Deklarasi Bersama Gerakan Anti Minuman Keras Lintas Bangsa Papua (GAMKLBP)
pada tanggal
Friday, 28 August 2015
SAPA (TIMIKA) – Kondisi Tanah Papua yang dinilai masih berada dalam darurat minuman keras (miras) membuat beberapa tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan beberapa organisasi masyarakat asli Papua menyatakan penolakan mereka terhadap keberadaan miras yang selama ini dinilai dibiarkan.
Upaya penolakan yang dinamai Gerakan Anti Minuman Keras Lintas Bangsa Papua (GAMKLBP) ini merupakan gerakan sosial dan inisiatif bersama yang disokong oleh masyarakat guna menghentikan peredaran minuman keras di Tanah Papua, dan diawali di wilayah Kabupaten Mimika.
Gerakan yang dideklarasikan pada Kamis (27/8) guna menunjukkan betapa masyarakat asli Papua, sangat prihatin dengan salah satu ancaman yang merusak cara hidup orang Papua yang selama ini menjunjung tinggi kedamaian dan toleransi.
Sekitar puluhan perwakilan tokoh adat, gereja dan kepala suku asli yang berada di Kota Timika menghadiri deklarasi GAMKLPB yang dilaksanakan di depan halaman kantor KNPB Timika, Jalan Freeport Lama Kampung Kebun Sirih, Distrik Mimika Baru.
Acara deklarasi yang bertema ‘Selamatkan Generasi Penerus Bangasa Papua dari Virus Minuman Keras’ dengan mengutip ayat Alkitab dari Kitab Imamat 10:9 ini diawali dengan nyanyian dan puji-pujian kepada Tuhan. Puluhan warga yang menghadiri kegiatan itu terlihat khusyuk mengikuti ibadah.
Ibadah tersebut dipimpin oleh perwakilan Gereja Pantekosta di Papua, Pendeta Daniel Bagau yang pada pembacaan Firman Tuhan dari Kejadian 9:20, Bilangan 6:3 dan Yesaya 62:10.
“Tuhan sendiri dalam firman-Nya mengajak kita semua untuk menjauhi meminum alkohol secara berlebihan yang pada zaman Alkitab lebih dikenal dengan anggur. Hal ini seharusnya kita terapkan di masa sekarang ini, apalagi disaat kita semua menginginkan adanya perdamaian di Papua, hal itu tidak boleh disepelekan,” ujar dia.
Ia juga mengajak semua elemen masyarakat di Papua, khususnya di Kabupaten Mimika untuk selalu menjauhkan diri dari segala bentuk cobaan duniawi.
“Jauhkan diri dari minuman, dan jauhkan minuman dari diri kalian. Jangan jadikan diri kita kotor dengan hal-hal duniawi, sehingga ketika kita berada di masyarakat, mereka dapat melihat contoh baik,” ajak Pendeta Bagau.
Usai ibadah, acara dilanjutkan dengan deklarasi bersama semua tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan juga perwakilan dari Perwakilan Rakyat Daerah (PRD) Timika serta Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Beberapa perwakilan elemen masyarakat yang hadir diantaranya; Gereja Injili di Indonesia (GIdI), Gereja Kemah Injil (Kingmi), Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Gereja Katolik, Gereja Kristen Injili (GKI), Gereja Pantekosta di Papua (GPdP), Kepala Suku Paniai, Kepala Suku Amungme, Kepala Suku Damal, Kepala Suku Moni, Kepala Suku Biak, Kepala Suku Sorong, Kepala Suku Merauke, Kepala Suku Asmat, Kepala Suku Kamoro, Kepala Suku Jayapura, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, Tokoh Adat dan Mahasiswa; menandatangani dan menyepakati deklarasi bersama yang berisikan lima poin diantaranya.
Pertama, mulai dari 28 Agustus 2015, GAMKLPB melarang adanya produksi, penjualan, pembelian dan konsumsi di dalam lingkungan masyarakat Papua. Serta komitmen untuk berhenti mengkonsumsi minuman keras, sebab miras merupakan salah satu minuman pemusnah bangsa Papua.
