Fakultas Teknik Uncen Siapkan Mahasiswa Metalurgi
pada tanggal
Saturday, 7 November 2015
KOTA JAYAPURA – Dekan Fakultas Teknik Universitas Cenderawasih (Uncen), Apolo Safanpo menyampaikan bahwa saat ini Fakultas Teknik Uncen tengah menyiapkan mahasiswa dengan basic Metalurgi di bawah jurusan Geologi Tambang. Metalurgi sendiri merupakan pendidikan Teknik yang berkecimpung pada sistem pengolahan mineral dan tambang. Prediksinya jika proses pendidikan ini terus berjalan normal maka tiga tahun ke depan Uncen sudah bisa menelorkan alumni yang bisa diserap pada pabrik pengolahan atau smelter.
“Untuk jurusan Metalurgi sendiri sudah dibuka di bawah jurusan geologi dan tambang sejak tahun lalu dan sudah melewati dua semester. Outputnya mereka akan bekerja di smelter yang merupakan pabrik pengolahan atau pemurnian mineral. Ilmu metalurgi yang dipelajari bersifat umum, bisa di tambang mineral dan tambang Migas. Gambarannya jika Migas diambil dalam bentuk minyak makan saat itu masih banyak campuran cairan jadi mereka ini yang memisahkan, demikian juga dengan mineral. Kami harapkan 3 tahun dari sekarang sudah ada lulusan pertama,” kata Apolos saat ditemui di Kampus FT Uncen, Rabu (28/10).
Ia mengakui bahwa saat ini Papua terus berkembang dan ini perlu diimbangi dengan kebutuhan SDM yang harus lebih berbobot dengan melihat lapangan pekerjaan yang akan digarap dikemudian hari. “Mungkin saat ini kita butuh 10 tenaga terampil tapi daerah terus berkembang sehingga harus diimbangi,” katanya.
Untuk tenaga pengajar sendiri kata Apolo untuk sementara melibatkan dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB), PT Smelting Gresik dan Uncen sendiri dengan jumlah 6 dosen.
Progres Selter di Papua kata Apolo dikatakan masih dibicarakan antara pemerintah dengan PT Freeport. Disebutkan dalam UU Nomor 9 tahun 2014 menerangkan bahwa semua perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia wajib membangun smelter di dalam negeri dan menurut perusahaan tambang di dalam negeri itu biasa dimana saja tak mesti harus di Papua dan Freeport memiliki alasan itu dan menganggap sudah memenuhi perintah undang-undang dan merasa tidak melanggar namun.
“Kalau melihat acuannya memang seperti itu tapi tentunya pemerintah dan masyarakat berharap perusahaan Smelter ini juga bisa dibangun di Papua untuk mendorong sektor yang lain,” harapnya.
Apolo berharap di Papua memang ada perusahaan tersebut. Namun mengenai jumlah tenaga kerjanya kata Safanpo pabrik Smelter tidak menyerap banyak tenaga kerja. Jika sama seperti di PT Smelting Gresik maka kemungkinan hanya menyerap 500 tenaga kerja, itupun bukan semua berlatar belakang metalurgi.
“Yang terpakai dari basic Metalurgi mungkin hanya 100 orang tapi ilmu ini tentunya tetap bermanfaat,” imbuhnya. [Cepos]
“Untuk jurusan Metalurgi sendiri sudah dibuka di bawah jurusan geologi dan tambang sejak tahun lalu dan sudah melewati dua semester. Outputnya mereka akan bekerja di smelter yang merupakan pabrik pengolahan atau pemurnian mineral. Ilmu metalurgi yang dipelajari bersifat umum, bisa di tambang mineral dan tambang Migas. Gambarannya jika Migas diambil dalam bentuk minyak makan saat itu masih banyak campuran cairan jadi mereka ini yang memisahkan, demikian juga dengan mineral. Kami harapkan 3 tahun dari sekarang sudah ada lulusan pertama,” kata Apolos saat ditemui di Kampus FT Uncen, Rabu (28/10).
Ia mengakui bahwa saat ini Papua terus berkembang dan ini perlu diimbangi dengan kebutuhan SDM yang harus lebih berbobot dengan melihat lapangan pekerjaan yang akan digarap dikemudian hari. “Mungkin saat ini kita butuh 10 tenaga terampil tapi daerah terus berkembang sehingga harus diimbangi,” katanya.
Untuk tenaga pengajar sendiri kata Apolo untuk sementara melibatkan dosen dari Institut Teknologi Bandung (ITB), PT Smelting Gresik dan Uncen sendiri dengan jumlah 6 dosen.
Progres Selter di Papua kata Apolo dikatakan masih dibicarakan antara pemerintah dengan PT Freeport. Disebutkan dalam UU Nomor 9 tahun 2014 menerangkan bahwa semua perusahaan tambang yang beroperasi di Indonesia wajib membangun smelter di dalam negeri dan menurut perusahaan tambang di dalam negeri itu biasa dimana saja tak mesti harus di Papua dan Freeport memiliki alasan itu dan menganggap sudah memenuhi perintah undang-undang dan merasa tidak melanggar namun.
“Kalau melihat acuannya memang seperti itu tapi tentunya pemerintah dan masyarakat berharap perusahaan Smelter ini juga bisa dibangun di Papua untuk mendorong sektor yang lain,” harapnya.
Apolo berharap di Papua memang ada perusahaan tersebut. Namun mengenai jumlah tenaga kerjanya kata Safanpo pabrik Smelter tidak menyerap banyak tenaga kerja. Jika sama seperti di PT Smelting Gresik maka kemungkinan hanya menyerap 500 tenaga kerja, itupun bukan semua berlatar belakang metalurgi.
“Yang terpakai dari basic Metalurgi mungkin hanya 100 orang tapi ilmu ini tentunya tetap bermanfaat,” imbuhnya. [Cepos]