Kemarau Panjang, Warga Agats Mengungsi ke Merauke dan Mimika
pada tanggal
Monday, 12 October 2015
AGATS (ASMAT) - Warga di Agats, ibukota Kabupaten Asmat mulai mengungsi ke Kabupaten Merauke dan Kabupaten Mimika, karena kemarau panjang yang melanda daerah itu.
“Sejak Maret sudah mulai masuk musim kemarau, tapi diperparah lagi tak ada hujan sama sekali pada bulan Agustus sampai dengan bulan ini. Padahal biasanya bulan Oktober hujan sudah mulai turun di wilayah Asmat,” kata Irma, salah satu warga Agats, ibukota Kabupaten Asmat, Kamis (8/10).
Padahal untuk kehidupan sehari-hari, warga Asmat selalu mengandalkan air tadah hujan. Untuk mensiasatinya, saat ini Pemkab setempat menyediakan kapal pengangkut air yang diambil dari air sungai yang berada di sejumlah distrik yang dekat dengan Agats. “Air sungai itu juga masih terbilang tak layak untuk dikonsumsi. Banyak warga yang setelah mengkonsumsi air tersebut batuk-batuk dan sakit tenggorokan,” ungkapnya.
Akibat kekeringan ini, banyak warga Agats yang sudah mengungsi ke Merauke dan Timika. Walaupun kebanyakan dari warga Agats adalah pegawai negeri sipil, namun ini tak menjadi alasan untuk para PNS berpindah tempat sementara.
“Tak hanya berpindah ke dua lokasi itu, tapi para PNS juga pulang kampungnya masing-masing. Sebab beberapa distrik misalnya di Distrik Sawaerma dan Atsi curah hujan sudah normal dan air berkelimpahan disana. Untuk ke kabupaten itu hanya membutuhkan waktu 1-2 jam perjalanan dengan speedboat,” paparnya.
Menurut kepercayaan setempat, warga Asmat yakin jika matahari dan bulan masih berwarna kemerahan, ini pertanda kemarau masih berlangsung cukup lama dan sampai saat ini, matahari dan bulan juga belum ada perubahan warnanya. [Gatra]
“Sejak Maret sudah mulai masuk musim kemarau, tapi diperparah lagi tak ada hujan sama sekali pada bulan Agustus sampai dengan bulan ini. Padahal biasanya bulan Oktober hujan sudah mulai turun di wilayah Asmat,” kata Irma, salah satu warga Agats, ibukota Kabupaten Asmat, Kamis (8/10).
Padahal untuk kehidupan sehari-hari, warga Asmat selalu mengandalkan air tadah hujan. Untuk mensiasatinya, saat ini Pemkab setempat menyediakan kapal pengangkut air yang diambil dari air sungai yang berada di sejumlah distrik yang dekat dengan Agats. “Air sungai itu juga masih terbilang tak layak untuk dikonsumsi. Banyak warga yang setelah mengkonsumsi air tersebut batuk-batuk dan sakit tenggorokan,” ungkapnya.
Akibat kekeringan ini, banyak warga Agats yang sudah mengungsi ke Merauke dan Timika. Walaupun kebanyakan dari warga Agats adalah pegawai negeri sipil, namun ini tak menjadi alasan untuk para PNS berpindah tempat sementara.
“Tak hanya berpindah ke dua lokasi itu, tapi para PNS juga pulang kampungnya masing-masing. Sebab beberapa distrik misalnya di Distrik Sawaerma dan Atsi curah hujan sudah normal dan air berkelimpahan disana. Untuk ke kabupaten itu hanya membutuhkan waktu 1-2 jam perjalanan dengan speedboat,” paparnya.
Menurut kepercayaan setempat, warga Asmat yakin jika matahari dan bulan masih berwarna kemerahan, ini pertanda kemarau masih berlangsung cukup lama dan sampai saat ini, matahari dan bulan juga belum ada perubahan warnanya. [Gatra]