Kedua, pelaku pengedar, pengadaan dan penjual miras di Papua, baik orang asli maupun pendatang diwajibkan menghentikan aktivitas mereka, sebab mereka merupakan pelaku yang mendukung pemusnahan masyarakat Papua.
Ketiga, para pelaku pengedar dan penjual miras yang tidak taat dengan imbauan penghentian aktivitas akan didatangi oleh GAMKLPB untuk dipertanyakan niat mereka dalam upaya yang memprihatinkan dan merugikan masyarakat.
Keempat, akan meminta pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang selama ini telah mengijinkan peredaran miras melalui Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) dari para pelaku pengedar dan penjual miras ini.
Kelima, GAMKLPB akan melaksanakan upaya perlawanan dan pengentian miras, guna melawan upaya pemusnahan masyarakat asli Papua.
Saat memberikan sambutan, fasilitator GAMKLPB, Pendeta Deserius Adi, S.Th, menyatakan hal ini merupakan upaya bersama guna mengakhiri salah satu penyakit masyarakat yang hingga kini tidak dapat dituntaskan.
“Ini adalah gerakan sosial, sebab kami prihatin melihat masyarakat Papua yang kebanyakan menjadi korban dari minuman jahat ini,” ujarnya.
Dikatakan, ini adalah tugas semua pihak termasuk KNPB dan elemen masyarakat asli Papua yang selama ini dicap sebagai konsumen utama minuman keras dan pelaku tindak kekerasan baik dalam rumah tangga maupun hingga menjadi pemicu konflik dan perang antar suku.
“Ini yang harus kita perbuat, gerakan yang murni untuk menghentikan pengaruh miras di Tanah Papua. Gerakan ini harus didasarkan pada niat baik yang diteruskan dengan tindakan-tindakan positif sehingga tidak ada lagi aksi kejahatan dan pemusnahan missal yang dimulai oleh miras,” tutur dia sembari menandaskan akan membagikan pernyataan deklarasi anti miras ini kepada pihak-pihak terkait diantaranya Pemda, TNI dan Polri termasuk para pengedar minuman keras di Kabupaten Mimika. [SalamPapua]
Upaya penolakan yang dinamai Gerakan Anti Minuman Keras Lintas Bangsa Papua (GAMKLBP) ini merupakan gerakan sosial dan inisiatif bersama yang disokong oleh masyarakat guna menghentikan peredaran minuman keras di Tanah Papua, dan diawali di wilayah Kabupaten Mimika.
Gerakan yang dideklarasikan pada Kamis (27/8) guna menunjukkan betapa masyarakat asli Papua, sangat prihatin dengan salah satu ancaman yang merusak cara hidup orang Papua yang selama ini menjunjung tinggi kedamaian dan toleransi.
Sekitar puluhan perwakilan tokoh adat, gereja dan kepala suku asli yang berada di Kota Timika menghadiri deklarasi GAMKLPB yang dilaksanakan di depan halaman kantor KNPB Timika, Jalan Freeport Lama Kampung Kebun Sirih, Distrik Mimika Baru.
Acara deklarasi yang bertema ‘Selamatkan Generasi Penerus Bangasa Papua dari Virus Minuman Keras’ dengan mengutip ayat Alkitab dari Kitab Imamat 10:9 ini diawali dengan nyanyian dan puji-pujian kepada Tuhan. Puluhan warga yang menghadiri kegiatan itu terlihat khusyuk mengikuti ibadah.
Ibadah tersebut dipimpin oleh perwakilan Gereja Pantekosta di Papua, Pendeta Daniel Bagau yang pada pembacaan Firman Tuhan dari Kejadian 9:20, Bilangan 6:3 dan Yesaya 62:10.
“Tuhan sendiri dalam firman-Nya mengajak kita semua untuk menjauhi meminum alkohol secara berlebihan yang pada zaman Alkitab lebih dikenal dengan anggur. Hal ini seharusnya kita terapkan di masa sekarang ini, apalagi disaat kita semua menginginkan adanya perdamaian di Papua, hal itu tidak boleh disepelekan,” ujar dia.
