Tolak 14 Kursi, Mahasiswa Papua Tuntut MRP Dibubarkan
pada tanggal
Saturday, 17 October 2015
KOTA JAYAPURA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Papua dan Rakyat Papua yang dikoordinir Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Cenderawasih, menyatakan penolakannya terhadap perdasus Nomor 6 tahun 2014 tentang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) melalui pengangkatan 14 kursi.
Penolakkan itu disampaikan langsung para mahasiswa yang dipimpin langsung oleh Koordinator Umum, Frengki Pusop didampingi Ketua Umum MPM Uncen, Viktor Aravail Tibun, Korlap 1 Fredy Walianggen, melakukan orasi dari Abepura menuju Gedung DPR Papua, pada Senin (12/10) siang.
Dalam orasinya yang disampaikan coordinator lapangan 1, Fredy Walianggen mengatakan, pembentukan perdasus Nomor 6 tahun 2014 membawa dampak bagi masyarakat Papua dengan menginjak-injak hak-hak rakyat Papua, karena 14 kursi ada tanpa ada sosialisasi bagi rakyat Papua sampai pada pembentukan Panitia Seleksi.
Namun apabila itu dipaksakan, kata Fredy, mahasiswa meminta agar Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga kultur dibubarkan.
“MRP tak punya pengaruh bagi rakyat, tidak pernah memperjuangkan hak-hak rakyat. MRP seharusnya melindungi hak-hak rakyat tapi malah tidak pernah diperhatikan. Program apalagi yang dibuat pemerintah provinsi. Apakah memperjuang hak rakyat ataukah menghancurkan rakyat,” tegas dia.
Fredy menyayangkan, ada oknum Dosen terlibat dalam Panitia Seleksi Provinsi Papua. Padahal, seharusnya oknum Dosen itu barometer bagi rakyat selaku perwakilan pendidikan. Namun, malah berpolitik praktis yang kemudian mencederai nama mahasiswa.
“Ini sangat tidak benar. Negara ini negara apa. Berbagai polemik akan terus terjadi di Papua
jika hal ini dibiarkan,” cetus dia.
Ia menandaskan, kebijakan pemerintah selama ini berjalan secara diam-diam tanpa diketahui rakyat Papua, yang kemudian menghancurkan penerus bangsa dan rakyat di tanah Papua.
“Jadi kami minta untuk memberhentikan proses pembentukan 14 kursi ini dan apabila tuntutan tak terjawab maka tuntutan terakhir MRP harus dibubarkan. Tapi apabila dua-dua berjalan maka kami akan bungkat semua aktifitas di Papua,” katanya.
Bahkan, Fredy mengakui, bahwa DPR Papua sekarang tidak lagi pro rakyat. Pasalnya, semua aspirasi rakyat maupun mahasiswa tak pernah terjawabkan.
“Jangan pernah memainkan rakyat di atas leluhur yang diberkati ini,” tandasnya.
Lagi-lagi, Tanya Fredy bahwa perdasus yang dibentuk untuk siapa?. Apakah sudah pernah disosialisasi di daerah terkait 14 kursi ini?.
“Saya tegaskan, itu sama sekali tidak pernah dilakukan lalu tiba-tiba muncul 14 kursi. Ini sama saja membunuh karakter rakyat papua,”sambungnya.
Hal yang sama disampaikan ketua MPM, Viktor Aravail Tibun mempertanyakan 14 kursi yang nanti akan duduk di kusi terhormat itu.
“Apakah mereka punya kewenangan yang sama dalam hal memutuskan hak-hak rakyat?. Apakah mereka sama mempertimbangkan apa yang diputuskan pemerintah. Jika itu demikian, maka dianggap ilegal dan kalau dileglkan maka MRP harus dibubarkan karena akan menghambat dan mematikan hak kepentingan rakyat papua,” tukasnya.
Sementara itu, dalam pernyataan sikap yang disampaikan Koordinator Umum Demo, Frengky Pusop mengatakan, perdasus Nomor 6 tahun 2014 merupakan sebuah ambang celaka dan tanda awas yang mengancam rakyat kecil akibat ulah elit politik.
“Kami mahasiswa telah mencermati dinamika kehidupan sosial politik yang telah dikotori oleh parat elit-elit yang rakus dan serahkan,” Kata Frengky.
Oleh karena itu, mahasiswa Papua yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Papua menolak peraturan daerah khusus Papua Nomor 6 tahun 2014 tentang keanggotaan DPR Papua yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan.
Tiga Poin yang menjadi dasar penolakan Perdasus Nomor 6 tahun 2014 itu, yakni pertama tidak ada sosialisasi kepada seluruh rakyat Papua tentang Perasus Nomor 6 tahun 2014. Kedua Pansel yang dilahirkan oleh Perdasus yang dibentuk tidak melalui mekanisme sehingga dianggap illegal.
