DPR RI Minta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Papua Jelaskan Hukum Adat terkait Tanah Ulayat
pada tanggal
Thursday, 6 August 2015
JAKARTA - Komisi II DPR RI meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Papua mendalami dan menjelaskan hukum adat tanah ulayat di Papua.
“Kita (DPR RI) sedang membahas RUU Pertanahan, bukan revisi UU Pokok Agraria. Terkait masalah hukum adat yang menyangkut masalah tanah, harus dijelaskan bagaimana bunyi hukum adat itu sehingga Komisi II DPR RI bisa mendapatkan masukan dan bagaimana membahasnya di RUU Pertanahan,” kata anggota Komisi II DPR RI, Fandi Utomo saat rapat dengan Kepala Kanwil BPN Provinsi Papua, Nikolas Wanenda di Jayapura, Rabu.
“Jangan jadi hukum yang tidak tertulis secara terus menerus. Persoalannya di Papua sendiri karena hukum adat itu tidak dituliskan. Sehingga persoalan pertanahan di Papua jadi bermasalah. Kalau sudah ada aturan dalam bentuk tertulis, ini juga berguna saat melakukan registrasi atau mendata masalah pertanahan di Papua, dan ada kejelasan mana yang jadi hak adat,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI lainnya, Arteria Dahlan meminta BPN Provinsi Papua untuk menjelaskan seberapa banyak konflik yang terjadi akibat masalah pertanahan ini.
“Kasus pertanahan, berapa banyak konflik, sengketa, lalu anggarannya untuk selesaikan sengketa, sebab setiap sengketa, kantor BPN yang selalu kalah, padahal (petugasnya) sudah bekerja baik. Penegakan hukum harus dilakukan,” kata Arteria Dahlan. [Antara]
“Kita (DPR RI) sedang membahas RUU Pertanahan, bukan revisi UU Pokok Agraria. Terkait masalah hukum adat yang menyangkut masalah tanah, harus dijelaskan bagaimana bunyi hukum adat itu sehingga Komisi II DPR RI bisa mendapatkan masukan dan bagaimana membahasnya di RUU Pertanahan,” kata anggota Komisi II DPR RI, Fandi Utomo saat rapat dengan Kepala Kanwil BPN Provinsi Papua, Nikolas Wanenda di Jayapura, Rabu.
“Jangan jadi hukum yang tidak tertulis secara terus menerus. Persoalannya di Papua sendiri karena hukum adat itu tidak dituliskan. Sehingga persoalan pertanahan di Papua jadi bermasalah. Kalau sudah ada aturan dalam bentuk tertulis, ini juga berguna saat melakukan registrasi atau mendata masalah pertanahan di Papua, dan ada kejelasan mana yang jadi hak adat,” katanya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI lainnya, Arteria Dahlan meminta BPN Provinsi Papua untuk menjelaskan seberapa banyak konflik yang terjadi akibat masalah pertanahan ini.
“Kasus pertanahan, berapa banyak konflik, sengketa, lalu anggarannya untuk selesaikan sengketa, sebab setiap sengketa, kantor BPN yang selalu kalah, padahal (petugasnya) sudah bekerja baik. Penegakan hukum harus dilakukan,” kata Arteria Dahlan. [Antara]