Polda Papua Barat Periksa Sidik Kaki Pembunuhan Sadis Ibu dan Anak di Bintuni
pada tanggal
Friday, 18 September 2015
JAKARTA - Kepolisian Daerah Papua Barat akan melakukan pemeriksaan terhadap sidik kaki yang ditemukan di Tempat Kejadian Perkara (TKP) tempat Frelly Dian Sari, 35, yang hamil empat bulan, dan dua anaknya yang dibunuh secara sadis di rumahnya di kilometer 7, Bintuni, Kabupaten Teluk Bintuni. Diduga sidik kaki tersebut milik pelaku pembunuhan.
"Untuk membuat lebih terang persoalan ini terus terang kami dibantu pihak TNI. Dua hari lalu
sampel sidik kaki sebagai pembanding yang kami dapat di TKP sudah diserahkan oleh teman-teman TNI," kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Brigjen Pol Royke Lumowa pada Metro TV di Jakarta, Kamis (17/9).
Pihak TNI beber Royke sudah menyerahkan sampel kaki anggota TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu. Rencananya, hari ini Polda Papua akan melakukan pencocokan pada sidik kaki yang ditemukan dengan sampel yang ada.
"Karena ini memerlukan peralatan khusus," tambah dia.
Perwira tinggi polisi itu tidak mau terburu-buru menetapkan tersangka di balik peristiwa mengenaskan yang menyebabkan hilangnya tiga nyawa keluarga Yulius Hermanto itu. Royke mengatakan polisi masih memerlukan satu alat bukti lagi.
"Kalau ini sudah sinkron baru kami dapat memberanikan diri untuk menentukan siapa tersangkanya," tegas Royke.
Sebelumnya, polisi sudah memeriksa lima saksi terkait pembunuhan sadis itu. Dari kelima saksi satu di antaranya oknum TNI. Namun, polisi belum menetapkan tersangka dan menahan satu pun dari kelima orang itu lantaran masih memerlukan bukti tambahan.
Ibu hamil dan dua anaknya ini, diduga dibunuh aparat. Bahkan, korban diduga sempat diperkosa. Indikasi tersebut berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan yang diserahkan oleh Polres Teluk Bintuni kepada keluarga korban.
Matius Menteng, keluarga korban menyampaikan, dalam penyelidikan polisi terungkap telepon genggam korban yang hilang ternyata dibawa seseorang berinisial ST. Telepon genggam tersebut diserahkan seseorang kepada penyidik Polres Teluk Bintuni tanpa kartu SIM pada 6 September.
"Ada indikasi pelakunya tentara. Kami minta informasi ke kapolda, disampaikan bahwa mereka sudah limpahkan berkas itu ke Detasemen Polisi Militer," kata Matius di kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak, Jakarta, Rabu (16/9).
Keluarga korban mencoba mengonfirmasi ke Denpom setempat, namun tidak ada jawaban jelas. Petugas Denpom mengaku baru akan melakukan penyelidikan soal kasus ini.
"Setelah ke Denpom, mereka mengatakan harus menyelidiki ke nol kembali," ujar Matius.
Kejadian itu sendiri terjadi ketika Yulius Hermanto, suami korban, yang bekerja sebagai Kepala Sekolah SD Negeri Inpres Yensey sedang mengantar calon guru honorer ke daerah Yensey. Dia tidak pulang selama tiga hari.
Mayat korban pertama kali diketahui tetangga pada 27 Agustus 2015 pada pukul 21.00 WIB. Tetangga curiga dengan kondisi rumah korban yang gelap dan sepi. Sementara pakaian korban masih tergantung di jemuran.
"Tetangganya mendekati dan masuk ke rumah. Setelah masuk, melihat tiga mayat dalam kondisi berlumuran darah dan mulai membusuk," kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, di kantor Komnas PA.
Arist menduga Frelly sempat diperkosa. Pelaku juga diduga menusuk alat vital korban menggunakan senjata tajam hingga robek sampai pusar. [MetroTV]
"Untuk membuat lebih terang persoalan ini terus terang kami dibantu pihak TNI. Dua hari lalu
sampel sidik kaki sebagai pembanding yang kami dapat di TKP sudah diserahkan oleh teman-teman TNI," kata Kepala Kepolisian Daerah Papua Barat Brigjen Pol Royke Lumowa pada Metro TV di Jakarta, Kamis (17/9).
Pihak TNI beber Royke sudah menyerahkan sampel kaki anggota TNI yang diduga terlibat dalam pembunuhan itu. Rencananya, hari ini Polda Papua akan melakukan pencocokan pada sidik kaki yang ditemukan dengan sampel yang ada.
"Karena ini memerlukan peralatan khusus," tambah dia.
Perwira tinggi polisi itu tidak mau terburu-buru menetapkan tersangka di balik peristiwa mengenaskan yang menyebabkan hilangnya tiga nyawa keluarga Yulius Hermanto itu. Royke mengatakan polisi masih memerlukan satu alat bukti lagi.
"Kalau ini sudah sinkron baru kami dapat memberanikan diri untuk menentukan siapa tersangkanya," tegas Royke.
Sebelumnya, polisi sudah memeriksa lima saksi terkait pembunuhan sadis itu. Dari kelima saksi satu di antaranya oknum TNI. Namun, polisi belum menetapkan tersangka dan menahan satu pun dari kelima orang itu lantaran masih memerlukan bukti tambahan.
Ibu hamil dan dua anaknya ini, diduga dibunuh aparat. Bahkan, korban diduga sempat diperkosa. Indikasi tersebut berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan yang diserahkan oleh Polres Teluk Bintuni kepada keluarga korban.
Matius Menteng, keluarga korban menyampaikan, dalam penyelidikan polisi terungkap telepon genggam korban yang hilang ternyata dibawa seseorang berinisial ST. Telepon genggam tersebut diserahkan seseorang kepada penyidik Polres Teluk Bintuni tanpa kartu SIM pada 6 September.
"Ada indikasi pelakunya tentara. Kami minta informasi ke kapolda, disampaikan bahwa mereka sudah limpahkan berkas itu ke Detasemen Polisi Militer," kata Matius di kantor Komisi Nasional Perlindungan Anak, Jakarta, Rabu (16/9).
Keluarga korban mencoba mengonfirmasi ke Denpom setempat, namun tidak ada jawaban jelas. Petugas Denpom mengaku baru akan melakukan penyelidikan soal kasus ini.
"Setelah ke Denpom, mereka mengatakan harus menyelidiki ke nol kembali," ujar Matius.
Kejadian itu sendiri terjadi ketika Yulius Hermanto, suami korban, yang bekerja sebagai Kepala Sekolah SD Negeri Inpres Yensey sedang mengantar calon guru honorer ke daerah Yensey. Dia tidak pulang selama tiga hari.
Mayat korban pertama kali diketahui tetangga pada 27 Agustus 2015 pada pukul 21.00 WIB. Tetangga curiga dengan kondisi rumah korban yang gelap dan sepi. Sementara pakaian korban masih tergantung di jemuran.
"Tetangganya mendekati dan masuk ke rumah. Setelah masuk, melihat tiga mayat dalam kondisi berlumuran darah dan mulai membusuk," kata Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, di kantor Komnas PA.
Arist menduga Frelly sempat diperkosa. Pelaku juga diduga menusuk alat vital korban menggunakan senjata tajam hingga robek sampai pusar. [MetroTV]