Basarnas Gelar Sosialisasi UU Nomor 29 di Kantor SAR Timika
pada tanggal
Friday, 14 August 2015
TIMIKA (MIMIKA) - Badan SAR Nasional (Basarnas) menggelar sosialisasi Undang-undang (UU) nomor 29 tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan di Kantor SAR Timika, Rabu (12/8). Sosialisasi yang diberikan Kepada Biro Hukum dan Kepegawaian Basarnas, Agung Prasetyo diikuti sedikitnya 200 peserta dari unsure TNI/Polri, perwakilan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Pelajar, Mahasiswa dan Jurnalis timika.
Dikatakan Agung, selama ini Basarnas belum memiliki UU yang secara khusus mengatur mengenai penyelenggaraan SAR. Sehingga, dengan hadirnya UU nomor 29 tahun 2014 tentang pencarian dan pertolongan, maka telah memberikan landasan bagi semua pihak dan terlebih khusus penggiat SAR.
“Jadi rekan-rekan penggiat SAR supaya dia tahu bahwa dia punya pegangan yang sama, punya hak yang sama, jadi hak dan kewajiban dia, apa yang dia lakukan, semuanya termuat disitu,” katanya.
Selanjutnya, UU tersebut memberikan kepastian terhadap hal-hal yang selama ini dianggap tidak dan belum jelas. Salah satu contoh kata Agung, seperti yang terjadi pada gempa bumi di padang. Pada saat bencana itu, banyak pihak yang ingin masuk dalam memberikan bantuan kemanusiaan, namun karena adanya aturan negara ini baik keimigrasian, kepabeanan, karantina dan lain sebagainya, sehingga kebdala sering dialami terhadap akses maupun kewajiban yang sebenarnya mendapatkan kebijakan khusu dalam keadaan dan siyuasi seperti demikian.
“ada juga kepastian bagi pemerintah kalau dia mau mengadakan peralatan ini, inikan peralatan kemanusiaan buat SAR, kan perlu perlakukan khusus sehingga tidak dikenakan aturan kepabeanan, aturan bea masuk barang mewah itu,” jelasnya.
Mengenai perlindungan hukum menurut Agung, selama ini kadang kala masyarakat menuntut bahkan ada juga membiarkannya. Tetapi, untuk saat ini dengan adanya UU 29 tahun 2014, kedua belah piak baik pelaku maupun pihak sponse, telah diatur dengan ketentuan hukum yang ada di dalam UU itu.
Bahkan kata Agung, untuk pertanggungjawaban keuangan, biasanya dalam operasi SAR dikeluarkan biaya dari APBN dan sebagainya sesuai dengan standar biaya yang sudah ditetapkan menteri keuangan. Namun, pada realita dilapangan ketika terjadi suatu bencana dan segala macamnya sehingga diadakan operasi SAR, maka pertangungjawaban anggaran kadang tidak sesuai, pertangung jawaban berpatokan pada kondisi ril di lapangan.
“Kalau harga makanan itu misalnya nasi bungkus yang dipatok 25 ribu, operasi SAR itu kegiatan yang sifatnya sangat luar biasa. Waktu gempa padang, indomie itu 25 ribu, orang kan tidak percaya yang begitu, jadi mau bagaimana. Nah sehingga pertanggungjawaban yang begitu, kita tidak perlu lagi ngarang-ngarang kondisi ril yang seperti itu,” terangnya.
Untuk itu dikatakan Agung, dengan adanya UU ini telah memberikan kepastian bagi para penggiat SAR mulai dari hak dan kewajibannya, cara melakukannya, koordinasinya, pendidikan dan pelatihannya serta perlindungan hukum.
Selain itu, dengan adanya UU tersebut, secara tidak langsung pemerintah daerah yang diwilayahnya memiliki kantor SAR, ikut berperan dalam pembinaan serta pengembangan, serta bertanggungjawab terhadap hal-hal yang terjadi dan memerlukan peran serta SAR dalam menanganannya. Sehingga, dengan begitu pemerintah daerah juga dapat mengalokasikan anggaran ke dalam APBD untuk membantu sesuai kebutuhan yang ada.
“Katakanlah bencana di wilayah itu, ini Pemda juga harus bergerak, kemudian saat kecelakaan laut, yang punya laut daerah juga kan, jadi artinya pemerintah daerah itu ukut peran serta dan ikut bertanggungjawab,” pungkasnya.
Dipaparkan bahwa, sebelumnya banyak pemerintah daerah yang ingin mengalokasikan anggaran pencarian dan pertolongan atau upaya kemanusiaan kepada SAR, namun karena belum memiliki sehingga hal itu belum dapat teralokasi. Namun, dengan adanya UU ini maka telah menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengajukan, mengalokasi dan menganggarkan itu.
