DAW Meepago akan Identifikasi Batas Wilayah Hutan Adat
pada tanggal
Monday, 4 January 2016
NABIRE - Koordinator Dewan Adat Wilayah Meepago, Okto Marco Pekei mengatakan ada dua masalah soal kerusakan lingkungan di wilayah adat Meepago, yaitu penebangan liar dan pencemaran lingkungan oleh perusahaan.
Menurut dia, penebangan liar sulit dikontrol, karena dilakukan oleh masyarakat sendiri. Sementara kerusakan lingkungan oleh perusahaan kerap berkaitan dengan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan).
"Kerusakan hutan di wilayah adat Meepago, dampak merusak hutan dapat hubungan antara masyarakat, karena hutan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Papua pada umumnya dan khususnya masyarakat yang mendiami wilayah Meepago," katanya melalui pesan singkat kepada Jubi, Sabtu (2/1).
Maka dari itu, pihaknya bekerja sama dengan Dewan Adat Daerah (DAD) untuk mengidentifikasi batas wilayah dan kepemilikan hutan.
Ketua Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Wolani, Mee dan Moni (LPMA SWAMEMO) Thobias Bagubau, mengatakan menurut data yang kami himpun dari tahun 2003-2015, sekitar 50 hektar hutan adat rusak di sekitar pertambangan ilegal Degeuwo.
Pihaknya akan berupaya mengamankan hutan adat yang tersisa dengan membentuk tim keamanan. "Kedepan kami akan koordinasi dengan dewan adat daerah dan dewan adat wilayah Meepago untuk membicarakan mengenai pelestarian hutan adat. Sekarang kami belum ketemu tetapi beberapa hari lalu saya berikan data untuk kita kaji bersama, DAW dan DAD agar benar-benar kita bersatu membela masyarakat dengan mendorong isu hutan adat ini," katanya. [Jubi]
Menurut dia, penebangan liar sulit dikontrol, karena dilakukan oleh masyarakat sendiri. Sementara kerusakan lingkungan oleh perusahaan kerap berkaitan dengan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan).
"Kerusakan hutan di wilayah adat Meepago, dampak merusak hutan dapat hubungan antara masyarakat, karena hutan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Papua pada umumnya dan khususnya masyarakat yang mendiami wilayah Meepago," katanya melalui pesan singkat kepada Jubi, Sabtu (2/1).
Maka dari itu, pihaknya bekerja sama dengan Dewan Adat Daerah (DAD) untuk mengidentifikasi batas wilayah dan kepemilikan hutan.
Ketua Lembaga Pengembangan Masyarakat Adat Suku Wolani, Mee dan Moni (LPMA SWAMEMO) Thobias Bagubau, mengatakan menurut data yang kami himpun dari tahun 2003-2015, sekitar 50 hektar hutan adat rusak di sekitar pertambangan ilegal Degeuwo.
Pihaknya akan berupaya mengamankan hutan adat yang tersisa dengan membentuk tim keamanan. "Kedepan kami akan koordinasi dengan dewan adat daerah dan dewan adat wilayah Meepago untuk membicarakan mengenai pelestarian hutan adat. Sekarang kami belum ketemu tetapi beberapa hari lalu saya berikan data untuk kita kaji bersama, DAW dan DAD agar benar-benar kita bersatu membela masyarakat dengan mendorong isu hutan adat ini," katanya. [Jubi]