“Ketiga, surat kemendagri Nomor.161.91/2014/SJ tertanggal 27 April 2015 sampai saat ini belum ditindaklanjuti. Tiga poin kami menolak secara tegas adanya perdasus 14 kursi,” tukas Frengky dihadapan Anggota DPR Papua yang diwakili, Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan Ham, Laurenzus Kadepa didamping H. Syamsunar Rasyd dan Ketua Komisi V, Yakoba Lokbere.
Diakhir pernyataan dan orasi yang disampaikan, para mahasiswa mencatat nama anggota DPR Papua yang terlibat dalam kepengurusan Pansus 14 Kursi di atas kertas putih, yang selanjutnya dibakar dihadapan anggota DPR Papua.
Pada kesempatan itu, Anggota Komisi I DPR Papua, Bidang pemerintahan, Politik Hukum dan HAM, Laurenzus Kadepan menyatakan, aspirasi mahasiswa yang disampaikan ke DPR Papua pihaknya akan menindaklanjuti ke tingkat Pimpinan dan kepada anggota Pansus 14 kursi.
Meski, para mahasiswa sempat menolak kehadiran tiga perwakilan anggota DPR Papua tersebut. Namun, Laurenzus meminta kepada mahasiswa untuk tidak melihat dari jumlah anggota DPR yang menemui massa.
“Kami minta jangan dilihar dari jumlah 1 atau 20 atau bahkan sampai semua ada di tempat ini.Akan tetapi, melihat bobot dan kualitas daripada aspirasi yang diterima. Kami minta, agar adek-adek mahasiswa memberikan kepercayaan dan agar aspirasi ini disampaikan kepada pimpinan,” katanya.
Ia mengemukakan, sejak awal pembentukan 14 kursi di DPR Papua tidak berjalan kompak. Bahkan, dari 7 fraksi di DPR Papua ada Fraksi tidak kompak. Artinya, aksi demo yang dilakukan ini sangat tepat dilakukan dan akan mengkomunikasikan kepada pimpinan dan pansus yang bersangkutannya.
Hal yang sama disampaikan, Ketua Komisi V DPR Papua, Yakoba Lokbere, kehadiran mahasiswa di DPR Papua sangat dihargai sehingga apapun aspirasi akan ditindaklanjuti.
“Hari ini, tidak ada anggota Pansus untuk menerima aspirasi. Namun hadirnya kami, siap untuk menampung dan menyampaikan kepada pimpinan dan Pansus,” imbunnya. [BintangPapua]
Penolakkan itu disampaikan langsung para mahasiswa yang dipimpin langsung oleh Koordinator Umum, Frengki Pusop didampingi Ketua Umum MPM Uncen, Viktor Aravail Tibun, Korlap 1 Fredy Walianggen, melakukan orasi dari Abepura menuju Gedung DPR Papua, pada Senin (12/10) siang.
Dalam orasinya yang disampaikan coordinator lapangan 1, Fredy Walianggen mengatakan, pembentukan perdasus Nomor 6 tahun 2014 membawa dampak bagi masyarakat Papua dengan menginjak-injak hak-hak rakyat Papua, karena 14 kursi ada tanpa ada sosialisasi bagi rakyat Papua sampai pada pembentukan Panitia Seleksi.
Namun apabila itu dipaksakan, kata Fredy, mahasiswa meminta agar Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai lembaga kultur dibubarkan.
“MRP tak punya pengaruh bagi rakyat, tidak pernah memperjuangkan hak-hak rakyat. MRP seharusnya melindungi hak-hak rakyat tapi malah tidak pernah diperhatikan. Program apalagi yang dibuat pemerintah provinsi. Apakah memperjuang hak rakyat ataukah menghancurkan rakyat,” tegas dia.
Fredy menyayangkan, ada oknum Dosen terlibat dalam Panitia Seleksi Provinsi Papua. Padahal, seharusnya oknum Dosen itu barometer bagi rakyat selaku perwakilan pendidikan. Namun, malah berpolitik praktis yang kemudian mencederai nama mahasiswa.
“Ini sangat tidak benar. Negara ini negara apa. Berbagai polemik akan terus terjadi di Papua
jika hal ini dibiarkan,” cetus dia.
Ia menandaskan, kebijakan pemerintah selama ini berjalan secara diam-diam tanpa diketahui rakyat Papua, yang kemudian menghancurkan penerus bangsa dan rakyat di tanah Papua.
“Jadi kami minta untuk memberhentikan proses pembentukan 14 kursi ini dan apabila tuntutan tak terjawab maka tuntutan terakhir MRP harus dibubarkan. Tapi apabila dua-dua berjalan maka kami akan bungkat semua aktifitas di Papua,” katanya.