Ia juga mengajak semua elemen masyarakat di Papua, khususnya di Kabupaten Mimika untuk selalu menjauhkan diri dari segala bentuk cobaan duniawi.
“Jauhkan diri dari minuman, dan jauhkan minuman dari diri kalian. Jangan jadikan diri kita kotor dengan hal-hal duniawi, sehingga ketika kita berada di masyarakat, mereka dapat melihat contoh baik,” ajak Pendeta Bagau.
Usai ibadah, acara dilanjutkan dengan deklarasi bersama semua tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda, tokoh perempuan dan juga perwakilan dari Perwakilan Rakyat Daerah (PRD) Timika serta Komite Nasional Papua Barat (KNPB).
Beberapa perwakilan elemen masyarakat yang hadir diantaranya; Gereja Injili di Indonesia (GIdI), Gereja Kemah Injil (Kingmi), Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII), Gereja Katolik, Gereja Kristen Injili (GKI), Gereja Pantekosta di Papua (GPdP), Kepala Suku Paniai, Kepala Suku Amungme, Kepala Suku Damal, Kepala Suku Moni, Kepala Suku Biak, Kepala Suku Sorong, Kepala Suku Merauke, Kepala Suku Asmat, Kepala Suku Kamoro, Kepala Suku Jayapura, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, Tokoh Adat dan Mahasiswa; menandatangani dan menyepakati deklarasi bersama yang berisikan lima poin diantaranya.
Pertama, mulai dari 28 Agustus 2015, GAMKLPB melarang adanya produksi, penjualan, pembelian dan konsumsi di dalam lingkungan masyarakat Papua. Serta komitmen untuk berhenti mengkonsumsi minuman keras, sebab miras merupakan salah satu minuman pemusnah bangsa Papua.
Kedua, pelaku pengedar, pengadaan dan penjual miras di Papua, baik orang asli maupun pendatang diwajibkan menghentikan aktivitas mereka, sebab mereka merupakan pelaku yang mendukung pemusnahan masyarakat Papua.
Ketiga, para pelaku pengedar dan penjual miras yang tidak taat dengan imbauan penghentian aktivitas akan didatangi oleh GAMKLPB untuk dipertanyakan niat mereka dalam upaya yang memprihatinkan dan merugikan masyarakat.
Keempat, akan meminta pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang selama ini telah mengijinkan peredaran miras melalui Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) dari para pelaku pengedar dan penjual miras ini.
Kelima, GAMKLPB akan melaksanakan upaya perlawanan dan pengentian miras, guna melawan upaya pemusnahan masyarakat asli Papua.
Saat memberikan sambutan, fasilitator GAMKLPB, Pendeta Deserius Adi, S.Th, menyatakan hal ini merupakan upaya bersama guna mengakhiri salah satu penyakit masyarakat yang hingga kini tidak dapat dituntaskan.
“Ini adalah gerakan sosial, sebab kami prihatin melihat masyarakat Papua yang kebanyakan menjadi korban dari minuman jahat ini,” ujarnya.
Dikatakan, ini adalah tugas semua pihak termasuk KNPB dan elemen masyarakat asli Papua yang selama ini dicap sebagai konsumen utama minuman keras dan pelaku tindak kekerasan baik dalam rumah tangga maupun hingga menjadi pemicu konflik dan perang antar suku.
“Ini yang harus kita perbuat, gerakan yang murni untuk menghentikan pengaruh miras di Tanah Papua. Gerakan ini harus didasarkan pada niat baik yang diteruskan dengan tindakan-tindakan positif sehingga tidak ada lagi aksi kejahatan dan pemusnahan missal yang dimulai oleh miras,” tutur dia sembari menandaskan akan membagikan pernyataan deklarasi anti miras ini kepada pihak-pihak terkait diantaranya Pemda, TNI dan Polri termasuk para pengedar minuman keras di Kabupaten Mimika. [SalamPapua]