Penggunaan Pesawat Hercules saat Polusi Asap Tergantung Maskapai
pada tanggal
Monday, 26 October 2015
Menurut Kepala Bandara Mozes Kilangin, Subagio Hadidjan, hal itu dapat dilakukan dan merupakan hak dari masing-masing maskapai pesawat yang saat ini merasa membutuhkan layanan jasa darurat tersebut. Sembari mengaskan bahwa hal ini bukanlah hak dan kewenangan pihaknya sebagai penyelenggara bandara udara.
“Itu merupakan wacana dari airline dan merupakan inisiatif mereka sendiri, jika mereka mau kerjasama, mereka sendiri yang harus sampaikan itu kepada pihak yang berwenang dengan pesawat Hercules ini,” ujarnya kepada wartawan pada Kamis (22/10).
“Pihak TNI memiliki prosedur terbang sendiri, sebab pesawat itu dipakai untuk kegiatan militer sehingga ketika jarak pandang hingga 400 meter, mereka masih bisa masuk ke bandara atau terbang ke kota lain,” ujarnya.
Sebelumnya General Manager (GM) PT. Airfast Aviation Facilities Company (AVCO), Edward Hutahayan pada Senin (19/10) lalu menjelaskan, terkait masuknya pesawat Hercules TNI AU ditengah kabut asap yang tebal, hal itu adalah kelebihan dari pesawat tersebut. Sebab pesawat yang memiliki mesin baling-baling (propeller) sehingga tidak terpengaruh dengan kondisi alam yang sedang terjadi saat ini.
“Itu kembali kepada pesawat dan pilotnya. Mereka memiliki prosedur dan karakteristik pesawat yang berbeda sebab pesawat Hercules dan pesawat kecil lainnya bermesin propeller, sehingga ketika kabut asap sekalipun, mereka masih mampu beroperasi. Cuma yang jadi kendala adalah masalah visibilitas (jangkauan pandang) dari pilot yang seringkali menunggu hingga siang hari ketika daya pandang di bandara sudah ideal untuk melakukan penerbangan,” jelas dia.
Dikatakan pesawat Hercules, ATR dan pesawat-pesawat kecil lainnya masih melakukan aktivitas penerbangannya, dengan koordinasi penuh dengan BMKG Timika.
“Pesawat-pesawat kecil sudah terbang sekitar jam 10 , karena mereka sudah tau mereka seharusnya sudah siap terbang dari jam 6 pagi tadi. Namun karena jarak pandang masih 100 sampai 200 meter, mereka tidak berani dan tunggu hingga siang hari ketika daya pandang sudah capai 800 hingga 1000 meter,” ujar dia.
Selanjutnya, menurut Kepala Dinas Operasi Pangkalan Udara (Lanud) Timika, Kapten Pom Sanyoto menyatakan penerbangan pesawat Hercules selama ini merupakan jadwal rutin yang dilaksanakan, termasuk ketika kabut asap tebal yang meliputi bandara tersebut.
“Kami punya mesin yang memiliki kecepatan rendah sehingga ketika daya pandang pilot hanya 800 hingga 1000 meter, kami masih bisa lakukan penerbangan rendah yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Penerbangan itu sendiri diperhitungkan sesuai dengan fuel (bahan bakar), juga dari pengalaman pilot yang membawa pesawat itu untuk bisa masuk dan tiba di sini,” ujar dia.
Selain masalah karakteristik pesawat dan kemampuan pilot, diungkapkan, perbedaan antara mesin baling-baling dengan mesin jet menghadapi kendala kabut asap sangatlah besar, sehingga mayoritas maskapai komersial akan mencari aman ditengah kondisi tiba-tiba seperti saat ini.
“Sedangkan kenapa sampai pesawat jet tidak bisa, itu karena pesawat tersebut tidak mampu recovery (pulih) pada ketinggian dan kecepatan tertentu dan itu yang bisa mengancam pesawat tersebut. Sedangkan untuk pesawat propeller, masih mampu recovery diberbagai ketinggian dan kecepatan hingga yang paling rendah dan lambat sekalipun,” ungkap dia.
Sanyoto kembali menegaskan bahwa tidak ada upaya dari pihak manapun untuk membatasi terbang tidaknya sebuah pesawat di Bandara Mozes Kilangin, sebab itu merupakan keputusan masing-masing maskapai.
“Jadi bukan masalah Hercules dan pesawat kecil yang bisa masuk sedangkan yang lainnya seperti Garuda, Sriwijaya dan Airfast tidak. Tetapi itu kembali kepada kemampuan dan karakteristik pesawat itu sendiri. Sehingga sangat salah jika ada anggapan Hercules saja yang dianggap masuk sedangkan pesawat lain tidak,” tutur dia. [SalamPapua]