LSM Internasional Diminta Akhiri Kegiatan di Tanah Papua
pada tanggal
Monday, 14 December 2015
KOTA JAYAPURA - Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) Internasional pada Desember 2015 ini mendapat arahan dari pemerintah Pusat untuk mengakhiri kegiatan operasional mereka di Tanah Papua.
Menurut Human Right Watch (HRW), nasib para aktivis LSM Internasional tak jauh berbeda dengan jurnalis asing yang bekerja di Papua. Kehadiran mereka mendapat pengawasan ketat karena dikhawatirkan menyusupkan kepentingan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamananan nasional.
"Wacana penutupan sebenarnya sudah lama, bahkan sudah dilakukan terhadap beberapa LSM Internasional yang ada di Papua," ujar aktivis Human Right Watch Andreas Harsono pada Sabtu (12/12).
Sejumlah LSM Internasional yang telah lebih dulu menutup operasinya di Papua antara lain Catholic Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) pada 2010 dan Peace Brigades International (PBI) pada 2011.
"Bahkan kehadiran jurnalis asing di Papua pun masih sangat dibatasi. Meski Jokowi memerintahkan akses untuk mereka dibuka, perintah itu belum ditaati Kementerian Luar Negeri ," kata Andreas.
Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam, menjadi salah satu LSM Internasional yang kini harus 'gulung tikar' di Papua. Desember adalah tenggat bagi Oxfam dan LSM Internasional lainnya yang tersisa di Papua untuk bergegas angkat kaki dari Bumi Cenderawasih.
"Kebijakan pemerintah pusat dari Kementerian Sosial menyatakan bahwa semua izin kerja sama dari semua LSM Internasional tidak bisa diperpanjang lagi. Hanya bisa bekerja di Papua sampai Desember 2015," ujar Koordinator Oxfam wilayah timur Indonesia, Ellva Rori.
Kegiatan Oxfam di Papua selama ini adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kakao dengan memberi bantuan berupa penyuluhan, pembinaan, dan peralatan penunjang lainya. Namun kini Oxfam mau tak mau harus menutup kantor mereka di Jayapura.
Secara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku tak tahu dengan kebijakan penutupan operasi LSM Internasional di Papua. Menurutnya, Kementerian Sosial selama ini hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin tinggal bagi mereka yang punya urusan dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
“Penutupan itu tidak ada urusannya dengan kami," ujar Khofifah.
Khofifah menyatakan keberadaan LSM di Papua urusan kementerian lain.
Sembelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah tidak pernah menutup Papua dari jurnalis asing. Untuk menegaskan pernyataan itu, Retno pun membeberkan data pemberian izin kepada pekerja media asing.
"Dari data yang ada, tidak pernah ada penutupan akses ke Papua untuk wartawan asing," ucap Retno usai Rapat Konsultasi antara Komisi I DPR, Panglima TNI dan Kepala Badan Intelijen Negara di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (22/6).
Retno memaparkan, pada tahun 2012, kementeriannya menerima 11 permohonan izin meliput Papua dari sejumlah media asing. Dari 11 permohonan tersebut hanya lima yang disetujui sementara enam lainnya ditolak.
Sementara itu pada tahun 2013, permohonan izin meliput Papua oleh media asing melonjak hingga mencapai angka 28 permohonan. Kala itu, Kemenlu menyetujui 21 surat permohonan dan menolak tujuh lainnya.
Sedangkan pada tahun 2014, dari 27 permohonan yang masuk ke Kemenlu, 22 di antaranya disetujui dan sisanya ditolak.
Data teranyar, pada hingga Juni 2015, Retno mengaku sudah mengabulkan seluruh permohonan meliput Papua dari jurnalis asing.
"Sejauh ini kami sudah menerima delapan permintaan dan semuanya kami izinkan," kata Retno.
Terkait sejumlah permohonan yang disebut-sebut ditolak kementeriannya, Retno menuturkan hal tersebut terjadi bukan karena batasan yang sengaja pemerintah terapkan. "Penolakan itu lebih terkait adminsitrasi dan persyaratan," ucapnya.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Kepala BIN Marciano Norman berharap para jurnalis asing tidak menyalahgunakan izin yang telah diterbitkan pemerintah.
"Pemerintah ingin mereka menggunakan izin itu dengan penuh rasa tanggungjawab. Visa itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan sepihak yang justru merugikan Indonesia," ujarnya.
Marciano bertutur, pembukaan keran akses masuk ke Papua bagi pekerja media asing ditujukan agar pemberitaan tentang daerah paling timur Indonesia itu seimbang.
Dia mengatakan, pemerintah berharap para jurnalis asing dapat menemukan fakta tentang pembangunan Papua. Jika nantinya mereka menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional, Marciano berkata, pemberitaan itu akan dijadikan dasar pengambilan kebijakan selanjutnya.[CNN]
Menurut Human Right Watch (HRW), nasib para aktivis LSM Internasional tak jauh berbeda dengan jurnalis asing yang bekerja di Papua. Kehadiran mereka mendapat pengawasan ketat karena dikhawatirkan menyusupkan kepentingan yang berpotensi mengganggu stabilitas keamananan nasional.
