Masyarakat Berperan Gagalkan Pendidikan Anak Asli Mimika
pada tanggal
Sunday, 23 August 2015
MAPURUJAYA (MIMIKA) – Kepala Dinas Pendidikan Dasar dan Kebudayaan, Nilus Leisubun, menyatakan kurangnya angka partisipasi anak asli di Kabupaten Mimika adalah pengaruh masyarakat.
“Anak-anak ini sebenarnya tidak gagal karena masalah akademik, tapi karena masalah lingkungan dan peran dari masyarakat yang masih kurang, dan itu kegagalan kita sekarang ini,” tuturnya kepada Salam Papua usai perayaan HUT Mapurujaya ke 39 di Lapangan Kantor Distrik Mimika Timur, Rabu (19/8)
Dikatakan, masyarakat memiliki waktu lebih banyak dari waktu yang dimiliki para pendidik di sekolah. Keluarga dan lingkungan yang memiliki 18 jam lebih ini seharusnya dapat berperan serta untuk membentuk karakter anak itu.
“Dari sisi sarana kita sudah sangat tersedia, namun kegagalan dari anak-anak untuk melanjutkan hingga ke tingkat atas adalah karena minimnya peran dari pihak-pihak yang sebenarnya punya waktu lebih banyak dengan mereka,” tuturnya.
Sembari menharapkan agar masyarakat tidak hanya menunjuk jari kepada pemerintah tanpa pernah membantu mempengaruhi perubahan yang diharapkan bersama, mengatasi kegagalan yang selama ini terjadi.
“Kami tidak berdaya dengan pengaruh masyarakat, sebab masyarakat memiliki daya ubah besar yang semuanya itu diatur didalam norma. Sayangnya hal-hal buruk yang tidak diatur dengan norma juga sama dahsyat, pengaruhnya,” tuturnya.
Dan kegagalan anak-anak pada umumnya terletak pada hal-hal diluar norma tersebut. Sembari menyebut meningkatnya pengaruh minuman keras (miras), kekerasan, perkelahian, judi dan tindakan buruk lainnya.
“Anak Papua, terutama anak Kamoro banyak yang gagal dititik itu, justru saat mereka berada di dalam lingkungan masyarakat,” ungkapnya dengan menegaskan, “Peran semua pihak saja yang mampu menyelamatkan mereka dari semua hal buruk itu. Sebab pendidikan itu, dari semua dan untuk semua.” [SalamPapua]
“Anak-anak ini sebenarnya tidak gagal karena masalah akademik, tapi karena masalah lingkungan dan peran dari masyarakat yang masih kurang, dan itu kegagalan kita sekarang ini,” tuturnya kepada Salam Papua usai perayaan HUT Mapurujaya ke 39 di Lapangan Kantor Distrik Mimika Timur, Rabu (19/8)
Dikatakan, masyarakat memiliki waktu lebih banyak dari waktu yang dimiliki para pendidik di sekolah. Keluarga dan lingkungan yang memiliki 18 jam lebih ini seharusnya dapat berperan serta untuk membentuk karakter anak itu.
“Dari sisi sarana kita sudah sangat tersedia, namun kegagalan dari anak-anak untuk melanjutkan hingga ke tingkat atas adalah karena minimnya peran dari pihak-pihak yang sebenarnya punya waktu lebih banyak dengan mereka,” tuturnya.
Sembari menharapkan agar masyarakat tidak hanya menunjuk jari kepada pemerintah tanpa pernah membantu mempengaruhi perubahan yang diharapkan bersama, mengatasi kegagalan yang selama ini terjadi.
“Kami tidak berdaya dengan pengaruh masyarakat, sebab masyarakat memiliki daya ubah besar yang semuanya itu diatur didalam norma. Sayangnya hal-hal buruk yang tidak diatur dengan norma juga sama dahsyat, pengaruhnya,” tuturnya.
Dan kegagalan anak-anak pada umumnya terletak pada hal-hal diluar norma tersebut. Sembari menyebut meningkatnya pengaruh minuman keras (miras), kekerasan, perkelahian, judi dan tindakan buruk lainnya.
“Anak Papua, terutama anak Kamoro banyak yang gagal dititik itu, justru saat mereka berada di dalam lingkungan masyarakat,” ungkapnya dengan menegaskan, “Peran semua pihak saja yang mampu menyelamatkan mereka dari semua hal buruk itu. Sebab pendidikan itu, dari semua dan untuk semua.” [SalamPapua]