Makna Kemerdekaan Indonesia Dimata Warga Timika
pada tanggal
Thursday, 20 August 2015
TIMIKA (MIMIKA) – Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke 70 yang dilaksanakan pada Senin (17/8) menuai berbagai tanggapan dari berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Mimika.
Agus Wetapo, seorang tokoh pemuda dari Distrik Kwamki Narama meminta perayaan kemerdekaan negara yang selama ini dilangsungkan dapat dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak.
“Jangan hanya pemerintah dengan orang-orang itu saja yang merayakan. Sedangkan kita, masyarakat asli tidak dilibatkan. Sebab waktu-waktu seperti ini yang jadi waktu untuk dekatkan diri dengan masyarakat Papua,” ujarnya ketika penurunan bendera di Lapangan Timika Indah, Senin (17/8) petang.
Menurut dia, untuk perayaan kali ini, masyarakat merasa disampingkan . Sebab tidak ada kegiatan yang secara umum melibatkan masyarakat, dengan lomba-lomba rakyat seperti panjat pinang, tarik tambang, pesta rakyat dan lain-lain.
“Waktu gerak jalan dan karnaval saja, tidak melibatkan masyarakat, lebih banyak dari kantor-kantor, dinas-dinas dan sekolah-sekolah saja. Padahal, kita – masyarakat juga mau terlibat,” tuturnya.
Hal yang sama dituturkan Lucky, seorang karyawan swasta pada sebuah perusahaan di Kota Timika. Menurut dia perayaan kemerdekaan RI kali ini sangat berlawanan dengan tema yang diangkat.
“Katanya ‘Ayo Kerja’, tapi macam yang kerja untuk daerah ini cuma segelintir saja. Sedangkan yang punya tugas untuk layani masyarakat su jadi bos semua,” ucap dia sembari menyayangkan kurangnya ajakan kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif di selama perayaan berlangsung.
Hal berbeda diungkapkan Enius, siswa SMKN 2 saat mengikuti upacara HUT RI di Distrik Timika Timur. Ia mengatakan, perayaan yang diikutinya sangat berkesan.
“Semua orang dari kampung-kampung datang dan ikut pesta perayaan Kemerdekaan Indonesia. Saya bangga jadi anak Papua yang cinta dengan negara Indonesia,” serunya dengan penuh bahagia.
Sembari mengharapkan adanya peningkatan pembangunan di negeri ini. Terutama kepada generasi muda yang saat ini membutuhkan figur pemimpin negeri, sehingga menjadi lebih bijak dan arif di masa yang akan datang.
“Semoga negara Indonesia selalu jaya sebagai bangsa yang besar, dan berikan berkat kepada kita semua,” harap Enius.
Sementara itu, seorang tukang ojek bernama Mursidin mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Mimika dapat memberikan perhatian kepada seluruh masyarakat di wilayah ini.
“Entah dia orang asli, atau pendatang, jangan dibedakan hak-haknya, sebab sebagai warga negara Indonesia, kita semua sama. Apalagi saat hari kemerdekaan ini,” tukasnya.
Ia meminta Pemda dan aparat terkait dapat mengatur kota Timika yang kian semerawut, baik lalu lintasnya, rambu-rambunya, tata kelola dan jalur transportasinya.
“Banyak sekali pelanggaran lalu lintas, sehingga terjadi kecelakaan. Jangan tunggu sampai banyak orang jadi korban kecelakaan baru perhatikan jalan, lebih baik mulai dari sekarang, mulai dari 17 Agustus ini,” pinta dia.
Sedangkan Siti Komariah, seorang pedagang sayur dan kelontong di Pasar Lama Timika meminta kepada pemerintah agar dapat memperhatikan masyarakat yang selama ini kesulitan dengan adanya dampak perubahan harga barang dari pulau Jawa.
“Kami, rakyat kecil yang hanya tahu untuk bekerja, mendapat uang dan menafkahi anak-anak. Banyak sekali aturan dari pemerintah yang kami tidak tahu dan membuat harga barnag dan jualan kami seringkali berubah-ubah,” ucapnya dengan meminta, “Pemerintah Timika dapat berikan kepastian harga sehingga tidak ada lagi, barang-barang yang langka sehingga rugikan kami penjual, maupun pembeli.”
Di sisi lain, warga juga meminta aparat keamanan dan pihak-pihak terkait dapat menjaga kondisi Kabupaten Mimika ini sehingga selalu kondusif dan aman.
“Kalo aman seperti sekarang ini kan enak! Tidak ada yang takut keluar malam dan bekerja,” tutur Otis Upmer, warga di Jalan Ahmad Yani pada Selasa (18/8).
Sembari menegaskan pengamanan di daerah ini harus libatkan semua pihak. Ia juga mengharapkan tanggal 17 Agustus 2015 ini dijadikan sebagai tonggak awal menjaga dan mengawal kedamaian di Kabupaten Mimika.
