Lenis Kogoya dan Eltinus Omaleng Diminta Tuntaskan Tahapan Adat dan Perdamaian di Jayanti
pada tanggal
Wednesday, 26 August 2015
KUALA KENCANA (MIMIKA) – Meski sudah satu tahun kesepakatan perjanjian damai antara kubu Dani-Damal dan kubu Moni-Mee-Ekari yang bertikai di Komplek Jayanti, Distrik Kuala Kencana, pada 2014 lalu telah berlangsung. Namun, situasi di tempat ini dinilai akan tetap rawan, tidak akan maju dan tidak kondusif.
Menurut Kepala Perang Suku Dani dan Suku Damal di Piyoka Kencana, Pinus Wungga, ancaman perang antar kubu suku yang diprovokasi oleh oknum-oknum tertentu akan terus mengancam selama janji pemerintah dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua untuk menuntaskan hal ini lewat cara adat, belum dilaksanakan secara menyeluruh.
“Hingga kini masalah perang di Jayanti belum selesai, sebab tahapan perdamaian belum dilaksanakan hingga selesai,” tuturnya kepada Salam Papua pada Sabtu (22/8)
Pinus menyatakan, sejak acara perdamaian lewat prosesi patah panah yang dicetuskan pada 11 Juni 2014 lalu. Sebuah janji telah dikatakan perwakilan Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah saat itu, Natalis Tabuni dan Ketua LMA Papua, Lenis Kogoya di Kompleks Jayanti. Mereka menegaskan akan memberikan perhatian hingga proses perang suku ini dijalankan hingga tahapannya berakhir.
Sayangnya menurut Pinus, hal itu tidak ditindak lanjuti hingga sekarang, sebab ketika acara patah panah selesai, perhatian pemerintah yang diungkapkan mereka juga seolah menghilang.
“Lenis Kogoya dan bupati-bupati pegunungan termasuk Bupati Mimika sudah berjanji untuk selesaikan hal ini. Seharusnya mereka dapat melihat kami hingga masalah ini selesai dengan baik,” tuturnya mengingatkan.
Ia meminta Bupati Mimika, Eltinus Omaleng agar membuktikan janji dalam visi dan misinya menuntasan konflik di Jayanti.
“Bupati waktu dapat lantik tahun lalu pernah bilang untuk selesaikan perang adat hingga semua aman dan selesai. Termasuk akan berikan bantuan kepada kami,” ucap Pinus dengan menegaskan, “Jika ini dibiarkan terus menerus, akan berakibat munculnya korban-korban baru yang tidak kita inginkan bersama.”
Sembari menandaskan, masyarakat di Kompleks Jayanti, sangat menginginkan perdamaian yang dibarengi dengan pembangunan fisik dan mental. Sehingga pemikiran dan hasutan buruk serta upaya provokasi dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab dapat terabaikan akibat bukti nyata pembangunan dari pemerintah daerah.
“Bulan September nanti, kami dan pihak Moni – Mee - Ekari akan adakan acara pembayaran kepala untuk korban perang dari dua belah pihak. Ini adalah tahap terakhir untuk menutup semua prosesi adat dalam selesaikan perang suku ini. Jika staff presiden dan para bupati tidak melihat hal ini, kami sangat kecewa sebab mereka melupakan tanggung jawab mereka sebagai anak adat,” ungkap pria yang juga menjadi Kepala Kampung Piyoka Kencana ini.
Sebelumnya Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni saat mewakili Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah pada 11 Juni 2014 menegaskan agar masyarakat dapat menjaga perdamaian ini, sebab negara melalui pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten akan terus memperhatikan proses adat hingga tuntas.
Hal senada diungkapkan Lenis Kogoya yang kini menjadi Staff Khusus Presiden Joko Widodo, selama ia menjadi penengah dan pengarah proses perdamaian kedua kubu pada 2014 lalu.
Saat penyerahan sumbangan anak adat dari Gubernur Papua, Lukas Enembe senilai Rp 200 juta, pada Jumat 30 Mei 2014 Lenis menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan sokongan dana hingga tahapan-tahapan prosesi adat untuk mendamaikan dua kubu di wilayah itu dapat berjalan hingga selesai.
“Uang yang sekarang ini dipakai untuk sekarang, tidak untuk besok, sebab besok itu pembayaran denda gunakkan uang yang diberikan oleh pemerintah,” ungkap Lenis saat itu.
