Lukas Enembe Nilai Melanesia Brotherhood Indonesia (MBI) Bukan Jawaban Persoalan Papua
pada tanggal
Wednesday, 28 October 2015
KOTA JAYAPURA - Gubernur Papua, Lukas Enembe mengatakan langkah pemerintah Indonesia membentuk Melanesia Brotherhood Indonesia (Persaudaraan Melanesia Indonesia) yang ditandai dengan deklarasi di Ambon, awal bulan Oktober ini, hanya untuk kepentingan politik saja.
“Melanesia Brotherhood yang ditandatangani di Ambon itu hanya kepentingan politik saja. Saya memang tidak hadir. Tapi ada beberapa Gubernur lainnya juga tidak hadir,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe kepada Jubi di kediamannya, pekan lalu.
Meski ia meminta Constan Karma, mantan Wakil Gubernur Papua yang pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua untuk mewakilinya dalam penandatanganan deklarasi Melanesia Brotherhood Indonesia itu, namun Gubernur Enembe menjelaskan ia sebenarnya tidak tertarik dengan langkah pemerintah pusat terhadap isu Melanesia Spearhead Group (MSG) melalui deklarasi Melanesia Brotherhod Indonesia, sebab menurut dia, hal ini bukan jawaban yang diinginkan oleh rakyat Papua untuk persoalan Papua.
“Kelompok ini (Melanesia Brotherhood Indonesia-red) penuh kepentingan politik,” ujar Gubernur Enembe.
Ia yakin, sebagai representasi pemerintah Indonesia di Papua, ia tidak punya kewenangan untuk berbicara soal urusan luar negeri. Sebab deklarasi Melanesia Brotherhood itu berkaitan dengan kepentingan politik negara dengan negara lain, dengan menggunakan ikatan ras melanesia yang berada di kawasan timur Indonesia.
“Saya ini representasi pemerintah Indonesia di Papua. Jadi saya tidak memiliki kepentingan untuk berbicara tentang politik atau bahkan urusan internasional. Karena kami tidak memiliki hak untuk berbicara tentang urusan internasional. MSG itu masalah Jakarta, itu bukan masalah kami. Saya tidak melihat masalah ini harus melibatkan lima provinsi. Semestinya, Jakarta bisa melakukannya atas nama kami. Jadi tidak perlu melibatkan kami,” jelas Gubernur Enembe.
Dia menuturkan hal ini disebabkan masyarakat di lima provinsi yang menandatangani deklarasi ini merupakan bagian atau kelompok dari ras Melanesia. Pada deklarasi itu, selain Enembe, Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba dan Gubernur Papua Barat, Abraham Atururi juga tidak menghadiri deklarasi itu.
“Kesepakatan politik seperti ini sangat baik serta penting karena untuk menjaga kebersamaan dan persaudaraan dari Melanesia dan Indonesia,” katanya.
Dia menambahkan kesepakatan ini penting karena dalam menjalin hubungan politik dari lima provinsi yang memiliki adat dan budaya berbeda, hal ini merupakan penengah atau pemersatu.
Sejak United Liberation Movement of West Papua diterima sebagai pengamat di MSG dan Indonesia diterima sebagai anggota asosiasi, bulan Juni lalu, pemerintah Jakarta menggencarkan move politik untuk melegitimasi klaim 11 Juta orang Melanesia hidup di Indonesia. Selain mendeklarasikan Melanesia Brotherhood, Pemerintah Indonesia juga merencanakan Festival Budaya Melanesia dan Pusat Kajian Budaya Melanesia. [TabloidJubi]
“Melanesia Brotherhood yang ditandatangani di Ambon itu hanya kepentingan politik saja. Saya memang tidak hadir. Tapi ada beberapa Gubernur lainnya juga tidak hadir,” kata Gubernur Papua, Lukas Enembe kepada Jubi di kediamannya, pekan lalu.
Meski ia meminta Constan Karma, mantan Wakil Gubernur Papua yang pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Papua untuk mewakilinya dalam penandatanganan deklarasi Melanesia Brotherhood Indonesia itu, namun Gubernur Enembe menjelaskan ia sebenarnya tidak tertarik dengan langkah pemerintah pusat terhadap isu Melanesia Spearhead Group (MSG) melalui deklarasi Melanesia Brotherhod Indonesia, sebab menurut dia, hal ini bukan jawaban yang diinginkan oleh rakyat Papua untuk persoalan Papua.
“Kelompok ini (Melanesia Brotherhood Indonesia-red) penuh kepentingan politik,” ujar Gubernur Enembe.
Ia yakin, sebagai representasi pemerintah Indonesia di Papua, ia tidak punya kewenangan untuk berbicara soal urusan luar negeri. Sebab deklarasi Melanesia Brotherhood itu berkaitan dengan kepentingan politik negara dengan negara lain, dengan menggunakan ikatan ras melanesia yang berada di kawasan timur Indonesia.
“Saya ini representasi pemerintah Indonesia di Papua. Jadi saya tidak memiliki kepentingan untuk berbicara tentang politik atau bahkan urusan internasional. Karena kami tidak memiliki hak untuk berbicara tentang urusan internasional. MSG itu masalah Jakarta, itu bukan masalah kami. Saya tidak melihat masalah ini harus melibatkan lima provinsi. Semestinya, Jakarta bisa melakukannya atas nama kami. Jadi tidak perlu melibatkan kami,” jelas Gubernur Enembe.
Dia menuturkan hal ini disebabkan masyarakat di lima provinsi yang menandatangani deklarasi ini merupakan bagian atau kelompok dari ras Melanesia. Pada deklarasi itu, selain Enembe, Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba dan Gubernur Papua Barat, Abraham Atururi juga tidak menghadiri deklarasi itu.
“Kesepakatan politik seperti ini sangat baik serta penting karena untuk menjaga kebersamaan dan persaudaraan dari Melanesia dan Indonesia,” katanya.
Dia menambahkan kesepakatan ini penting karena dalam menjalin hubungan politik dari lima provinsi yang memiliki adat dan budaya berbeda, hal ini merupakan penengah atau pemersatu.
Sejak United Liberation Movement of West Papua diterima sebagai pengamat di MSG dan Indonesia diterima sebagai anggota asosiasi, bulan Juni lalu, pemerintah Jakarta menggencarkan move politik untuk melegitimasi klaim 11 Juta orang Melanesia hidup di Indonesia. Selain mendeklarasikan Melanesia Brotherhood, Pemerintah Indonesia juga merencanakan Festival Budaya Melanesia dan Pusat Kajian Budaya Melanesia. [TabloidJubi]