Bahkan, Fredy mengakui, bahwa DPR Papua sekarang tidak lagi pro rakyat. Pasalnya, semua aspirasi rakyat maupun mahasiswa tak pernah terjawabkan.
“Jangan pernah memainkan rakyat di atas leluhur yang diberkati ini,” tandasnya.
Lagi-lagi, Tanya Fredy bahwa perdasus yang dibentuk untuk siapa?. Apakah sudah pernah disosialisasi di daerah terkait 14 kursi ini?.
“Saya tegaskan, itu sama sekali tidak pernah dilakukan lalu tiba-tiba muncul 14 kursi. Ini sama saja membunuh karakter rakyat papua,”sambungnya.
Hal yang sama disampaikan ketua MPM, Viktor Aravail Tibun mempertanyakan 14 kursi yang nanti akan duduk di kusi terhormat itu.
“Apakah mereka punya kewenangan yang sama dalam hal memutuskan hak-hak rakyat?. Apakah mereka sama mempertimbangkan apa yang diputuskan pemerintah. Jika itu demikian, maka dianggap ilegal dan kalau dileglkan maka MRP harus dibubarkan karena akan menghambat dan mematikan hak kepentingan rakyat papua,” tukasnya.
Sementara itu, dalam pernyataan sikap yang disampaikan Koordinator Umum Demo, Frengky Pusop mengatakan, perdasus Nomor 6 tahun 2014 merupakan sebuah ambang celaka dan tanda awas yang mengancam rakyat kecil akibat ulah elit politik.
“Kami mahasiswa telah mencermati dinamika kehidupan sosial politik yang telah dikotori oleh parat elit-elit yang rakus dan serahkan,” Kata Frengky.
Oleh karena itu, mahasiswa Papua yang tergabung dalam Koalisi Mahasiswa Papua menolak peraturan daerah khusus Papua Nomor 6 tahun 2014 tentang keanggotaan DPR Papua yang ditetapkan melalui mekanisme pengangkatan.
Tiga Poin yang menjadi dasar penolakan Perdasus Nomor 6 tahun 2014 itu, yakni pertama tidak ada sosialisasi kepada seluruh rakyat Papua tentang Perasus Nomor 6 tahun 2014. Kedua Pansel yang dilahirkan oleh Perdasus yang dibentuk tidak melalui mekanisme sehingga dianggap illegal.
“Ketiga, surat kemendagri Nomor.161.91/2014/SJ tertanggal 27 April 2015 sampai saat ini belum ditindaklanjuti. Tiga poin kami menolak secara tegas adanya perdasus 14 kursi,” tukas Frengky dihadapan Anggota DPR Papua yang diwakili, Anggota Komisi I DPR Papua bidang Pemerintahan, Politik, Hukum dan Ham, Laurenzus Kadepa didamping H. Syamsunar Rasyd dan Ketua Komisi V, Yakoba Lokbere.
Diakhir pernyataan dan orasi yang disampaikan, para mahasiswa mencatat nama anggota DPR Papua yang terlibat dalam kepengurusan Pansus 14 Kursi di atas kertas putih, yang selanjutnya dibakar dihadapan anggota DPR Papua.
Pada kesempatan itu, Anggota Komisi I DPR Papua, Bidang pemerintahan, Politik Hukum dan HAM, Laurenzus Kadepan menyatakan, aspirasi mahasiswa yang disampaikan ke DPR Papua pihaknya akan menindaklanjuti ke tingkat Pimpinan dan kepada anggota Pansus 14 kursi.
Meski, para mahasiswa sempat menolak kehadiran tiga perwakilan anggota DPR Papua tersebut. Namun, Laurenzus meminta kepada mahasiswa untuk tidak melihat dari jumlah anggota DPR yang menemui massa.
“Kami minta jangan dilihar dari jumlah 1 atau 20 atau bahkan sampai semua ada di tempat ini.Akan tetapi, melihat bobot dan kualitas daripada aspirasi yang diterima. Kami minta, agar adek-adek mahasiswa memberikan kepercayaan dan agar aspirasi ini disampaikan kepada pimpinan,” katanya.
Ia mengemukakan, sejak awal pembentukan 14 kursi di DPR Papua tidak berjalan kompak. Bahkan, dari 7 fraksi di DPR Papua ada Fraksi tidak kompak. Artinya, aksi demo yang dilakukan ini sangat tepat dilakukan dan akan mengkomunikasikan kepada pimpinan dan pansus yang bersangkutannya.
Hal yang sama disampaikan, Ketua Komisi V DPR Papua, Yakoba Lokbere, kehadiran mahasiswa di DPR Papua sangat dihargai sehingga apapun aspirasi akan ditindaklanjuti.
“Hari ini, tidak ada anggota Pansus untuk menerima aspirasi. Namun hadirnya kami, siap untuk menampung dan menyampaikan kepada pimpinan dan Pansus,” imbunnya. [BintangPapua]