Sedangkan, Eltinus Omaleng, usai pelantikan dirinya menjadi Bupati Mimika pada Sabtu 6 September 2014 lalu mengakui jika penuntasan konflik di kabupaten ini merupakan bagian dari visi dan misinya dalam memimpin Kabupaten Mimika, lima tahun ke depan.
"Sesuai dengan visi misi kami yang sudah ada, aman damai dan sejahtera. Program pertama yang kami laksanakan adalah mengamankan wilayah ini dari perang adat yang belum selesai. Kedua adalah terkait pembunuhan kriminal yang baru-baru saja terjadi. Kami berdua akan langsung turun kepada keluarga-keluarga korban. Kami dekati dan kami harapkan tidak ada pembunuhan-pembunuhan lagi," ujar Bupati Omaleng.
Ia juga menuturkan, akan melakukan komunikasi persuasif kepada para kepala suku yang ada di Djayanti sehingga bara perang yang bisa saja timbul, dipadamkan dengan tuntas.
"Kemudian kami akan turun dan dekati kepala-kepala suku di Djayanti. Kepala Suku Dani, Suku Moni, Suku Damal dan Suku Amungme. Memang waktu itu pak Gubernur sudah turun dan selesaikan perang disana, tetapi perang itu masih diangkat (dilanjutkan-red) lagi. Untuk itu saya siap dekati dan amankan perang itu," ujarnya saat diwakili Wabup Yohanis Bassang, Sekda Ausilius You dan Gubernur Lukas Enembe.
Ia menandaskan bahwa sebagai anak adat, ia mengetahui adanya potensi pecah perang suku di Kabupaten Mimika. Dirinya menyatakan, dalam agenda awalnya sebagai pemimpin Mimika, dirinya akan membersihkan konflik ini sehingga pemerintahannya dapat berjalan dengan baik.
"Selama ini perang masih ada, saya akan tetap damaikan sebab sesuai dengan visi misi saya ialah permbersihan dulu sehingga pemerintahan saya dapat berjalan dengan baik. Saya tidak mau ada kotoran. Dihadapan pak Gubernur saya mau bicara bahwa, dari dalam hati saya, saya tidak mau lagi ada kotor-kotor. Saya mau klir (bersihkan-red) dulu baru saya bisa jalan supaya pemerintahan saya bisa berjalan dengan lancar," janji Omaleng saat itu. [SalamPapua]
Menurut Kepala Perang Suku Dani dan Suku Damal di Piyoka Kencana, Pinus Wungga, ancaman perang antar kubu suku yang diprovokasi oleh oknum-oknum tertentu akan terus mengancam selama janji pemerintah dan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Papua untuk menuntaskan hal ini lewat cara adat, belum dilaksanakan secara menyeluruh.
“Hingga kini masalah perang di Jayanti belum selesai, sebab tahapan perdamaian belum dilaksanakan hingga selesai,” tuturnya kepada Salam Papua pada Sabtu (22/8)
Pinus menyatakan, sejak acara perdamaian lewat prosesi patah panah yang dicetuskan pada 11 Juni 2014 lalu. Sebuah janji telah dikatakan perwakilan Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah saat itu, Natalis Tabuni dan Ketua LMA Papua, Lenis Kogoya di Kompleks Jayanti. Mereka menegaskan akan memberikan perhatian hingga proses perang suku ini dijalankan hingga tahapannya berakhir.
Sayangnya menurut Pinus, hal itu tidak ditindak lanjuti hingga sekarang, sebab ketika acara patah panah selesai, perhatian pemerintah yang diungkapkan mereka juga seolah menghilang.
“Lenis Kogoya dan bupati-bupati pegunungan termasuk Bupati Mimika sudah berjanji untuk selesaikan hal ini. Seharusnya mereka dapat melihat kami hingga masalah ini selesai dengan baik,” tuturnya mengingatkan.
Ia meminta Bupati Mimika, Eltinus Omaleng agar membuktikan janji dalam visi dan misinya menuntasan konflik di Jayanti.
“Bupati waktu dapat lantik tahun lalu pernah bilang untuk selesaikan perang adat hingga semua aman dan selesai. Termasuk akan berikan bantuan kepada kami,” ucap Pinus dengan menegaskan, “Jika ini dibiarkan terus menerus, akan berakibat munculnya korban-korban baru yang tidak kita inginkan bersama.”
