Dosen ISBI Minta Seni Tari Papua Dikembangkan
pada tanggal
Monday, 14 September 2015
KOTA JAYAPURA - Kesenian dari tiga ratusan suku-suku di Papua masih minim ditonjolkan dan diangkat kepermukaan melalui seni tari maupun seni peran. Dimana, tarian daerah yang hanya ditonjolkan ke publik saat ini lebih kurang sepuluh jenis.
Dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Papua, Jefri Zeth Nendissa mengaku, seni perlu dikembangkan setiap orang yang mempunyai talenta. Akan tetapi, pertanyannya adalah apakah menurut mereka seni itu penting atau hanya sekedar hobi semata?. Karena, selama ini banyak yang menyalah artikan seni tari, yang hanya tempat berkumpul serta memamerkan tarian-tarian mereka ke muka umum, tanpa mengutamakan karir pendidikan mereka.
“Kata seni atau mengembangkan talenta itu penting atau tidak? Kata penting ini berpengaruh kepada individu masing-masing, yang ujungnya dapat kehidupan layak dimasa depan atau tidak, itu yang membuat orang tua atau siapa saja tidak mau anaknya terlalu jauh mendalami seni seperti tari. Nah, ini yang menjadi satu alasan yang membuat seni tari dan peran di Papua tidak banyak berkembang,” kata Jefri yang juga guru kesenian di SMU Negeri 4 Kota Jayapura, Minggu (6/9).
Pria berpenampilan sederhana, berambut gondrong ini juga mengaku prihatin dengan seni tari di Papua. Menurutnya, sekitar 300-an lebih suku yang ada di Papua, hanya terlihat beberapa tarian daerah yang diangkat ke permukaan. Semua suku, kampung, wilayah di Papua mempunyai cerita latar belakang masing-masing. Sangat disayangkan, kalau hal itu hilang dengan sendirinya tanpa diangkat ke permukaan.
“Ini yang sangat disayangkan, keinginan saya supaya kedepan setiap kabupaten yang mewakili beberapa suku, atau anak-anak adat dari masing-masing suku mengangkat cerita sukunya kedalam seni tari ataupun seni peran. Dan masing-masing suku, belum tentu dapat kita pelajari semasa hidup kita,” harapan sang kreator tari daerah dan moderen tersebut.
Apa yang ia harapkan ini, dapat juga menghidupi para kreator seni dari masing-masing suku untuk terus berkarya dan menikmati hasil karyanya. Jangankan Papua sendiri, menurutnya, seniman di Indonesia dapat dihitung dengan jari.
“Ini kembali dari kesadaran masing-masing orang, juga adanya kerjasama dengan pemerintah, organisasi-organisasi yang berkaitan dengan seni, untuk membuka ruang seperti apa seni menuju industri, seni yang mendapatkan kehidupan layak,” kata lulusan IKJ angkatan 1994 itu.
Seni paling penting dalam kehidupan manusia, ia menjelaskan, setiap kehidupan yang dijalani tak terlepas dari seni, dimana munculnya imajinasi untuk melakukan hal-hal baru. “Seni bukan hanya sekedar budaya. Aspek apa saja, pasti butuh seni,” ujar Jefri yang kini berusia 40 tahun. [Cendananews]
Dosen Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Papua, Jefri Zeth Nendissa mengaku, seni perlu dikembangkan setiap orang yang mempunyai talenta. Akan tetapi, pertanyannya adalah apakah menurut mereka seni itu penting atau hanya sekedar hobi semata?. Karena, selama ini banyak yang menyalah artikan seni tari, yang hanya tempat berkumpul serta memamerkan tarian-tarian mereka ke muka umum, tanpa mengutamakan karir pendidikan mereka.
“Kata seni atau mengembangkan talenta itu penting atau tidak? Kata penting ini berpengaruh kepada individu masing-masing, yang ujungnya dapat kehidupan layak dimasa depan atau tidak, itu yang membuat orang tua atau siapa saja tidak mau anaknya terlalu jauh mendalami seni seperti tari. Nah, ini yang menjadi satu alasan yang membuat seni tari dan peran di Papua tidak banyak berkembang,” kata Jefri yang juga guru kesenian di SMU Negeri 4 Kota Jayapura, Minggu (6/9).
Pria berpenampilan sederhana, berambut gondrong ini juga mengaku prihatin dengan seni tari di Papua. Menurutnya, sekitar 300-an lebih suku yang ada di Papua, hanya terlihat beberapa tarian daerah yang diangkat ke permukaan. Semua suku, kampung, wilayah di Papua mempunyai cerita latar belakang masing-masing. Sangat disayangkan, kalau hal itu hilang dengan sendirinya tanpa diangkat ke permukaan.
“Ini yang sangat disayangkan, keinginan saya supaya kedepan setiap kabupaten yang mewakili beberapa suku, atau anak-anak adat dari masing-masing suku mengangkat cerita sukunya kedalam seni tari ataupun seni peran. Dan masing-masing suku, belum tentu dapat kita pelajari semasa hidup kita,” harapan sang kreator tari daerah dan moderen tersebut.
Apa yang ia harapkan ini, dapat juga menghidupi para kreator seni dari masing-masing suku untuk terus berkarya dan menikmati hasil karyanya. Jangankan Papua sendiri, menurutnya, seniman di Indonesia dapat dihitung dengan jari.
“Ini kembali dari kesadaran masing-masing orang, juga adanya kerjasama dengan pemerintah, organisasi-organisasi yang berkaitan dengan seni, untuk membuka ruang seperti apa seni menuju industri, seni yang mendapatkan kehidupan layak,” kata lulusan IKJ angkatan 1994 itu.
Seni paling penting dalam kehidupan manusia, ia menjelaskan, setiap kehidupan yang dijalani tak terlepas dari seni, dimana munculnya imajinasi untuk melakukan hal-hal baru. “Seni bukan hanya sekedar budaya. Aspek apa saja, pasti butuh seni,” ujar Jefri yang kini berusia 40 tahun. [Cendananews]