Masyarakat Suku Biak Diharuskan Sadar Adat dan Tata Budaya
pada tanggal
Wednesday, 7 October 2015
TIMIKA (MIMIKA) – Sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki adat istiadat yang kental, warga suku Biak yang berada di Kabupaten Mimika diwajibkan menyadari peranan adat serta melaksanakannya sesuai dengan tata budaya yang berlaku.
Hal ini diungkapkan kepala peradilan adat dari Dewan Adat Byak, Gerat Kafiar, saat memberikan Sari Hukum Adat Byak pada Rapat Kerja perdana Ikatan Keluarga Biak-Numfor-Raja Ampat (Binfora) Mimika, pada Sabtu (26/9).
“Hukum adat memberikan peradilan adat ditengah-tengah masyarakat adat guna mewujudkan masyarakat adat yang rukun, aman dan sejahtera, sebab saat ini pergeseran budaya membuat masyarakat masa sekarang ini semakin tidak teratur,” ujarnya.
Selain untuk memberikan penertiban dan pelurusan atas pelaksanaan tatanan adat seperti penobatan gelar adat (sabsiber), pemasangan rumah (amfur rum) peminangan (fakafuken), pembayaran maskawin (ararem), perceraian (maumewer) dan upaya menaksir seorang wanita (baberasris). Hukum adat ini juga diperuntukan dalam penegakkan hukum dikalangan masyarakat Biak yang melakukan pelanggaran-pelanggaran norma sosial seperti perzinahan (wosbin), makian (rakafkofen), perkelahian (raprapik), pencurian (kararwa) dan lainnya.
“Norma-norma yang menjadi bagian dari hukum adat kian dilanggar. Maka harus kembali ditegakkan dengan bentuk-bentuk sanksi atas pelanggaran norma tersebut melalui peradilan adat yang memiliki standar dan pedoman yang merata. Sehingga keputusan yang dibuat dapat dilaksanakan,” tuturnya.
Dikatakan pelaksanaan hukum adat ini juga memberikan keadilan kepada masyarakatnya yang selama ini mengalami masalah, kemudian meminta para pemimpin adatnya untuk menyelesaikannya.
“Hukum adat berjalan sesuai dengan dasar negara ini, sehingga penegakkannya juga dilaksanakan tanpa mengenal kompromi, termasuk ikatan keluarga dan kekerabatan.Hukum adat juga melihat secara seimbang antara mereka yang bermasalah,” tuturnya.
Menurut dia, peran hukum adat Byak melalui Sari Hukum Adat yang telah dibuat dan dilaksanakan hingga saat ini haruslah dilaksanakan secara berimbang dengan sumber-sumber hukum adat yang jelas, sehingga sanksi adat yang diberikan juga dapat sesuai dengan dasar hukum adat yang berlaku di dewan adat Suku Byak.
“Kita sebagai masyarakat adat harus menghormati posisi hukum adat, sebab hukum itu dapat membawa kutuk dan berkat untuk kita,” tutur dia.
Sembari mengingatkan agar para perangkat adat dalam Ikatan Keluarga Binfora Mimika dapat memperhatikan dengan teliti semua masalah sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik. Terutama untuk penyelesaian dalam dua masalah yang dinilai sangat sensitif yakni terkait pembunuhan (aibem) dan masalah sengketa tanah (saprop) yang seringkali harus diselesaikan dengan penuh kebijaksanaan dan objektif.
“Dua masalah sensitif ini harus dilihat dengan teliti masalahnya, sehingga pengurusan dan penyelesaian peradilan adat dapat diselesaikan dengan penuh keadilan, baik kepada keluarga yang melapor dan yang dilapor,” jelasnya.
Gerat juga menegaskan, hal ini juga berlaku ketika suatu masalah terjadi antara warga Biak dengan warga dari suku lain, baik Papua maupun non-Papua yang ingin menyelesaikan masalah itu lewat peradilan adat Byak yang ada di Timika.
“Untuk masalah sengketa dengan suku-suku lain diluar suku Biak, akan dilihat dari laporan dari mereka yang tersangkut dengan masalah tersebut. Apakah mereka mempercayakan penyelesaian itu kepada hukum adat Byak ataukah kepada hukum adat suku lain. Jika ya, maka hukum adat biak yang berlaku dalam upaya penyelesaian masalah tersebut,” tegasnya.
Ia mengharapkan agar dengan diangkatnya Sari Hukum Adat Byak untuk masyarakat Suku Biak di kabupaten ini, dapat semakin mengeratkan hubungan kehidupan antara masyarakat Biak yang rukun dan damai dan juga tertata baik dengan aturan-aturan adat yang dipatuhi bersama.
