Komnas HAM Nilai Oknum Aparat Pelaku Penembakan saat Kericuhan di Karubaga
pada tanggal
Wednesday, 12 August 2015
JAKARTA - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Maneger Nasution mengatakan, hingga saat ini pelaku penembakan dalam insiden Tolikara belum terungkap. Menurut dia, saat Komnas HAM terjun langsung ke lokasi setempat, Kapolres Tolikara mengaku menerjunkan personelnya tanpa membawa senjata api.
"Kapolres memerintahkan tidak boleh bawa senjata karena pengamanan ibadah," ujar Maneger di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (10/8).
Maneger mengatakan, sementara titik pengamanan lainnya dijaga oleh TNI dan Brimob. Menurut dia, hanya TNI dan Brimob yang diperbolehkan memegang senjata saat pengamanan karena adanya peraturan yang melekat.
"Di titik kedua ada Brimob dam TNI yang tentu SOP pemakaian senjatanya melekat," kata Maneger.
Maneger mengatakan, Komnas HAM tidak berwenang untuk mengungkap siapa pelaku penembakan sejumlah warga pada peristiwa Tolikara. Oleh karena itu, Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno memerintahkan aparat keamanan untuk menelusuri apakah tindakan tersebut dilakukan oleh Polri, TNI, atau pihak lainnya.
"Kami mendesak Menkopolhukam untuk memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk mengusut pelaku penembakan supaya diproses," ujar Maneger.
Jika ditemukan bahwa pelaku penembakan adalah oknum polisi atau tentara, kata Maneger, Kapolri maupun Panglima TNI diminta langsung menindak oknum tersebut dengan sanksi etik. Namun, jika terdapat unsur pidana dalam penembakan tersebut, maka hendaknya diserahkan kepada pihak berwajib.
Maneger mengungkap, sempat ada hambatan yang terjadi pasca penembakan di Tolikara. Baru pada hari kelima setelah penembakan, polisi bisa menemui korban di rumah sakit. Menurut dia, kepolisian dapat menyelidiki apakah peluru yang mengenai warga tersebut berasal dari senjata yang digunakan kepolisian atau tidak. Begitu juga dengan TNI.
"Sesungguhnya, kalau negara mau, kepolisian dan tentara minta ke dokter selongsongnya. Bisa juga lakukan otopsi," kata Maneger. [Kompas]
"Kapolres memerintahkan tidak boleh bawa senjata karena pengamanan ibadah," ujar Maneger di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (10/8).
Maneger mengatakan, sementara titik pengamanan lainnya dijaga oleh TNI dan Brimob. Menurut dia, hanya TNI dan Brimob yang diperbolehkan memegang senjata saat pengamanan karena adanya peraturan yang melekat.
"Di titik kedua ada Brimob dam TNI yang tentu SOP pemakaian senjatanya melekat," kata Maneger.
Maneger mengatakan, Komnas HAM tidak berwenang untuk mengungkap siapa pelaku penembakan sejumlah warga pada peristiwa Tolikara. Oleh karena itu, Komnas HAM meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno memerintahkan aparat keamanan untuk menelusuri apakah tindakan tersebut dilakukan oleh Polri, TNI, atau pihak lainnya.
"Kami mendesak Menkopolhukam untuk memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk mengusut pelaku penembakan supaya diproses," ujar Maneger.
Jika ditemukan bahwa pelaku penembakan adalah oknum polisi atau tentara, kata Maneger, Kapolri maupun Panglima TNI diminta langsung menindak oknum tersebut dengan sanksi etik. Namun, jika terdapat unsur pidana dalam penembakan tersebut, maka hendaknya diserahkan kepada pihak berwajib.
Maneger mengungkap, sempat ada hambatan yang terjadi pasca penembakan di Tolikara. Baru pada hari kelima setelah penembakan, polisi bisa menemui korban di rumah sakit. Menurut dia, kepolisian dapat menyelidiki apakah peluru yang mengenai warga tersebut berasal dari senjata yang digunakan kepolisian atau tidak. Begitu juga dengan TNI.
"Sesungguhnya, kalau negara mau, kepolisian dan tentara minta ke dokter selongsongnya. Bisa juga lakukan otopsi," kata Maneger. [Kompas]