“nah, sekarang pun kita mempererat teman-teman dengan ada yang namanya Forum Komunikasi Potensi SAR Daerah. Artinya dengan ini kita harapkan adanya perhatian dari pemerintah daerah karena tadi. SAR sendiri asasnya kemanusiaan kemudian kebersamaan. Jadi tugas SAR itu adalah tugas bersama pemerintah daerah, masyarakat dan semuanya. Nah, salah satu yang diharapkan adanya peran serta pemerintah daerah itu, tidak hanya didalam sarana prasarana,” paparnya. [SalamPapua]
Dikatakan Agung, selama ini Basarnas belum memiliki UU yang secara khusus mengatur mengenai penyelenggaraan SAR. Sehingga, dengan hadirnya UU nomor 29 tahun 2014 tentang pencarian dan pertolongan, maka telah memberikan landasan bagi semua pihak dan terlebih khusus penggiat SAR.
“Jadi rekan-rekan penggiat SAR supaya dia tahu bahwa dia punya pegangan yang sama, punya hak yang sama, jadi hak dan kewajiban dia, apa yang dia lakukan, semuanya termuat disitu,” katanya.
Selanjutnya, UU tersebut memberikan kepastian terhadap hal-hal yang selama ini dianggap tidak dan belum jelas. Salah satu contoh kata Agung, seperti yang terjadi pada gempa bumi di padang. Pada saat bencana itu, banyak pihak yang ingin masuk dalam memberikan bantuan kemanusiaan, namun karena adanya aturan negara ini baik keimigrasian, kepabeanan, karantina dan lain sebagainya, sehingga kebdala sering dialami terhadap akses maupun kewajiban yang sebenarnya mendapatkan kebijakan khusu dalam keadaan dan siyuasi seperti demikian.
“ada juga kepastian bagi pemerintah kalau dia mau mengadakan peralatan ini, inikan peralatan kemanusiaan buat SAR, kan perlu perlakukan khusus sehingga tidak dikenakan aturan kepabeanan, aturan bea masuk barang mewah itu,” jelasnya.
Mengenai perlindungan hukum menurut Agung, selama ini kadang kala masyarakat menuntut bahkan ada juga membiarkannya. Tetapi, untuk saat ini dengan adanya UU 29 tahun 2014, kedua belah piak baik pelaku maupun pihak sponse, telah diatur dengan ketentuan hukum yang ada di dalam UU itu.
Bahkan kata Agung, untuk pertanggungjawaban keuangan, biasanya dalam operasi SAR dikeluarkan biaya dari APBN dan sebagainya sesuai dengan standar biaya yang sudah ditetapkan menteri keuangan. Namun, pada realita dilapangan ketika terjadi suatu bencana dan segala macamnya sehingga diadakan operasi SAR, maka pertangungjawaban anggaran kadang tidak sesuai, pertangung jawaban berpatokan pada kondisi ril di lapangan.
“Kalau harga makanan itu misalnya nasi bungkus yang dipatok 25 ribu, operasi SAR itu kegiatan yang sifatnya sangat luar biasa. Waktu gempa padang, indomie itu 25 ribu, orang kan tidak percaya yang begitu, jadi mau bagaimana. Nah sehingga pertanggungjawaban yang begitu, kita tidak perlu lagi ngarang-ngarang kondisi ril yang seperti itu,” terangnya.
Untuk itu dikatakan Agung, dengan adanya UU ini telah memberikan kepastian bagi para penggiat SAR mulai dari hak dan kewajibannya, cara melakukannya, koordinasinya, pendidikan dan pelatihannya serta perlindungan hukum.
Selain itu, dengan adanya UU tersebut, secara tidak langsung pemerintah daerah yang diwilayahnya memiliki kantor SAR, ikut berperan dalam pembinaan serta pengembangan, serta bertanggungjawab terhadap hal-hal yang terjadi dan memerlukan peran serta SAR dalam menanganannya. Sehingga, dengan begitu pemerintah daerah juga dapat mengalokasikan anggaran ke dalam APBD untuk membantu sesuai kebutuhan yang ada.
“Katakanlah bencana di wilayah itu, ini Pemda juga harus bergerak, kemudian saat kecelakaan laut, yang punya laut daerah juga kan, jadi artinya pemerintah daerah itu ukut peran serta dan ikut bertanggungjawab,” pungkasnya.
Dipaparkan bahwa, sebelumnya banyak pemerintah daerah yang ingin mengalokasikan anggaran pencarian dan pertolongan atau upaya kemanusiaan kepada SAR, namun karena belum memiliki sehingga hal itu belum dapat teralokasi. Namun, dengan adanya UU ini maka telah menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk mengajukan, mengalokasi dan menganggarkan itu.
“nah, sekarang pun kita mempererat teman-teman dengan ada yang namanya Forum Komunikasi Potensi SAR Daerah. Artinya dengan ini kita harapkan adanya perhatian dari pemerintah daerah karena tadi. SAR sendiri asasnya kemanusiaan kemudian kebersamaan. Jadi tugas SAR itu adalah tugas bersama pemerintah daerah, masyarakat dan semuanya. Nah, salah satu yang diharapkan adanya peran serta pemerintah daerah itu, tidak hanya didalam sarana prasarana,” paparnya. [SalamPapua]