Formappi Minta Sudirman Said Sebut Pencatut Nama Jokowi-JK
pada tanggal
Tuesday, 17 November 2015
JAKARTA - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said seharusnya segera menyebutkan oknum politisi pencatut Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak Freeport. Oknum politisi itu diduga anggota DPR. Tanpa menyebut nama, menurut Lucius, akan menyandera seluruh anggota DPR.
"Kalau Sudirman memegang bukti terkait tuduhannya, dia punya tanggung jawab untuk segera menuntaskan permasalahan tersebut. Tak bagus juga jika dia melempar isu yang bisa menyandera semua anggota DPR dengan tuduhan pelaku pencatutan nama Presiden," ujar Lucius kepada Kompas.com, Minggu (15/11).
Menurut Lucius, jika Sudirman memiliki bukti yang jelas, bisa saja pencatut nama Jokowi tersebut dilaporkan kepada penegak hukum. Apalagi, jika pencatutan nama ini berhubungan dengan upaya mendapatkan keuntungan pribadi dari transaksi gelap yang dilakukan. Bisa juga dugaan pidana korupsi jika diikuti dengan praktik transaksional.
Selain itu, Sudirman, kata dia, perlu secepatnya melaporkan anggota DPR tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Lucius, Sudirman harus yakin dengan bukti yang dimilikinya, sekaligus bisa memastikan adanya dugaan pelanggaran yang terjadi.
"Sudirman perlu segera bertindak untuk memperjelas keterangannya, tanpa membuat publik bertanya-tanya dalam waktu yang berkepanjangan," kata Lucius.
Sudirman Said sebelumnya menyebutkan ada tokoh politik yang sangat berkuasa mencoba menjual nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kepada Freeport. Dengan mencatut nama Presiden dan Wapres, politisi itu menjanjikan ke Freeport agar kontrak bisa segera diberikan.
"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu," ujar Sudirman Said kepada Kompas, Selasa (10/11).
Namun, dia mengaku tak bisa menyebut siapa politisi yang coba menjual nama dua pimpinan tertinggi republik itu. Hanya, Sudirman mengatakan bahwa orang itu cukup terkenal. JK, tutur dia, tahu persis siapa orang yang coba menyeret-nyeret nama dua petinggi republik tersebut.
"Keduanya (Presiden dan Wapres) sangat marah. Pak Jokowi mengatakan, 'ora sudi'. Ora sudi kan ungkapan Jawa yang sangat dalam. Begitu pun Wakil Presiden. 'Ini orang kurang ajar dan saya tahu orang itu siapa,' kata Wapres. Jadi, Wapres sudah menduga," ujarnya.
Sudirman mengaku mengetahui semua tindakan licik tokoh-tokoh politik di balik percobaan perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia. Sebab, Freeport juga telah menceritakan secara rinci permintaan tokoh-tokoh politik tersebut.
Sedangkan komisaris PT. Freeport Indonesia, Andi Mattalatta sebelumnya mengaku baru mengetahui adanya politisi yang mencatut nama presiden dan wakil presiden terkait perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
Dia meyakini, Sudirman yang mengungkap fakta itu sudah mempertimbangkan dampak pernyataannya dengan matang. Andi bahkan menduga, Sudirman sengaja mengumbarnya kepada publik untuk memberi pelajaran kepada politisi tersebut.
"Artinya dengan berucap begitu, sebenarnya itu sudah hukuman, karena telah menimbulkan citra bahwa politisi yang dimaksud itu citranya sudah langsung negatif," ujar Andi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/11). [Kompas]
"Kalau Sudirman memegang bukti terkait tuduhannya, dia punya tanggung jawab untuk segera menuntaskan permasalahan tersebut. Tak bagus juga jika dia melempar isu yang bisa menyandera semua anggota DPR dengan tuduhan pelaku pencatutan nama Presiden," ujar Lucius kepada Kompas.com, Minggu (15/11).
Menurut Lucius, jika Sudirman memiliki bukti yang jelas, bisa saja pencatut nama Jokowi tersebut dilaporkan kepada penegak hukum. Apalagi, jika pencatutan nama ini berhubungan dengan upaya mendapatkan keuntungan pribadi dari transaksi gelap yang dilakukan. Bisa juga dugaan pidana korupsi jika diikuti dengan praktik transaksional.
Selain itu, Sudirman, kata dia, perlu secepatnya melaporkan anggota DPR tersebut ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Menurut Lucius, Sudirman harus yakin dengan bukti yang dimilikinya, sekaligus bisa memastikan adanya dugaan pelanggaran yang terjadi.
"Sudirman perlu segera bertindak untuk memperjelas keterangannya, tanpa membuat publik bertanya-tanya dalam waktu yang berkepanjangan," kata Lucius.
Sudirman Said sebelumnya menyebutkan ada tokoh politik yang sangat berkuasa mencoba menjual nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kepada Freeport. Dengan mencatut nama Presiden dan Wapres, politisi itu menjanjikan ke Freeport agar kontrak bisa segera diberikan.
"Seolah-olah Presiden minta saham. Wapres juga dijual namanya. Saya sudah laporkan kepada keduanya. Beliau-beliau marah karena tak mungkin mereka melakukan itu," ujar Sudirman Said kepada Kompas, Selasa (10/11).
Namun, dia mengaku tak bisa menyebut siapa politisi yang coba menjual nama dua pimpinan tertinggi republik itu. Hanya, Sudirman mengatakan bahwa orang itu cukup terkenal. JK, tutur dia, tahu persis siapa orang yang coba menyeret-nyeret nama dua petinggi republik tersebut.
"Keduanya (Presiden dan Wapres) sangat marah. Pak Jokowi mengatakan, 'ora sudi'. Ora sudi kan ungkapan Jawa yang sangat dalam. Begitu pun Wakil Presiden. 'Ini orang kurang ajar dan saya tahu orang itu siapa,' kata Wapres. Jadi, Wapres sudah menduga," ujarnya.
Sudirman mengaku mengetahui semua tindakan licik tokoh-tokoh politik di balik percobaan perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia. Sebab, Freeport juga telah menceritakan secara rinci permintaan tokoh-tokoh politik tersebut.
Sedangkan komisaris PT. Freeport Indonesia, Andi Mattalatta sebelumnya mengaku baru mengetahui adanya politisi yang mencatut nama presiden dan wakil presiden terkait perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
Dia meyakini, Sudirman yang mengungkap fakta itu sudah mempertimbangkan dampak pernyataannya dengan matang. Andi bahkan menduga, Sudirman sengaja mengumbarnya kepada publik untuk memberi pelajaran kepada politisi tersebut.
"Artinya dengan berucap begitu, sebenarnya itu sudah hukuman, karena telah menimbulkan citra bahwa politisi yang dimaksud itu citranya sudah langsung negatif," ujar Andi saat dihubungi Kompas.com, Rabu (11/11). [Kompas]