkibar dan Pancasila selalu menjadi prinsip warga di Papua," ujar politisi dari Partai Demokrat ini.
Ia menyatakan, masalah ini terjadi akibat sikap ngotot Kementerian Badan Usaha Milik Negara mempertahankan lahan miliknya yang telah ditetapkan sebagai lokasi pembangunan pasar.
"Kementerian BUMN sebagai wakil pemerintah seharusnya wajib hukumnya mengeksekusi program yang telah ditetapkan Presiden. Mereka harus legawa melepaskan asetnya untuk pembangunan pasar," ujarnya.
Ia mengakui, para pedagang masih menempati lokasi sementara di Jalan Percetakan. Padahal, Presiden telah berjanji untuk menyelesaikan pembangunan pasar akhir tahun ini.
"Selama ini kami hanya dapat membantu perbaikan infrastruktur di lokasi pasar sementara. Misalnya, kami menganti tenda dengan anggaran sebesar Rp 5 miliar pada Februari lalu. Tenda itu pun khusus didatangkan dari Australia," kata Boy.
Selviana Luboba (40), salah seorang pedagang, merasa sangat kesulitan beraktivitas di pasar sementara ketika terjadi hujan deras disertai angin kencang.
"Selain faktor cuaca, kunjungan para pembeli sangat minim karena tak ada lahan parkir di tempat ini," kata penjual sagu ini.
Sekretaris Solidaritas Pedagang Asli Papua (SOLPAP) Robert Jitmau mengatakan telah bertemu dengan Menteri BUMN Rini Soemarno di Jakarta untuk membahas masalah tersebut.
Namun, Rini menyatakan tak akan melepaskan aset milik Perum Damri tanpa ada persetujuan dari DPR.
"Terkesan antara DPR dan BUMN saling melempar tanggung jawab. Kami bingung mengapa pelepasan aset hanya sekecil ini saja memakan waktu hingga setahun?" kata Robert. (kompas)