“Jangan polisi dan tentara hanya diam menunggu dana dari pemerintah kabupaten baru bisa bergerak. Sayang sekali kalo di waktu yang baik ini tidak dipergunakan untuk galang kebersamaan, antara agama, suku dan daerah. Sebab Timika ini kota yang ditingalli semua orang dari berbagai daerah dan negara,” tukasnya. [Papuanesia]
Agus Wetapo, seorang tokoh pemuda dari Distrik Kwamki Narama meminta perayaan kemerdekaan negara yang selama ini dilangsungkan dapat dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak.
“Jangan hanya pemerintah dengan orang-orang itu saja yang merayakan. Sedangkan kita, masyarakat asli tidak dilibatkan. Sebab waktu-waktu seperti ini yang jadi waktu untuk dekatkan diri dengan masyarakat Papua,” ujarnya ketika penurunan bendera di Lapangan Timika Indah, Senin (17/8) petang.
Menurut dia, untuk perayaan kali ini, masyarakat merasa disampingkan . Sebab tidak ada kegiatan yang secara umum melibatkan masyarakat, dengan lomba-lomba rakyat seperti panjat pinang, tarik tambang, pesta rakyat dan lain-lain.
“Waktu gerak jalan dan karnaval saja, tidak melibatkan masyarakat, lebih banyak dari kantor-kantor, dinas-dinas dan sekolah-sekolah saja. Padahal, kita – masyarakat juga mau terlibat,” tuturnya.
Hal yang sama dituturkan Lucky, seorang karyawan swasta pada sebuah perusahaan di Kota Timika. Menurut dia perayaan kemerdekaan RI kali ini sangat berlawanan dengan tema yang diangkat.
“Katanya ‘Ayo Kerja’, tapi macam yang kerja untuk daerah ini cuma segelintir saja. Sedangkan yang punya tugas untuk layani masyarakat su jadi bos semua,” ucap dia sembari menyayangkan kurangnya ajakan kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif di selama perayaan berlangsung.
Hal berbeda diungkapkan Enius, siswa SMKN 2 saat mengikuti upacara HUT RI di Distrik Timika Timur. Ia mengatakan, perayaan yang diikutinya sangat berkesan.
“Semua orang dari kampung-kampung datang dan ikut pesta perayaan Kemerdekaan Indonesia. Saya bangga jadi anak Papua yang cinta dengan negara Indonesia,” serunya dengan penuh bahagia.
Sembari mengharapkan adanya peningkatan pembangunan di negeri ini. Terutama kepada generasi muda yang saat ini membutuhkan figur pemimpin negeri, sehingga menjadi lebih bijak dan arif di masa yang akan datang.
“Semoga negara Indonesia selalu jaya sebagai bangsa yang besar, dan berikan berkat kepada kita semua,” harap Enius.
Sementara itu, seorang tukang ojek bernama Mursidin mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Mimika dapat memberikan perhatian kepada seluruh masyarakat di wilayah ini.
“Entah dia orang asli, atau pendatang, jangan dibedakan hak-haknya, sebab sebagai warga negara Indonesia, kita semua sama. Apalagi saat hari kemerdekaan ini,” tukasnya.
Ia meminta Pemda dan aparat terkait dapat mengatur kota Timika yang kian semerawut, baik lalu lintasnya, rambu-rambunya, tata kelola dan jalur transportasinya.
“Banyak sekali pelanggaran lalu lintas, sehingga terjadi kecelakaan. Jangan tunggu sampai banyak orang jadi korban kecelakaan baru perhatikan jalan, lebih baik mulai dari sekarang, mulai dari 17 Agustus ini,” pinta dia.
Sedangkan Siti Komariah, seorang pedagang sayur dan kelontong di Pasar Lama Timika meminta kepada pemerintah agar dapat memperhatikan masyarakat yang selama ini kesulitan dengan adanya dampak perubahan harga barang dari pulau Jawa.
“Kami, rakyat kecil yang hanya tahu untuk bekerja, mendapat uang dan menafkahi anak-anak. Banyak sekali aturan dari pemerintah yang kami tidak tahu dan membuat harga barnag dan jualan kami seringkali berubah-ubah,” ucapnya dengan meminta, “Pemerintah Timika dapat berikan kepastian harga sehingga tidak ada lagi, barang-barang yang langka sehingga rugikan kami penjual, maupun pembeli.”
Di sisi lain, warga juga meminta aparat keamanan dan pihak-pihak terkait dapat menjaga kondisi Kabupaten Mimika ini sehingga selalu kondusif dan aman.
“Kalo aman seperti sekarang ini kan enak! Tidak ada yang takut keluar malam dan bekerja,” tutur Otis Upmer, warga di Jalan Ahmad Yani pada Selasa (18/8).
Sembari menegaskan pengamanan di daerah ini harus libatkan semua pihak. Ia juga mengharapkan tanggal 17 Agustus 2015 ini dijadikan sebagai tonggak awal menjaga dan mengawal kedamaian di Kabupaten Mimika.
“Jangan polisi dan tentara hanya diam menunggu dana dari pemerintah kabupaten baru bisa bergerak. Sayang sekali kalo di waktu yang baik ini tidak dipergunakan untuk galang kebersamaan, antara agama, suku dan daerah. Sebab Timika ini kota yang ditingalli semua orang dari berbagai daerah dan negara,” tukasnya. [Papuanesia]