Sembari menandaskan, masyarakat di Kompleks Jayanti, sangat menginginkan perdamaian yang dibarengi dengan pembangunan fisik dan mental. Sehingga pemikiran dan hasutan buruk serta upaya provokasi dari oknum-oknum tidak bertanggung jawab dapat terabaikan akibat bukti nyata pembangunan dari pemerintah daerah.
“Bulan September nanti, kami dan pihak Moni – Mee - Ekari akan adakan acara pembayaran kepala untuk korban perang dari dua belah pihak. Ini adalah tahap terakhir untuk menutup semua prosesi adat dalam selesaikan perang suku ini. Jika staff presiden dan para bupati tidak melihat hal ini, kami sangat kecewa sebab mereka melupakan tanggung jawab mereka sebagai anak adat,” ungkap pria yang juga menjadi Kepala Kampung Piyoka Kencana ini.
Sebelumnya Bupati Intan Jaya, Natalis Tabuni saat mewakili Asosiasi Bupati se-Pegunungan Tengah pada 11 Juni 2014 menegaskan agar masyarakat dapat menjaga perdamaian ini, sebab negara melalui pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten akan terus memperhatikan proses adat hingga tuntas.
Hal senada diungkapkan Lenis Kogoya yang kini menjadi Staff Khusus Presiden Joko Widodo, selama ia menjadi penengah dan pengarah proses perdamaian kedua kubu pada 2014 lalu.
Saat penyerahan sumbangan anak adat dari Gubernur Papua, Lukas Enembe senilai Rp 200 juta, pada Jumat 30 Mei 2014 Lenis menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan sokongan dana hingga tahapan-tahapan prosesi adat untuk mendamaikan dua kubu di wilayah itu dapat berjalan hingga selesai.
“Uang yang sekarang ini dipakai untuk sekarang, tidak untuk besok, sebab besok itu pembayaran denda gunakkan uang yang diberikan oleh pemerintah,” ungkap Lenis saat itu.
Sedangkan, Eltinus Omaleng, usai pelantikan dirinya menjadi Bupati Mimika pada Sabtu 6 September 2014 lalu mengakui jika penuntasan konflik di kabupaten ini merupakan bagian dari visi dan misinya dalam memimpin Kabupaten Mimika, lima tahun ke depan.
"Sesuai dengan visi misi kami yang sudah ada, aman damai dan sejahtera. Program pertama yang kami laksanakan adalah mengamankan wilayah ini dari perang adat yang belum selesai. Kedua adalah terkait pembunuhan kriminal yang baru-baru saja terjadi. Kami berdua akan langsung turun kepada keluarga-keluarga korban. Kami dekati dan kami harapkan tidak ada pembunuhan-pembunuhan lagi," ujar Bupati Omaleng.
Ia juga menuturkan, akan melakukan komunikasi persuasif kepada para kepala suku yang ada di Djayanti sehingga bara perang yang bisa saja timbul, dipadamkan dengan tuntas.
"Kemudian kami akan turun dan dekati kepala-kepala suku di Djayanti. Kepala Suku Dani, Suku Moni, Suku Damal dan Suku Amungme. Memang waktu itu pak Gubernur sudah turun dan selesaikan perang disana, tetapi perang itu masih diangkat (dilanjutkan-red) lagi. Untuk itu saya siap dekati dan amankan perang itu," ujarnya saat diwakili Wabup Yohanis Bassang, Sekda Ausilius You dan Gubernur Lukas Enembe.
Ia menandaskan bahwa sebagai anak adat, ia mengetahui adanya potensi pecah perang suku di Kabupaten Mimika. Dirinya menyatakan, dalam agenda awalnya sebagai pemimpin Mimika, dirinya akan membersihkan konflik ini sehingga pemerintahannya dapat berjalan dengan baik.
"Selama ini perang masih ada, saya akan tetap damaikan sebab sesuai dengan visi misi saya ialah permbersihan dulu sehingga pemerintahan saya dapat berjalan dengan baik. Saya tidak mau ada kotoran. Dihadapan pak Gubernur saya mau bicara bahwa, dari dalam hati saya, saya tidak mau lagi ada kotor-kotor. Saya mau klir (bersihkan-red) dulu baru saya bisa jalan supaya pemerintahan saya bisa berjalan dengan lancar," janji Omaleng saat itu. [SalamPapua]