"Wacana penutupan sebenarnya sudah lama, bahkan sudah dilakukan terhadap beberapa LSM Internasional yang ada di Papua," ujar aktivis Human Right Watch Andreas Harsono pada Sabtu (12/12).
Sejumlah LSM Internasional yang telah lebih dulu menutup operasinya di Papua antara lain Catholic Organisation for Relief and Development Aid (CORDAID) pada 2010 dan Peace Brigades International (PBI) pada 2011.
"Bahkan kehadiran jurnalis asing di Papua pun masih sangat dibatasi. Meski Jokowi memerintahkan akses untuk mereka dibuka, perintah itu belum ditaati Kementerian Luar Negeri ," kata Andreas.
Organisasi nirlaba dari Inggris, Oxfam, menjadi salah satu LSM Internasional yang kini harus 'gulung tikar' di Papua. Desember adalah tenggat bagi Oxfam dan LSM Internasional lainnya yang tersisa di Papua untuk bergegas angkat kaki dari Bumi Cenderawasih.
"Kebijakan pemerintah pusat dari Kementerian Sosial menyatakan bahwa semua izin kerja sama dari semua LSM Internasional tidak bisa diperpanjang lagi. Hanya bisa bekerja di Papua sampai Desember 2015," ujar Koordinator Oxfam wilayah timur Indonesia, Ellva Rori.
Kegiatan Oxfam di Papua selama ini adalah berupaya meningkatkan kesejahteraan petani kakao dengan memberi bantuan berupa penyuluhan, pembinaan, dan peralatan penunjang lainya. Namun kini Oxfam mau tak mau harus menutup kantor mereka di Jayapura.
Secara terpisah, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengaku tak tahu dengan kebijakan penutupan operasi LSM Internasional di Papua. Menurutnya, Kementerian Sosial selama ini hanya berwenang mengeluarkan rekomendasi perpanjangan izin tinggal bagi mereka yang punya urusan dengan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS).
“Penutupan itu tidak ada urusannya dengan kami," ujar Khofifah.
Khofifah menyatakan keberadaan LSM di Papua urusan kementerian lain.
Sembelumnya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah tidak pernah menutup Papua dari jurnalis asing. Untuk menegaskan pernyataan itu, Retno pun membeberkan data pemberian izin kepada pekerja media asing.
"Dari data yang ada, tidak pernah ada penutupan akses ke Papua untuk wartawan asing," ucap Retno usai Rapat Konsultasi antara Komisi I DPR, Panglima TNI dan Kepala Badan Intelijen Negara di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (22/6).
Retno memaparkan, pada tahun 2012, kementeriannya menerima 11 permohonan izin meliput Papua dari sejumlah media asing. Dari 11 permohonan tersebut hanya lima yang disetujui sementara enam lainnya ditolak.
Sementara itu pada tahun 2013, permohonan izin meliput Papua oleh media asing melonjak hingga mencapai angka 28 permohonan. Kala itu, Kemenlu menyetujui 21 surat permohonan dan menolak tujuh lainnya.
Sedangkan pada tahun 2014, dari 27 permohonan yang masuk ke Kemenlu, 22 di antaranya disetujui dan sisanya ditolak.
Data teranyar, pada hingga Juni 2015, Retno mengaku sudah mengabulkan seluruh permohonan meliput Papua dari jurnalis asing.
"Sejauh ini kami sudah menerima delapan permintaan dan semuanya kami izinkan," kata Retno.
Terkait sejumlah permohonan yang disebut-sebut ditolak kementeriannya, Retno menuturkan hal tersebut terjadi bukan karena batasan yang sengaja pemerintah terapkan. "Penolakan itu lebih terkait adminsitrasi dan persyaratan," ucapnya.
Ditemui pada kesempatan yang sama, Kepala BIN Marciano Norman berharap para jurnalis asing tidak menyalahgunakan izin yang telah diterbitkan pemerintah.
"Pemerintah ingin mereka menggunakan izin itu dengan penuh rasa tanggungjawab. Visa itu tidak boleh digunakan untuk kepentingan sepihak yang justru merugikan Indonesia," ujarnya.
Marciano bertutur, pembukaan keran akses masuk ke Papua bagi pekerja media asing ditujukan agar pemberitaan tentang daerah paling timur Indonesia itu seimbang.
Dia mengatakan, pemerintah berharap para jurnalis asing dapat menemukan fakta tentang pembangunan Papua. Jika nantinya mereka menemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan cita-cita pembangunan nasional, Marciano berkata, pemberitaan itu akan dijadikan dasar pengambilan kebijakan selanjutnya.[CNN]