“Penjabaran hukum adat harus diperkuat, etika adat harus diperketat dan aturan-aturan teknisnya harus dieratkan sehingga pelaksanaannya dapat memberikan keseimbangan kehidupan warga Biak dan warga suku lain yang harmonis,” tukasnya. [Papuanesia]
Hal ini diungkapkan kepala peradilan adat dari Dewan Adat Byak, Gerat Kafiar, saat memberikan Sari Hukum Adat Byak pada Rapat Kerja perdana Ikatan Keluarga Biak-Numfor-Raja Ampat (Binfora) Mimika, pada Sabtu (26/9).
“Hukum adat memberikan peradilan adat ditengah-tengah masyarakat adat guna mewujudkan masyarakat adat yang rukun, aman dan sejahtera, sebab saat ini pergeseran budaya membuat masyarakat masa sekarang ini semakin tidak teratur,” ujarnya.
Selain untuk memberikan penertiban dan pelurusan atas pelaksanaan tatanan adat seperti penobatan gelar adat (sabsiber), pemasangan rumah (amfur rum) peminangan (fakafuken), pembayaran maskawin (ararem), perceraian (maumewer) dan upaya menaksir seorang wanita (baberasris). Hukum adat ini juga diperuntukan dalam penegakkan hukum dikalangan masyarakat Biak yang melakukan pelanggaran-pelanggaran norma sosial seperti perzinahan (wosbin), makian (rakafkofen), perkelahian (raprapik), pencurian (kararwa) dan lainnya.
“Norma-norma yang menjadi bagian dari hukum adat kian dilanggar. Maka harus kembali ditegakkan dengan bentuk-bentuk sanksi atas pelanggaran norma tersebut melalui peradilan adat yang memiliki standar dan pedoman yang merata. Sehingga keputusan yang dibuat dapat dilaksanakan,” tuturnya.
Dikatakan pelaksanaan hukum adat ini juga memberikan keadilan kepada masyarakatnya yang selama ini mengalami masalah, kemudian meminta para pemimpin adatnya untuk menyelesaikannya.
“Hukum adat berjalan sesuai dengan dasar negara ini, sehingga penegakkannya juga dilaksanakan tanpa mengenal kompromi, termasuk ikatan keluarga dan kekerabatan.Hukum adat juga melihat secara seimbang antara mereka yang bermasalah,” tuturnya.
Menurut dia, peran hukum adat Byak melalui Sari Hukum Adat yang telah dibuat dan dilaksanakan hingga saat ini haruslah dilaksanakan secara berimbang dengan sumber-sumber hukum adat yang jelas, sehingga sanksi adat yang diberikan juga dapat sesuai dengan dasar hukum adat yang berlaku di dewan adat Suku Byak.
“Kita sebagai masyarakat adat harus menghormati posisi hukum adat, sebab hukum itu dapat membawa kutuk dan berkat untuk kita,” tutur dia.
Sembari mengingatkan agar para perangkat adat dalam Ikatan Keluarga Binfora Mimika dapat memperhatikan dengan teliti semua masalah sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik. Terutama untuk penyelesaian dalam dua masalah yang dinilai sangat sensitif yakni terkait pembunuhan (aibem) dan masalah sengketa tanah (saprop) yang seringkali harus diselesaikan dengan penuh kebijaksanaan dan objektif.
“Dua masalah sensitif ini harus dilihat dengan teliti masalahnya, sehingga pengurusan dan penyelesaian peradilan adat dapat diselesaikan dengan penuh keadilan, baik kepada keluarga yang melapor dan yang dilapor,” jelasnya.
Gerat juga menegaskan, hal ini juga berlaku ketika suatu masalah terjadi antara warga Biak dengan warga dari suku lain, baik Papua maupun non-Papua yang ingin menyelesaikan masalah itu lewat peradilan adat Byak yang ada di Timika.
“Untuk masalah sengketa dengan suku-suku lain diluar suku Biak, akan dilihat dari laporan dari mereka yang tersangkut dengan masalah tersebut. Apakah mereka mempercayakan penyelesaian itu kepada hukum adat Byak ataukah kepada hukum adat suku lain. Jika ya, maka hukum adat biak yang berlaku dalam upaya penyelesaian masalah tersebut,” tegasnya.
Ia mengharapkan agar dengan diangkatnya Sari Hukum Adat Byak untuk masyarakat Suku Biak di kabupaten ini, dapat semakin mengeratkan hubungan kehidupan antara masyarakat Biak yang rukun dan damai dan juga tertata baik dengan aturan-aturan adat yang dipatuhi bersama.
“Penjabaran hukum adat harus diperkuat, etika adat harus diperketat dan aturan-aturan teknisnya harus dieratkan sehingga pelaksanaannya dapat memberikan keseimbangan kehidupan warga Biak dan warga suku lain yang harmonis,” tukasnya. [Papuanesia]