Yanni Dukung Penerapan Hukum Kebiri dan Mati untuk Pedofil di Papua
pada tanggal
Wednesday, 4 November 2015
KOTA JAYAPURA – Pernyataan Kejaksaan Tinggi Papua terhadap persiapan penerapan hukum kebiri bagi para pedofil, tersangka kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur di Papua, mendapat tanggapan dari DPR Papua.
Wakil Ketua DPR Papua, Yanni menegaskan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dibawah umur sangat memprihatinkan. Bahkan, kasus tersebut bisa dikatakan merupakan bencana nasional terhadap anak-anak di Indonesia.
Khususnya di Papua yang tak kala tingginya kasus pelecehan seksual dirinya menilai hukum kebiri bagi para tersangka seksual masih merupakan sanksi ringan.
"Harus ada sebuah sanksi atau hukuman yang mendatangkan efek jera bagi para pelaku pelecehan seksual. Tak hanya hokum Kebiri, tapi pendapat saya harus diberikan hukuman mati," kata Yanni.
Para pelaku seksusal begitu banyaknya memperkosa anak, sehingga anak yang berjumlah sebanyak itu akan menjadi trauma sampai seumur hidup dan tan mungkin di hapus hingga di dewasa sehingga peristiwa yang dialami akan terus membayangi, menghantui sepanjang hidup anak itu."ini Bukan seperti sms lalu dihapus. Tapi ini kejadian yang mencederai, melukai fisik, mental, pikiran dan masa depan anak itu sendiri,"ujarnya
Namun sesungguhnya, lanjut Yanni, ada hal yang paling mendasar yang harus dilakukan yaitu bagaimana bisa mencegah, dan meminimalisiri terhadpa pelaku pelecehan seks terhadap perempuan dan anak- anak. Sepertinya, adanya perhatian yang lebih baik dari orang tua, sebab kita lihat rata-rata, pelecehan seksual adalah rata-rata anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua.
Dikatakannya, seharusnya dari sekolahan diberikan pengetahuan dari guru-guru, Sebab menurutnya, anak tidak bisa membedakan yang mana yang pantas dan yang mana tidak mengingat pelaku tidak jauh dari anak itu. Bukan orang asing tapi orang yang sehari-hari dikenal oleh dia (korban).
"Apabila ada sentuhan atau menyentuh dan meraba bagi si anak ini akan melakukan hal-hal diluar kontrol. Jadi, bagaimana dari sekolahan guru bisa memberi pengetahuan untuk segera melaporkan kepada guru, kepada orang tua," ucapnya.
Lanjut Yanni, anak-anak harus dibekali bahwa itu tidak pantas dan tak boleh dibiarkan lalu ada dukungan dari pihak pemerintah, dan juga dikuatkan oleh pemerhati perempuan dan aturan yang berlaku di Negara ini.
"Jadi kalau ada pihak yang mengatakan bahwa hukum kebiri itu adalah pelanggaran HAM terhadap pelaku. Sekarang kita bicara timbal balik. Apakah kamu tidak membicarakan luka fisik, luka hati yang diakibatkan kekerasan seks terhadap anak tersebut," katanya menanyakan.
Justru, kata dia, akan menghantui anak terhadap perlakuan para pelaku seksual dan akan lebih berat sesungguhnya ketika melakukan perbuatan itu. "Siapa yang lebih berat sesungguhnya. Dia yang dikebiri atau si anak itu. Jadi jangan sok pahlawan mengatakan bahwa melanggar HAM," tegasnya. [Wiyainews]
Wakil Ketua DPR Papua, Yanni menegaskan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dibawah umur sangat memprihatinkan. Bahkan, kasus tersebut bisa dikatakan merupakan bencana nasional terhadap anak-anak di Indonesia.
Khususnya di Papua yang tak kala tingginya kasus pelecehan seksual dirinya menilai hukum kebiri bagi para tersangka seksual masih merupakan sanksi ringan.
"Harus ada sebuah sanksi atau hukuman yang mendatangkan efek jera bagi para pelaku pelecehan seksual. Tak hanya hokum Kebiri, tapi pendapat saya harus diberikan hukuman mati," kata Yanni.
Para pelaku seksusal begitu banyaknya memperkosa anak, sehingga anak yang berjumlah sebanyak itu akan menjadi trauma sampai seumur hidup dan tan mungkin di hapus hingga di dewasa sehingga peristiwa yang dialami akan terus membayangi, menghantui sepanjang hidup anak itu."ini Bukan seperti sms lalu dihapus. Tapi ini kejadian yang mencederai, melukai fisik, mental, pikiran dan masa depan anak itu sendiri,"ujarnya
Namun sesungguhnya, lanjut Yanni, ada hal yang paling mendasar yang harus dilakukan yaitu bagaimana bisa mencegah, dan meminimalisiri terhadpa pelaku pelecehan seks terhadap perempuan dan anak- anak. Sepertinya, adanya perhatian yang lebih baik dari orang tua, sebab kita lihat rata-rata, pelecehan seksual adalah rata-rata anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tua.
Dikatakannya, seharusnya dari sekolahan diberikan pengetahuan dari guru-guru, Sebab menurutnya, anak tidak bisa membedakan yang mana yang pantas dan yang mana tidak mengingat pelaku tidak jauh dari anak itu. Bukan orang asing tapi orang yang sehari-hari dikenal oleh dia (korban).
"Apabila ada sentuhan atau menyentuh dan meraba bagi si anak ini akan melakukan hal-hal diluar kontrol. Jadi, bagaimana dari sekolahan guru bisa memberi pengetahuan untuk segera melaporkan kepada guru, kepada orang tua," ucapnya.
Lanjut Yanni, anak-anak harus dibekali bahwa itu tidak pantas dan tak boleh dibiarkan lalu ada dukungan dari pihak pemerintah, dan juga dikuatkan oleh pemerhati perempuan dan aturan yang berlaku di Negara ini.
"Jadi kalau ada pihak yang mengatakan bahwa hukum kebiri itu adalah pelanggaran HAM terhadap pelaku. Sekarang kita bicara timbal balik. Apakah kamu tidak membicarakan luka fisik, luka hati yang diakibatkan kekerasan seks terhadap anak tersebut," katanya menanyakan.
Justru, kata dia, akan menghantui anak terhadap perlakuan para pelaku seksual dan akan lebih berat sesungguhnya ketika melakukan perbuatan itu. "Siapa yang lebih berat sesungguhnya. Dia yang dikebiri atau si anak itu. Jadi jangan sok pahlawan mengatakan bahwa melanggar HAM," tegasnya. [Wiyainews]