Pabrik Sagu Rakyat Mimika Diresmikan Uskup John Saklil
pada tanggal
Friday, 30 October 2015
Pengoperasian pabrik sagu rakyat Keakwa itu ditandai dengan upacara pemberkatan gedung dan semua fasilitas pabrik oleh Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr pada Selasa (27/10).
Pengoperasian fasilitas pabrik sagu rakyat yang dibangun oleh Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) itu membawa secercah harapan baru bagi warga Suku Kamoro, tidak saja penduduk Kampung Keakwa, tetapi juga penduduk kampung-kampung lain di sekitar itu seperti Timika Pantai, Atuka, Kokonao dan lainnya.
Mereka berbondong-bondong datang ke lokasi pabrik sagu yang terletak beberapa kilometer dari Kampung Keakwa itu dengan menggunakan perahu ketinting dan perahu tradisional lainnya.
Pabrik sagu rakyat itu dibangun di lokasi bekas kampung lama Keakwa. Kampung lama itu dulu menjadi pemukiman penduduk Keakwa saat berlangsung Perang Dunia II.
"Tempat ini merupakan kampung lama orang Keakwa. Karena situasi perang saat itu, masyarakat secara berkelompok membangun perkampungan tersembunyi di dalam hutan. Ketika situasi mulai aman dan gereja masuk, masyarakat pindah ke pantai. Orang tidak pernah bermimpi kampung ini akan dibangun kembali. Ini sebuah mujizat, dari sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin," tutur Uskup John Saklil.
Uskup Saklil memang memahami betul kehidupan warga Suku Kamoro di wilayah pesisir Kabupaten Mimika karena lahir dan besar di lingkungan Suku Kamoro. Ayahnya yang merupakan guru perintis di wilayah Mimika semenjak masa pendudukan Belanda sudah mengelilingi kampung-kampung pesisir Mimika mulai dari Mimika Barat Jauh di Umar hingga Timika Pantai.
Adapun Kampung Keakwa baru yang kini menjadi tempat tinggal ratusan kepala keluarga, pada masa Perang Dunia II menjadi basis utama pertahanan tentara Jepang di wilayah selatan Papua. Di lokasi ini masih ditemukan sejumlah peninggalan Perang Dunia II seperti sebuah tank dan dua meriam Jepang.
Sayangnya, onggokan saksi bisu sejarah itu sama sekali tidak terawat dan dibiarkan begitu saja. Bahkan dua buah meriam Jepang tersebut kini semakin terkubur di bibir pantai Keakwa akibat abrasi yang sangat tinggi di lokasi itu. [Antara]